Categories
Domestic S&T News

Ketahui ‘Sangkuriang Sakti’, Target Indonesia Tangguh Bencana 2045

Tahun 2024 ini merupakan peringatan 20 tahun terjadinya  bencana tsunami terbesar di Samudera Hindia, tepatnya pada 26 Desember 2004.  Tsunami yang dipicu gempa  sesar aktif di dasar laut Pantai Barat Sumatera, berkekuatan 9,1 Skala Richter,  menerjang wilayah daratan Aceh dan dampaknya hingga Thailand, Bangladesh, bahkan sampai Madagaskar di Afrika Timur. Diperkirakan, bencana tsunami tadi  menelan korban lebih dari  230.000 jiwa.

Selama 20 tahun terakhir, telah banyak upaya dilaksanakan Pemerintah dan masyarakat untuk memitigasi dan mempersiapkan diri bila bencana sebesar itu kembali muncul.  Indonesia terus meningkatkan kemampuan tangguh bencananya (disaster ressilience) agar bisa mengurangi resiko bencana hingga seminimal mungkin.  Para ahli menskenariokannya menggunakan metoda  delphi dan scenario planning, untuk memproyeksikan Indonesia sebagai Negara Tangguh Bencana pada tahun 2045.

Sangkuriang Sakti, semua aspek teknologi dan sosial berkumpul memberikan solusi penanganan bencana. Inilah sasaran Indonesia Tangguh Bencana 2045,
Kanan ke Kiri) Onny B.Bintoro MBA, Dr.Idwan Soehardi dan Dr.Agustan pada Diskusi TASDA Untuk Teknologi Kebencanaan, di CTIS Jakarta, 10 Januari 2024.

Hasil kajian para ahli dalam bentuk  Trend Assessment and Scenario Development Analysis (TASDA) untuk tangguh bencana 2045 dipaparkan oleh Onny Bintoro MBA, anggota Institute of Electronic & Electrical Engineering (IEEE) USA  dan Dr. Agustan, Ketua Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) pada diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), yang di pandu Dr. Idwan Soehardi, Ketua Komite Kebencanaan CTIS, Rabu 10 Januari 2024.

Pertama yang digarap didalam TASDA adalah menerapkan metoda Delphi  guna memperoleh topik topik isu terkait dengan kebencanaan dan kondisi yang mungkin terjadi hingga beberapa tahun ke depan.

Setelah konsensus tentang topik dicapai, maka masuk pada tahapan TASDA berikutnya yaitu menyusun Skenario Perencanaan (Scenario Planning) dengan membuat grafik garis X horisontal yang merepersentasikan “Teknologi”, garis Y vertikal yang merepresentasikan “Sosial”, sehingga lewat kedua garis tadi terbagilah empat kwadran.  Yaitu kwadran I di kiri atas, kwadran II di kanan atas, kwadran III di kiri bawah dan kwadran IV di kanan bawah.

Sumbu persilangan garis X dan Y merepresentasikan kondisi tangguh bencana saat ini, sedang kondisi pada kwadran terluar merepresentasikan kondisi ketangguhan bencana Indonesia pada tahun 2045. Semua isu kebencanaan yang diperoleh dari hasil metoda Delphi diperbandingkan berkaitan dengan aspek “Teknologi” dan aspek “Sosial” nya.  Dr. Agustan kemudian memasukan semua aspek “Sosial” dan aspek “Teknologi” ke dalam empat kwadran tadi.

Sangkuriang Sakti, sebuah metode semua aspek teknologi dan sosial berkumpul untuk memberikan solusi penanganan bencana tsunami
Tsunami di Aceh 26 Desember 2004 yang menyapu bersih bangunan dan tersisa satu masjid. (Dok BNPB)

Empat jenis bencana yang dikaji adalah bencana hidrometerologi, bencana  geologi, bencana lingkungan dan bencana gagal teknologi. Sedang teknologi yang dimasukkan kedalam kwadran mencakup: teknologi pangan, teknologi energi, teknologi material, Internet of  Things (IoT), Big Data Analysis, Artificial Intelligence (AI), Cloud Computing dan Pengembangan Sumberdaya Manusia.

Berbagai analisis dan perhitungan TASDA menghasilkan empat kesimpulan, yaitu: 1) “Sangkuriang Pasrah”, dimana semua aspek sosial dan teknologi terhimpun di kwadran III, artinya baik dari aspek sosial maupun aspek teknologi Indonesia sangat rentan terhadap kebencanaan, 2) “Sangkuriang Lesu”, dimana semua aspek sosial dan teknologi terhimpun di Kwadran IV, artinya Indonesia sudah menguasai aspek teknologi penanggulangan bencana namun belum tersosialisasikan kepada masyarakat.

3) “Sangkuriang Gaptek”, artinya semua aspek sosial dan aspek teknologi berkumpul di Kwadran I, yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat sadar akan bencana, namun lemah dalam penguasaan teknologinya. Ini tugas para ilmuwan dan teknolog untuk bekerja lebih keras.

