Categories
Domestic S&T News

Teknologi dan Aplikasi Drone Makin Berkembang di Indonesia, CTIS Bahas Soal Regulasi

Teknologi pesawat tanpa awak atau yang lebih dikenal sebagai Drone, berkembang amat pesat dan harganya pun sudah semakin terjangkau. Industri yang berkembang tidak hanya pada rancang-bangun pesawatnya semata.

Tetapi juga pada industri aplikasi dan perangkat lunaknya, antara lain untuk mendukung industri perkebunan, pertambangan, migas dan kehutanan, Namun regulasi penerapan teknologi drone masih belum jelas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia, mengingat hingga saat ini Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization – ICAO) belum menetapkan regulasi tentang penggunaan Drone.

Itulah butir butir kesimpulan Diskusi Teknologi Drone dan Aplikasinya di Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu 1 November 2023.

Berbicara pada Komite Teknologi Penerbangan CTIS adalah Ir. Heru Gunawan, insinyur penerbangan lulusan Sup-Aero, Prancis yang juga Ketua Yayasan Masyarakat Teknologi Penghijauan.

penggunaan drone di indonesia membutuhkan regulasi

Dalam Disuksi yang dimoderatori Professor Anton Adibroto dari CTIS, muncul data pasar drone Dunia pada tahun 2023 mencapai 37,5 miliar dolar AS. Sebesar 80% diantaranya ada di bidang jasa aplikasi, pasar teknologi drone-nya menguasai pangsa 16% , sedang pangsa pasar pengembangan perangkat lunaknya mencapai 4% saja.

Pertumbuhan pasar teknologi dan aplikasi drone Dunia diproyeksikan mencapai 7,1% pertahun, sehingga pasar Dunia akan menembus 54,6 miliar dolar AS pada tahun 2030. Tentu sebagian dari pasar tadi akan ditangkap Indonesia. Ini menjadi peluang. Heru memperlihatkan ragam aplikasi yang juga sudah mulai digunakan di Indonesia, seperti di bidang perkebunan sawit maupun di hutan tanaman industri.

Selain untuk memantau pertumbuhan pohon per pohon, teknologi drone juga dipakai untuk menebar pupuk, untuk menanam benih dengan cara ditembakkan ke tanah, serta untuk untuk memprediksi volume hasil panenan.

Karena yang dipantau dan diinventarisasi adalah pohon per pohon, antara pohon yang sehat dengan potensi hasil panen maskimal, maupun pohon yang tidak sehat, maka bisa diprakirakan potensi hasil panen minimal.

Semua data tadi masuk ke “Big Data” untuk kemudian dianalisis guna memproyeksikan harga komoditas tadi hingga prakiraan permodalan dari perbankan, serta prakiraan harga komoditas tadi di pasar modal.

teknologi pembuatan drone di Indonesia  semakin maju
Uji coba penerbangan perdana drone Wulung di Lapangan Udara Suparlan Batujajar, Padalarang Bandung Barat, 14 Maret 2025. (dok BRIN)

Aplikasi drone di sektor pertambangan diperlihatkankan Heru Gunawan pada eksplorasi geologi permukaan, seperti penggunaan kamera video, sensor infrared multi-spektral dan sensor Light Detection & Ranging (LIDAR), hingga eksplorasi bawah permukaan dengan menggunakan sensor Ground Penetrating Radar (GPR), airborne magnetic survey hingga gamma ray spectrometric survey.

Lewat teknologi drone di pertambangan tadi dapat dihitung seberapa besar timbunan bahan tambang yang ada, seberapa luas wilayah yang sudah ditambang hingga pemantauan kegiatan reklamasi wilayah pertambangan.

Untuk pemantauan suatu wilayah dari ketinggian, dapat digunakan Tethered Drone yang bekerja 24 jam non-stop, dengan menerbangkan drone rotor vertikal, lalu drone dihubungkan dengan kabel di darat untuk terus memasok daya baterai, sekaligus merekam gambar dan informasi guna disalurkan ke basis data di darat. Mengingat operasional drone komersial yang saat ini hanya menjangkau ketinggian 150 meter, maka belum ada regulasi yang mengatur benda terbang hingga ketinggian tadi.

Melihat semakin maraknya aplikasi drone, maka seluruh negara anggota ICAO, termasuk Indonesia, perlu duduk bersama guna menetapkan regulasi umum penggunaan drone, dengan mengedepankan faktor keamanan dan keselamatan, yang nantinya dapat dipakai sebagai rujukan pembuatan regulasi di masing masing negara anggota ICAO.

