Categories
Domestic S&T News

Autothermix, Teknologi Sampah Tanpa Emisi Tinggi

Permasalahan pengelolaan sampah kian mendesak di berbagai kota besar di Indonesia. Kota Bandung, misalnya, tengah mengalami krisis akibat TPST Sarimukti yang kelebihan kapasitas dan sempat terbakar. Di Yogyakarta, TPA Piyungan ditutup karena timbunan sampah yang sudah melampaui batas. Sementara di Jakarta, TPST Bantargebang mengalami penumpukan sampah hingga sempat nyaris longsor.

Di tengah situasi darurat tersebut, teknologi autothermix muncul sebagai solusi modern dan ramah lingkungan untuk menangani sampah secara efisien.

Di tengah situasi darurat sampah, teknologi autothermix muncul sebagai solusi modern dan ramah lingkungan untuk menangani sampah secara efisien.
Diskusi bertajuk “Inovasi Teknologi Pemusnah Sampah Autothermix” menghadirkan Ir. Budi Permana (nomor 2 duduk dari kanan), Direktur Utama PT Tohaan Renewable Energy Engineering (TREE), sebagai narasumber utama. (Dok CTIS)

Teknologi ini menjadi topik utama dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS) Rabu (25/6/2025). Diskusi bertajuk “Inovasi Teknologi Pemusnah Sampah Autothermix” menghadirkan Ir. Budi Permana, Direktur Utama PT Tohaan Renewable Energy Engineering (TREE), sebagai narasumber utama.

Menurut Budi, autothermix adalah teknologi pemusnah sampah berbasis autothermal, yang bekerja tanpa pembakaran terbuka dan tanpa bahan bakar tambahan. Prosesnya memanfaatkan syngas, gas hasil dekomposisi termal sampah, untuk menjaga suhu reaksi tetap tinggi dan stabil.

“Teknologi ini tidak menggunakan bahan bakar fosil, tidak menghasilkan fly ash, dan memiliki emisi sangat rendah berkat sistem pemisahan polutan yang canggih,” jelasnya.

Autothermix bekerja dengan prinsip dekomposisi termal tertutup pada suhu di atas 900°C, dengan minim oksigen, sehingga tidak ada nyala api seperti pada incinerator. Teknologi ini juga menerapkan sistem isokinetik, yang memastikan kecepatan gas dan partikel tetap stabil untuk memaksimalkan pemisahan polutan.

“Inilah yang membedakan autothermix dari incinerator konvensional yang berisiko menghasilkan dioksin, furan, dan fly ash berbahaya,” tambahnya.

Di tengah situasi darurat sampah, teknologi autothermix muncul sebagai solusi modern dan ramah lingkungan untuk menangani sampah secara efisien.
Autothermix bekerja dengan prinsip dekomposisi termal tertutup pada suhu di atas 900°C, dengan minim oksigen, sehingga tidak ada nyala api seperti pada incinerator. (Dok Pemkot Bandung)

Autothermix mampu mengolah berbagai jenis sampah campuran seperti plastik, kertas, dan limbah organik dengan kapasitas mulai dari 1 ton hingga 10 ton per hari. Teknologi ini tidak cocok untuk sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun), namun sangat ideal untuk kawasan permukiman padat.

Budi menjelaskan bahwa teknologi ini telah dioperasikan di sejumlah daerah, seperti Serang (Banten), Bandung (Jawa Barat), dan Denpasar Barat (Bali). Di Denpasar, autothermix berkapasitas 1 ton per hari telah terpasang di lingkungan permukiman.

Dari sisi ekonomi, Budi menegaskan bahwa teknologi ini layak secara bisnis. Untuk DKI Jakarta, misalnya, kebutuhan opex tahunan sekitar Rp1,3 triliun dapat ditutup dari realokasi APBD yang selama ini dialokasikan untuk TPA, RDF, dan transportasi sampah, ditambah potensi carbon credit sebesar Rp292 miliar per tahun.

“Proyek ini bahkan berpotensi menghasilkan surplus kas daerah,” ujarnya optimistis.

Di tengah situasi darurat sampah, teknologi autothermix muncul sebagai solusi modern dan ramah lingkungan untuk menangani sampah secara efisien.
Di Denpasar, autothermix berkapasitas 1 ton per hari telah terpasang di lingkungan permukiman wilayah Kecamatan Denpasar Barat. (Dok PT TREE)

Teknologi serupa telah banyak digunakan di negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman dalam skema waste-to-energy. Di Indonesia, autothermix mulai dilirik sebagai solusi jangka panjang untuk krisis sampah perkotaan.

Dengan keunggulan efisiensi, rendah emisi, dan tidak membutuhkan lahan penimbunan, autothermix diyakini menjadi alternatif masa depan dalam pengelolaan sampah nasional yang lebih berkelanjutan. ***