Sedang kesimpulan  keempat adalah Sangkuriang Sakti, dimana semua aspek teknologi dan sosial berkumpul di Kwadran IV.  Inilah sasaran Indonesia Tangguh Bencana 2045, memperlihatkan masyarakat yang sangat sadar, terdidik dan terlatih menangani bencana secara baik, didukung iptek yang mutakhir.

Melalui TASDA maka berbagai simulasi perencanaan kedepan perlu disusun, termasuk pengembangan sumberdaya manusianya, dari menyusun kurikulum pendidikan tangguh bencana dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah, hingga penyusunan kurikulum dan bidang bidang jurusan di perguruan tinggi yang berkaitan dengan kebencanaan.

Sangkuriang Sakti menjadi pola metode penanganan bencana melibatkan teknologi dan sosial
Relawan kebencanaan mengevakuasi korban gempa tsunami di Palu. (Dok BNPB)

Ke depan, CTIS sepakat untuk turut mensosialisasikan beragam iptek kebencanaan tadi, menyodorkan kajian TASDA, termasuk memanfaatkan wahana Podcast CTIS, mensukseskan Pameran Kebencanaan Internasional yang akan digelar pada September 2024, serta turut mensukseskan Peringatan 20 Tahun Bencana Tsunami pada 26 Desember 2024. ***

Sumber: https://agroindonesia.co.id/ketahui-sangkuriang-sakti-target-indonesia-tangguh-bencana-2045/

Categories
Domestic S&T News

Potensi Pembangkit Listrik Biomassa Skala Kecil, Ramah Lingkungan dan Lebih Murah

Ada 5.200 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Indonesia, berbahan bakar minyak solar.  Ini perlu di de-dieselisasi menggunakan ragam energi baru terbarukan (EBT), termasuk energi biomasa.

Ahli-ahli Indonesia telah mampu merancang-bangun pembangkit pembangkit listrik sekala kecil, antara 7 – 10 Megawatt, dengan bahan bakar gas, batubara, panas bumi dan biomasa.

Sedang PLN telah memprioritaskan program de-dieselisasi untuk 200-an PLTD di Kawasan Timur Indonesia dengan EBT, yang harga bahan bakarnya lebih murah dibanding harga minyak solar, serta lebih ramah lingkungan.

Program ini juga dapat dipakai untuk menghidupkan kembali pabrik boiler, pabrik turbin, dan pabrik generator di tanah air yang pernah mencapai puncak produksi di dekade 1990-an lalu.

Itulah butir butir hasil diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) Selasa, 14 November 2023.

Dari 120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman
Para Ahli Pembangkit Listrik Indonesia – Finlandia pada Disuksi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Selasa 14 November 2023 lalu.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Ketua Komite Energi CTIS, Dr. Unggul Priyanto, tampil sebagai pembicara para perancang-bangun pembangkit listrik Andhika Prastawa, Arie Rahmadi dan Arli Guardi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mereka telah merancang bangun pembangkit listrik sejak tahun 2001, saat masih bergabung di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Sejak 2001, mereka telah merancang-bangun 12 pembangkit listrik, diantaranya, PLTU di Kaltim 2 X 7 Megawatt, lalu ada PLTU Lombok 2 X 25 MW,  ada juga Pembangkit Listrik 1 X 65 Megawatt milik PT Semen Indonesia di Sulawesi, PLT Gas 210 MW di Balaraja, Banten, PLT Panas Bumi 1 X 60 Megawatt di Patuha Jawa Barat.

Juga pembangkit listrik sekala kecil, 7 – 10 Megawatt, seperti yang di Sangatta, Kalimantan Timur, serta  PLTU 2 X 10 MW di Ketapang, Kalimantan Barat, Tahun 2003.

Atas permintaan PT. PLN, para ahli pembangkit listrik BRIN ini juga mulai merancang PLT biomassa sekala kecil, dengan prioritas pertama dibangun di Tobelo, Maluku Utara, berskala 7 Mega Watt.  Ini merupakan upaya awal untuk mengganti PLTD dengan PLT Biomassa.

Pada acara diskusi, juga tampil sebagai pembicara Dr. Ari Koko, Direktur R & D Valmet Finland dan Rushikesh Dikule, Perwakilan Valmet di Indonesia.

120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE) guna mendukung program EBT biomassa.
PLTBM Siantan. Sumber : PT. PLN

Tim Valmet ini menerangkan bahwa Dunia sekarang bergerak ke arah EBT, sebagai contoh, 85% bauran energi pembangkit listrik di Finlandia menggunakan energi biomassa,  padahal luas hutannya hanya 22,8 juta hektare (ha) saja. Bauran energi di Swedia mencapai 60% energi biomasa untuk  pembangkit listriknya, dengan luas hutan 28 juta ha.