Pakar Penerbangan Universitas Bina Nusantara (BINUS), yang juga mantan ahli penerbangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dr. Jarot Suroso, memperlihatkan ragam drone rotor karya civitas academica BINUS yang siap diterapkan diberbagai sektor pembangunan di tanah air. Direncanakan, dalam waktu dekat program hilirisasi drone di Universitas BINUS akan diusulkan untuk mendapatkan dana riset dari Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP). ***

sumber : https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1787320616/teknologi-dan-aplikasi-drone-makin-berkembang-di-indonesia-ctis-bahas-soal-regulasi

Categories
Domestic S&T News

Barelang Bisa Jadi Pembelajaran Untuk IKN Nusantara, CTIS: Pembangunan Non Fisik Penting

Pembangunan Pulau Batam-Rempang-Galang (Barelang), Provinsi Kepulauan Riau, sejak 1973 bisa menjadi lesson learned untuk pembelajaran pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.

Pembangunan IKN Nusantara harus yang mencakup fokus pada skala prioritas peruntukan wilayah, ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) handal, regulasi yang kondusif untuk menarik investasi dan pembangunan non-fisik, tidak hanya pembangunan sarana prasarana fisik.

 Demikian antara lain butir butir kesimpulan Diskusi yang digelar Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu 11 Oktober 2023.  Diskusi yang dipandu Ketua Komite Pengembangan Wilayah CTIS, Dr. Tusy Adibroto menampilkan pembicara diantaranya  Prof. Antony Sihombing dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Dr. Tjahjo Prionggo, mantan Direktur Perencanaan Badan Otorita Pembangunan Barelang (Opdib Barelang) dan Dr.Wicaksono Sarosa dari institusi Jasa Konsultansi Ruang Waktu.

Dr. Tjahjo Prionggo menyampaikan bahwa saat Batam mulai dibangun pada 1973 lalu, seluruh Pulau Batam, Rempang dan Galang masih berupa kawasan hutan tak berpenghuni.

Sedikit ada permukiman Desa Nelayan di pinggiran pantai.

Melalui Keppres No.41/Th.1973, Batam mulai dibangun sebagi kawasan industri, pusat perdagangan, pusat logistik dan juga merupakan destinasi wisata. Ini memanfaatkan lokasi strategis Batam di jalur pelayaran internasional dan, sesuai  “Teori Balon”  BJ Habibie sebagai Ketua Otorita Batam, maka kelebihan investasi di Singapura akan mengalir ke Batam karena luas wilayah  dan sumberdaya Singapurayang terbatas.

Pembangunan Pulau Batam-Rempang-Galang (Barelang), Provinsi Kepulauan Riau menjadikan Kota Batam sebagai kota besar di wilayah Kepri
Pembangunan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang menjadikan kota itu terus berkembang. (dok SSC Batam)

Kala itu, belum ada wilayah perdagangan bebas lain di sekitar Singapura, belum ada Johor Baru, belum ada Penang yang maju, juga belum ada Pelabuhan Internasional Malaka, belum ada Port Klang dan Kawasan Tanjung Pelepas di Malaysia, yang maju.  Kala itu, peluang untuk memposisikan Batam sebagai pusat perdagangan internasional sangat besar.

Pembangunan sarana dan prasarana di Batam, Rempang dan Galang dipacu.  Jembatan Penghubung tiga pulau Barelang selesai dibangun pada tahun 1997.  Pembangunan fisik yang pesat di Batam mengesampingkan aspek regulasinya.

Alhasil, penduduk ilegal berdatangan ke Barelang untuk mengadu nasib. Pasca reformasi 1998, dengan maraknya otonomi daerah yang menjurus ke desentralisasi kewenangan dari Pusat ke Daerah, maka terbentuk Pemerintahan Kota Batam.

Sesuai UU No.26/Th.2007 Tentang Penataan Ruang, status Batam masuk kedalam Kawasan Strategis Nasional.  Kerancuan regulasi tentang Otonomi Daerah dengan Tata Ruang pun muncul.

Ditambah lagi, regulasi tentang posisi Walikota Batam yang juga harus memimpin Badan Pengelola Kawasan Barelang yang bersifat Nasional.  Belum lagi tumpang tindih dengan regulasi yang berkaitan dengan Zona Perdagangan Bebas Barelang.  Kesemuanya ini mengakibatkan investasi di Barelang tersendat.