Sedang dari 120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE) guna mendukung program EBT biomassa. Termasuk di dalamnya program  co-firing biomassa, yaitu mencampur 95% batubara dengan 5% serpih kayu sebagai pasokan PLTU.

Valmet, Finlandia telah membangun 10 Pembangkit Listrik berbahan baku campuran, batubara dan serpih kayu di Indonesia.

Mengingat potensi pembangkit listrik di Indonesia menggunakan energi biomassa sangatlah besar, para ahli pembangkit listrik Indonesia mengharapkan kiranya ada program kerjasama Valmet Finlandia dan BRIN Indonesia untuk membangun PLT Biomassa, sekaligus menghidupkan kembali pabrik-pabrik boiler di Indonesia seperti PT. Barata dan PT. Boma Bisma Indra, serta pabrik pabrik turbin, seperti Nusantara Turbine, Pindad, dan PT PAL.

Saat ini, mobilisasi pendanaan internasional untuk Green Energy tidaklah  trelalu sulit, karena Dunia sedang mengarah pada Transisi Energi yang berkaitan dengan Perubahan Iklim.  Indonesia juga mendapatkan sumber dana hingga 20 miliar dolar AS melalui Program Just Energy Transition Partnerhsip (JETP) yang diluncurkan saat KTT G-20 di Bali pada November 2022 lalu.

Untuk pertama kalinya, Provinsi Kalimantan Barat memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm). PLTBm yang terletak di Desa Wajok Hulu, Kecamatan Siantan, Kab. Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Dok ESDM

Tentunya ini bukan hibah, namun perlu dibuat paket komponen hibah untuk pelatihan, paket pinjaman bunga rendah untuk alih teknologi pembangunan pembuatan Pembangkit Listrik di dalam negeri melalui peningkatan kandungan lokal secara bertahap, hingga  alokasi dana untuk mempekerjakan para ahli dan konsultan dalam negeri sendiri dalam tahapan pembuatan studi kelayakan, pembuatan  detail engineering design, hingga kegiatan pengawasan pembangunan proyek.

Para peserta diskusi sepakat  kiranya pola ini dapat dicobakan pada pembangunan PLT Biomassa di Tobelo Maluku Utara yang saat ini tengah digarap. ***

Sumber : https://agroindonesia.co.id/potensi-pembangkit-listrik-biomassa-skala-kecil-ramah-lingkungan-dan-lebih-murah/

Categories
Domestic S&T News

Pakar Telematika CTIS Paparkan Cara Efektif Cegah Serangan Siber, Ingatkan Penerapan Regulasi

Akhir-akhir ini, Indonesia digemparkan dengan berbagai pembobolan data nasional, seperti serangan Ransomware terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).  Juga ada dugaan pembobolan sekitar 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) warga Indonesia oleh Bojrka.

Pakar informatika dan telematika dari Center for Technology & Information Studies (CTIS), yang juga mantan Dirjen di Kementerian Komunikasi dan Informatika Dr Ashwin Sasongko, mengungkapkan, sebenarnya beragam regulasi untuk membendung serangan siber sudah  disiapkan oleh Pemerintah. Tujuannya agar data Nasional tidak dengan mudah dibobol oleh para peretas data di internet.

Dalam paparannya tentang “Tata Kelola Keamanan Siber”, Rabu, 25 September 2024 di CTIS, Ashwin menegaskan bahwa serangan siber dan serangan terhadap internet dapat dilakukan, baik oleh Pemerintah Asing, Militer Asing, Teroris maupun kriminal. Targetnya bisa perangkat keras maupun perangkat lunak komputer, melalui malware dan virus.

keamanan siber harus dipayungi dengan regulasi
Dr.Ashwin Sasongko (No.2 dari kiri) pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) tentang Tata Kelola Keamanan Siber, Rabu 25 September 2024 /

Serangan juga bisa dilakukan dengan cara menyebar berita bohong (hoax), berita ancaman, pornografi, judi online hingga memasukkan metoda “Post Truth”, yang intinya menyerang pola pikir masyarakat melalui penyebaran persepsi dan “reframing” sesuai yang dikehendaki oleh sang penyerang.  Oleh karena itu, diperlukan pertahanan yang mumpuni terhadap berbagai serangan siber. Menurut Ashwin, Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyiapkan benteng penangkal serangan siber tadi melalui beragam regulasi.

Pada tahun 2013, Badan Standarisasi Nasional (BSN) menerbitkan Standard Nasional Indonesia (SNI) SNI 27001, yang merupakan Sistem Manajemen Keamanan Informasi. SNI ini berupa panduan dan syarat syarat untuk membuat, menerapkan, melaksanakan, mengelola resiko, memelihara dan mendokumentasikan Sistem Manajemen Keamanan Informasi. Saat ini, hampir semua jaringan internet di Indonesia dikelola oleh Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN), sebuah perusahaan di AS ysng mengatur beragam protokol di internet.  Ini berarti, semua  komunikasi dan informasi melalui cyberspace di Indonesia selalu dipantau oleh ICANN.

keamanan siber atau cyber security sebuah hal mutlak dan memiliki payung hukum.
dok Freepik

Kemungkinan internet tadi dibobol juga sangat  mungkin.  Padahal, pengamanan internet yang paling sederhana, yang dikenal dengan Domain Name System Security Extensions (DNSSEC), juga telah tersedia.  Sayangnya, banyak jaringan internet Pemerintah di Indonesia belum memasang DNSSEC dan belum mendaftarkannya.  Alhasil, akan sangat mudah dibobol pula.

Mengingat SNI 27001 sudah diadopsi sebagai  Sistem Manajemen Keamanan Informasi, melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 4 tahun 2016, maka Ashwin menyaranan kiranya regulasi tadi mulai diterapkan.  “Yang paling mudah adalah memasang DNSSEC pada sistem internet masing masing instansi dan mendaftarkannya.  Kemudian, kiranya masing masing instansi membangun sistem intranet sendiri di masing masing instansi,” katanya.

Apabila sistem intranet tadi akan berhubungan dengan jaringan internet di dalam ICANN maka harus melewati “gateway” yang sudah ditentukan dan teramankan.  Hal-hal diatas juga diamini oleh Komandan Satuan Siber TNI, Brigjen Ari Yulianto, yang menyampaikan bahwa saat ini sedang disusun Angkatan Siber TNI, guna melengkapi Angkatan yang sudah ada, yaitu TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU.  Tentunya untuk aspek pertahanan siber ini harus melibatkan semua potensi masyarakat.  Pepatah berbunyi:”The Best Defense is Offense”, ini berarti bahwa selain bertahan, juga harus siap menyerang.  Tidak terkecuali di dunia cyberspace.   ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1788625594/pakar-telematika-ctis-paparkan-cara-efektif-cegah-serangan-siber-ingatkan-penerapan-regulasi?page=all&utm_source=social__share&utm_medium=social__share

Categories
Domestic S&T News

Teknologi Digital Dongkrak Potensi Ekonomi Kreatif, CTIS Bahas Perlunya Dukungan Regulasi

Ekonomi kreatif memiliki potensi yang besar di tanah air. Pada tahun 2022 lalu, sektor ekonomi kreatif mampu menyumbang devisa ekspor hingga 26,9 miliar dolar AS dan membuka sekitar 24 juta lapangan kerja.

Dengan memasukkan teknologi digital kedalamnya maka diperkirakan potensi sebesar 130 miliar dolar AS dapat diraup dari sektor ekonomi kreatif pada tahun 2025. Potensi tersebut perlu diperkuat  dukungan regulasi yang lebih antisipatif terhadap perkembangan teknologi digital yang amat pesat.

Terutama dukungan regulasi yang berkaitan dengan paten, hak cipta, hak atas kekayaan intelektual dan regulasi anti pembajakan desain produk guna melindungi para inventor, designer, komposer dan kreator.

Itulah butir butir hasil diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 18 Oktober 2023.

Diskusi yang dipandu Ketua Komite Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK) CTIS, Dr. Ashwin Sasongko, menampilkan Dr. M. Neil El Himam, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang pernah bertugas di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai pakar teknologi digital.

potensi ekonomi kreatif di indonesia cukup besar dan membuka banyak lapangan kerja
Teknologi digital menyumbang potensi ekonomi kreatif yang sangat besar. (Dok Freepik)

Neil Himam memaparkan angka-angka yang sangat menjanjikan.  Sesuai UU No.24 tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif, terdapat 17 Sub-Sektor Ekonomi Kreatif, dari kuliner, fashion, musik, film hingga game, arsitektur, kriya dan desain produk.  Data tahun 2021, PDB sub-sektor ekonomi kreatif Nasional mencapai 7,24% dengan sumbangan lima besar datang dari kuliner sebesar Rp478 triliun, fashion Rp210 triliun, kriya Rp174 triliun, televisi & radio Rp129 triliun dan penerbitan Rp73 triliun.

Adanya  370 juta telepon seluler yang dipakai di Indonesia, terdapat  210 juta pengguna internet ditanah air, serta memiliki 2 Decacorn dan 13 Unicorn maka Indonesia menjadi tujuan investasi ekonomi digital terpopuler di Asia, dengan proyeksi pertumbuhan mencapai 130 miliar pada tahun 2025.

Memang,  perkembangan teknologi digital melaju pesat dan mampu menerobos tata batas negara.  Sebagai contoh, perusahaan teknologi digital di Bandung mampu membuat Hybrid Integrated Circuit System (HICS) pesanan Badan Antariksa & Aeronautika AS – NASA.