Dilain pihak, wilayah-wilayah perdagangan bebas di kawasan, seperti Johor Baru, berkembang pesat.  Oleh sebab itu, regulasi dan birokrasi nampaknya perlu dirampingkan agar wilayah Barelang tetap kompetitif sebagai wilayah pertumbuhan ekonomi regional yang potensial.

Belajar dari pengalaman pembangunan Barelang ini maka  dalam pembangunan Ibukota Nusantara (IKN), di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur maka urusan regulasi nampaknya perlu dirapikan terlebih dahulu.

Pembangunan pelabuhan di Balerang menjadi penopang ekonomi
Pelabuhan di Batam menjadi salah satu infrastruktur ekonomi Provinsi Kepulauan Riau. (dok SSC Batam)

Dr.  Wicaksono Sarosa memaparkan UU No.3/Th.2022 Tentang Ibukota Negara yang telah dilengkapi beragam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) serta Peraturan Kepala Otorita IKN.  Keberadan IKN juga strategis, berada di tengah Indonesia, merupakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan kota masa depan yang ramah lingkungan serta smart & green city berteknologi digital.

Aspek teknologi baru, memanfaatkan Industri 4.0, harus dimunculkan pada pembangunan IKN.  Hal ini digarisbawahi oleh Professor Anthony Sihombing.  Apalagi pada kurun 2020 – 2021 muncul pandemi Covid 19 yang menyodorkan teknologi Kecerdasan Artifisial (Artifical Intelligence – AI) semakin masif pada perkembangan metropolitan modern.  Ini akan mengurangi kebutuhan ruang perkantoran, akan mengurangi keberadaan toko dan mall, didukung penggunaan sistem transportasi yang ramah lingkungan, serta jaringan telekomunikasi yang harus berteknologi mutakhir.

Ini semua perlu diantisipasi pada proses pembangunan IKN yang sedang berprogress saat ini agar muncul suatu kota metropolitan baru ditengah Negara Kepulauan Nusantara, yang akan mencerminkan Indonesia sebagai negara masa depan yang maju dan modern.

Disinilah peran SDM menjadi penting, seperti disampaikan Tjahjo Prionggo,  yang juga diamini kedua pembicara lainnya, karena apabila kesiapan SDM, utamanya SDM lokal, tidak ditingkatkan maka para penduduk lokal akan hanya menjadi penonton, tidak bisa berpartisipasi lebih aktif, akibat rendahnya tingkat produktivitas masyarakatnya.

Seperti dicontohkan beberapa wilayah pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang memiliki tingkat GDP Per-Kapita tinggi, namun ternyata ketimpangan ekonominya juga tinggi karena sebagian besar sumberdaya dimiliki oleh sebagian kecil kelompok masyarakat.  Oleh sebab itu,  anggota CTIS yang juga Sekjen Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Chairil Abdini mengingatkan tentang pentingnya pembangunan non-fisik, seperti budaya lokal dan aspek sosial penduduk, disertakan di samping pembangunan fisik infrastruktur semata,  agar wilayah baru yang muncul lebih manusiawi dengan kehidupan penduduk yang lebih sejahtera dan harmonis.

Dalam rencana pembangunan IKN, jumlah penduduk IKN dipatok pada 1,9 juta orang pada tahun 2050.

Salah satu jenis pembangunan di IKN yang direkomendasikan oleh Dr. Unggul Priyanto, Ketua Komite Energi CTIS, yang juga mantan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), adalah pembangunan Pusat Iptek Kelautan Indonesia di Kabupaten Penajam Paser Utara ini.

Sejak 2012,  BPPT dan Pemerintah Perancis telah menyusun rencana Pusat Iptek Kelautan ini, yang juga akan menjadi Pelabuhan sandar kapal kapal riset Indonesia, karena lokasinya di tengah tengah negara kepulauan Nusantara.

Program kerjasama RI – Perancis ini sudah masuk kedalam Blue Book Bappenas 2015, dan pada April 2015 lalu juga sudah ditinjau oleh Menko Kemaritiman kala itu, Indroyono Soesilo, untuk segera diimplementasikan.  Dengan ditetapkannya Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai IKN, nampaknya program Pusat Iptek Kelautan Indonesia ini dapat dibahas dan dihidupkan kembali. ***

sumber : https://forestinsights.id/barelang-bisa-jadi-pembelajaran-untuk-ikn-nusantara-ctis-pembangunan-non-fisik-penting/