Juga perkembangan berbagai budaya teknologi digital, seperti bahasa daerah digital , musik daerah digital dan video tentang budaya di masing masing daerah, lalu kesemuanya dimasukkan ke Youtube untuk dinikmati oleh para penggemarnya Neil mencontohkan tentang bahasa Jawa yang sudah ditransformasikan menjadi bentuk digital, lalu dimasukkan ke media Youtube, saat ini sudah di “hits” 80 juta orang.  Oleh sebab itu, peran regulasi menjadi sangat penting untuk melindungi beragam karya teknologi digital anak bangsa tadi.

teknologi digital telah menyumbang koneksi antara perguruan tinggi dengan industri
Peran penting Transfer Technology Office dalam mempertemukan kemampuan universitas dan tuntutan industri. (dok ITS)

Anggota CTIS, Dr. Idwan Soehardi, juga mengingatkan agar lembaga-lembaga litbang dan inovasi membentuk semacam Technology Transfer Office (TTO) di instansi masing-masing guna menghilirisasikan  hasil-hasil riset ke industri.

Unit semacam ini juga bisa berperan sebagai wahana untuk mempromosikan hasil hasil riset lembaga lembaga tadi ke industri. Menindaklanjuti diskusi,  maka dalam waktu dekat Kedeputian Ekonomi Digital dan Produk Kreatif  Kemenparekraf, bersama CTIS akan menggelar kegiatan Focus Discussion Group (FDG) tentang Digital Museum dalam rangka menginventarisasi dan melestarikan budaya dan artefak milik bangsa yang sudah berusia ribuan tahun guna mendukung  industri pariwisata. ***

Sumber : https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1787264754/teknologi-digital-dongkrak-potensi-ekonomi-kreatif-ctis-bahas-perlunya-dukungan-regulasi

Categories
Domestic S&T News

Teknologi dan Aplikasi Drone Makin Berkembang di Indonesia, CTIS Bahas Soal Regulasi

Teknologi pesawat tanpa awak atau yang lebih dikenal sebagai Drone, berkembang amat pesat dan harganya pun sudah semakin terjangkau.

Industri yang berkembang tidak hanya pada rancang-bangun pesawatnya semata. Tetapi juga pada industri aplikasi dan perangkat lunaknya, antara lain untuk mendukung industri perkebunan, pertambangan, migas dan kehutanan.

Namun regulasi penerapan teknologi drone masih belum jelas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Dunia, mengingat hingga saat ini Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization – ICAO) belum menetapkan regulasi tentang penggunaan Drone.

Itulah butir butir kesimpulan Diskusi Teknologi Drone dan Aplikasinya di Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu 1 November 2023.

Berbicara pada Komite Teknologi Penerbangan CTIS adalah Ir. Heru Gunawan, insinyur penerbangan lulusan Sup-Aero, Perancis yang juga Ketua Yayasan Masyarakat Teknologi Penghijauan.

teknologi drone telah dikuasai para peneliti di Indonesia.
Ir.Heru Gunawan (No.6 dari Kiri) Pakar Teknologi Drone, pada Diskusi di Centerfor Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 1 November 2023. /CTIS/

Dalam Disuksi yang dimoderatori Professor Anton Adibroto dari CTIS, muncul data pasar drone dunia pada tahun 2023 mencapai 37,5 miliar dolar AS. Sebesar 80% diantaranya ada di bidang jasa aplikasi, pasar teknologi drone-nya menguasai pangsa 16% , sedang pangsa pasar pengembangan perangkat lunaknya mencapai 4% saja. Pertumbuhan pasar teknologi dan aplikasi drone dunia diproyeksikan mencapai 7,1% pertahun, sehingga pasar Dunia akan menembus 54,6 miliar dolar AS pada tahun 2030. Tentu sebagian dari pasar tadi akan ditangkap Indonesia. Ini menjadi peluang. Heru memperlihatkan ragam aplikasi yang juga sudah mulai digunakan di Indonesia, seperti di bidang perkebunan sawit maupun di hutan tanaman industri.

Selain untuk memantau pertumbuhan pohon per pohon, teknologi drone juga dipakai untuk menebar pupuk, untuk menanam benih dengan cara ditembakkan ke tanah, serta untuk untuk memprediksi volume hasil panenan. Karena yang dipantau dan diinventarisasi adalah pohon per pohon, antara pohon yang sehat dengan potensi hasil panen maskimal, maupun pohon yang tidak sehat, maka bisa diprakirakan potensi hasil panen minimal. Semua data tadi masuk ke “Big Data” untuk kemudian dianalisis guna memproyeksikan harga komoditas tadi hingga prakiraan permodalan dari perbankan, serta prakiraan harga komoditas tadi di pasar modal.

Aplikasi drone di sektor pertambangan diperlihatkankan Heru Gunawan pada eksplorasi geologi permukaan, seperti penggunaan kamera video, sensor infrared multi-spektral dan sensor Light Detection & Ranging (LIDAR), hingga eksplorasi bawah permukaan dengan menggunakan sensor Ground Penetrating Radar (GPR), airborne magnetic survey hingga gamma ray spectrometric survey.

teknologi drone menghasilkan drone wulung yang telah diluncurkan 2024
Uji coba penerbangan perdana drone Wulung di Lapangan Udara Suparlan Batujajar, Padalarang Bandung Barat, 14 Maret 2025. (dok BRIN)

Lewat teknologi drone di pertambangan tadi dapat dihitung seberapa besar timbunan bahan tambang yang ada, seberapa luas wilayah yang sudah ditambang hingga pemantauan kegiatan reklamasi wilayah pertambangan. Untuk pemantauan suatu wilayah dari ketinggian, dapat digunakan Tethered Drone yang bekerja 24 jam non-stop, dengan menerbangkan drone rotor vertikal, lalu drone dihubungkan dengan kabel di darat untuk terus memasok daya baterai, sekaligus merekam gambar dan informasi guna disalurkan ke basis data di darat.

Mengingat operasional drone komersial yang saat ini hanya menjangkau ketinggian 150 meter, maka belum ada regulasi yang mengatur benda terbang hingga ketinggian tadi. Melihat semakin maraknya aplikasi drone, maka seluruh negara anggota ICAO, termasuk Indonesia, perlu duduk bersama guna menetapkan regulasi umum penggunaan drone, dengan mengedepankan faktor keamanan dan keselamatan, yang nantinya dapat dipakai sebagai rujukan pembuatan regulasi di masing masing negara anggota ICAO.

teknologi drone
pembuatan drone. (Dok BRIN)

Pakar Penerbangan Universitas Bina Nusantara (BINUS), yang juga mantan ahli penerbangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dr. Jarot Suroso, memperlihatkan ragam drone rotor karya civitas academica BINUS yang siap diterapkan diberbagai sektor pembangunan di tanah air. Direncanakan, dalam waktu dekat program hilirisasi drone di Universitas BINUS akan diusulkan untuk mendapatkan dana riset dari Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP). ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1787320616/teknologi-dan-aplikasi-drone-makin-berkembang-di-indonesia-ctis-bahas-soal-regulasi?page=3

Categories
Domestic S&T News

Menuju Net Zero Emission 2060, Biomassa dan Biofuel Dukung Transisi Energi

Tahun 2015 lalu, di Paris, Perancis, Presiden Joko Widodo mewakili Indonesia, bersama para Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dari seluruh Dunia, menandatangani Perjanjian Paris Untuk Perubahan Iklim.  Kala itu, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan akan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, atau lebih cepat.  Mulai saat itu, proses transisi energi dari energi berbahan baku fosil menuju energi baru dan terbarukan (EBT) mulai berjalan.

Dalam diskusi di Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 14 Agustus 2024,  Dr Unggul Priyanto, Ketua Komite Energi CTIS, yang juga mantan Kepala Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi (BPPT), memaparkan tentang Prospek dan Tantangan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan.  Bertindak sebagai moderator, Ketua Komite Aeronautika dan Teknologi Penerbangan CTIS, Professor Anton Adibroto.

diskusi di Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 14 Agustus 2024,  Dr Unggul Priyanto, Ketua Komite Energi CTIS, yang juga mantan Kepala Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi (BPPT) (kelima dari kiri), memaparkan tentang Prospek dan Tantangan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan.  

Menurut Unggul, yang alumnus ITB dan Kyushu University-Jepang, Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, seperti energi hidro, panas bumi, fotovoltaik, biomassa, energi angin, biofuel, bahkan potensi energi nuklir, energi dari limbah dan energi batubara berteknologi Carbon Capture Storage (CCS).

Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan akan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060
PLTB Sidrap 1 dengan kapasitas 75 MW dari total 30 turbin, listrik yang dihasilkan dapat mengaliri kurang lebih 67.000 s.d 72.000 pelanggan listrik.(Dok PLN)

Oleh sebab itu, peta jalan transisi energi menuju net zero emission Indonesia 2060 perlu disusun dan diimplementasikan.  Tentu prioritas yang perlu dibangun adalah penerapan EBT dengan potensi besar seperti panas bumi, hidro, nuklir dan batubara CCS, kesemuanya ini mencakup 80%.  Sedang 20% lainnya diperoleh dari energi angin, fotovoltaik, biomassa, biofuel dan kedepannya menerapkan energi hidrogen.

Dalam peta jalan transisi energi ini, telah disepakati penghentian pemberian izin pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan baku batubara pada tahun 2030 dan sudah dimulai proses penghapusan operasionalisasi PLTU batubara secara bertahap.

Dalam jangka pendek, PLTU-PLTU batubara dicampur dengan bahan baku biomassa, antara 5 – 10%, melalui proses Co-firing.  Juga penggunaan biofuel untuk campuran BBM ditingkatkan hingga 35%, menggunakan bahan baku minyak sawit.  Disamping itu, penggunaan mobil listrik digencarkan.

Pada kurun 2031 – 2035, selain meningkatkan campuran biofuel dalam BBM hingga 40% dan kendaraan listrik digunakan secara masif, maka penerapan energi hidrogen untuk transportasi mulai pula digencarkan. Saat ini sudah tersedia satu Stasiun Pengisi Bahan Bakar Gas Hidrogen di Ibukota Jakarta dan rencanakan dalam waktu dekat siap beroperasi lagi 13 Stasiun Pengisi Gas Hidrogen lainnya di wilayah Jabodetabek.

Stasiun Pengisian Hidrogen Hijau pertama resmi beroperasi. (dok ESDM)

Pada kurun tahun 2035 – 2040, direncanakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sudah mulai beroperasi di Indonesia, diawali dengan pembangkit berkekuatan 250 MW.  Ditargetkan, pada kurun tahun 2041 – 2050 bauran energi di Indonesia sudah didominasi oleh EBT, termasuk telah tersedia energi Green Hydrogen.  Pada kurun tahun 2051 – 2060, ditargetkan semua listrik sudah dihasilkan dari PLT EBT, dan emisi tersisa tinggal 129 juta ton CO2 saja.

Potensi tenaga air di Nusantara mulai direalisasikan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), seperti PLTA Kayan di Provinsi Kalimantan Utara dengan pembangkit sebesar 9.000 MW.

Lalu ada PLTA Mentarang di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara dengan pembangkit sebesar 1.375 MW, PLTA Nunukan di Kalimantan Utara dengan pembangkit sebesar 250 MW, PLTA Bahao, 1375 MW di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, serta PLTA Mamberamo I, 6630 MW dan PLTA Mamberamo II, 995 MW, keduanya di Papua.  Diharapkan, dengan terbangunnya PLTA-PLTA tadi, maka kawasan kawasan industri baru akan muncul di Indonesia Bagian Timur.

Dalam tahapan transisi energi menuju EBT ini, Unggul menyampaikan saran dan harapan, kiranya industri pembangkit listrik tenaga surya, baterai listrik dan panel fotovoltaik di dalam negeri agar bisa segera dibangun sehingga kandungan lokal pada produk-produk EBT listrik surya di tanah air ini bisa semakin meningkat.

Ia juga mengharapkan kiranya penerapan energi nuklir agar diberikan porsi lebih besar dengan dukungan teknologi PLTN mutakhir, mengingat hingga saat ini harga listrik produk PLTN adalah yang paling murah dibanding dengan Pembangkit Listrik Pembangkit Listrik dengan bahan baku EBT lainnya. ***

sumber : https://agroindonesia.co.id/menuju-net-zero-emission-2060-biomassa-dan-biofuel-dukung-transisi-energi/

Categories
Domestic S&T News

17 Tahun Para Ahli Indonesia-Tiongkok Menguak Fenomena Ilmiah Laut Indonesia

Dari segi sains dan teknologi kelautan, wilayah perairan Indonesia sangat kaya dengan ragam topik riset yang bisa dikerjasamakan guna mendapatkan berbagai temuan-temuan ilmiah tentang kelautan dunia.

Beberapa fenomena iptek kelautan di perairan Indonesia yang bisa mendunia, antara lain Arus Lintas Indonesia (Arlindo), Segitiga Terumbu Karang, Indian Ocean Dipole (IOD), kolam panas pemicu variabilitas iklim El Nino dan La Nina, proses upwelling di laut tempat ikan berkumpul, juga prediksi cuaca monsoon dan pemantauan gempa di laut, serta tsunami.

Kerja sama iptek kelautan Indonesia – Tiongkok sudah dimulai sejak tahun 2006 lalu, dan sudah banyak hasil riset yang bisa dihilirisasi.  Ke depannya, diprakirakan kerja sama riset kelautan Indonesia – Tiongkok dapat ditindaklanjuti melalui revitalisasi Indonesia – China Center for Ocean Climate yang dibentuk tahun 2012 lalu.

Di samping itu, kerja sama pengembangan kapasitas sumber daya manusia Indonesia dan Tiongkok melalui program Master dan Doktor, ekspedisi kelautan bersama, serta penerapan hasil hasil riset kelautan yang sudah terhimpun untuk program perubahan iklim global di laut, implementasi keanekaragaman hayati laut, ilmu perikanan dan ekonomi biru guna kemaslahatan penduduk Indonesia dan Tiongkok.

Demikian kesimpulan diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) dengan topik ‘Kerjasama Kelautan Indonesia – Tiongkok Untuk Pemantauan Iklim Laut, ,Rabu 18 September 2024

Kerja sama iptek kelautan Indonesia – Tiongkok sudah dimulai sejak tahun 2006 lalu, dan sudah banyak hasil riset yang bisa dihilirisasi. 

Berbicara pada diskusi adalah Professor Weidong Yu dari Sun Yat Sen University, Zhuhai, China, sedang bertindak sebagai moderator adalah Dr Marina Frederik, ahli geofisika Laut BRIN.

Professor Yu menyampaikan bahwa sejak kerja sama iptek kelautan Indonesia – Tiongkok ditandatangani, antara First Institute of Oceanography (FIO), China’s State Oceanic Administration (SOA), dengan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada 2006 lalu hingga tahun 2024 ini telah digelar 6 proyek proyek riset antara kedua negara.

Proyek riset pertama tentang:”South China Sea and Indonesian Seas Throughflow and its Impacts on Fish Seasonal Migration (SITE)”, menggunakan kapal riset Baruna Jaya BPPT, guna mengkaji peran Arus Lintas Indonesia (Arlindo) terhadap migrasi ikan dan kumpulan ikan di Perairan Laut China Selatan dan di Perairan Indonesia, mengingat fenomena Arlindo menegaskan bahwa arus laut bergerak dari Samudera Pasifik, melewati Kepulauan Nusantara menuju Samudera Hindia, ini berdampak pada pola migrasi ikan.

 Arus Lintas Indonesia (Arlindo) terhadap migrasi ikan dan kumpulan ikan di Perairan Laut China Selatan dan di Perairan Indonesia
Jalur Masuk ARLINDO
(sumber: The Geological Society of London)

Proyek Riset kedua tentang: “The Java Upwelling Variations and Impacts on Seasonal Fish Migration” pada tahun 2007 menggunakan kapal riset Baruna Jaya milik BPPT. Riset ini mempelajari tentang naiknya khlorofil dari dasar laut, yang merupakan sumber pakan ikan, sehingga dapat dipantau wilayah kaya ikan, serta migrasi ikan di perairan Indonesia.

Proyek Riset III tentang:”Monsoon Onset Monitoring in the Tropical Eastern Indian Ocean and its Social and Ecological Impacts”, tahun 2010.  Pada ekspedisi ini mulai dipasang pelampung-pelampung bouy di Samudera Hindia, sebelah Barat Sumatera.

Pada 23 Maret 2012, disaksikan Presiden SB Yudhoyono dan Presiden Tiongkok Hu Jintao, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Cicip S.Soetardjo dan mitranya dari Tiongkok menandatangani pembentukan Indonesia – China Center for Ocean and Climate (ICCOC).

Menurut Professor Yu, keberadaan lembaga ini semakin memacu kerjasama iptek kelautan antara dua negara tadi.  Berbagai kegiatan riset bersama yang digelar, antara lain: Proyek “Response of Marine Hazards to Climate Change in the Western Pacific (ROSE)”.  Lalu ada proyek:” Marine Biotechnology and Biodiversity Joint Study”, juga proyek: “Joint Observation Station in Badong, West Sumatra” dan proyek:  Eastern Indian Ocean Geology and  Benthic Biology Joint Study.

Tidak hanya kerja sama antara dua negara, Indonesia dan Tiongkok berpartisipasi dan berkontribusi pada program program riset kelautan regional, seperti 2nd Internationl Indian Ocean Expedetion (IIOE-2).  Juga pengkajian tentang sebaran serta migrasi ikan tuna sirip biru (Blue Fun Tuna) yang berada di Samudera Hindia antara selatan pulau Jawa dan perairan Australia Utara.

Melalui kerjasama Indonesia – USA – China, dibangun pula jarigan pelampung pemantauan laut, sebagai bagian dari Program “Global Tropical Moored Buoy Array”, untuk prediksi El Nino dan La Nina.  Data ini sangat penting untuk prakiraan kehadiran El Nino, karena kehadiran El Nino bisa berdampak pada kebakaran hutan dan lahan, gagal panen serta meningkatnya beberapa penyakit seperti demam berdarah.

Investasi Tiongkok dalam riset kelautan terus ditingkat.  Kerja sama dengan Indonesia, yang tadinya menggunakan kapal riset BPPT Baruna Jaya dan kapal riseet BRKP Madidihang, sekarang Tiongkok telah membangun kapal riset sendiri yang amat besar dan sangat modern, diberi nama R/V Zhong Shan Da Xue.

Kapal yang panjangnya 115 meter, berarti dua kali panjang Kapal Riset Baruna Jaya.  R/V Zhong Shan Da Xue ini juga dilengkapi oleh kapal selam riset yang mampu menyelam hingga kedalaman 7000 meter.

Bermodalkan pengalaman bekerjasama lebih dari 17 tahun antara Indonesia dan Tiongkok di bidang riset kelautan ini, ditambah dengan ketersediaan infrastruktur yang semakin baik, terutama dari pihak Tiongkok, seperti kapal selam modern tadi, maka Professor Yu mengusulkan program yang telah terjalin sangat baik ini bisa dilanjutkan, terutama dengan merevitalisasi kerjasama Indonesia – China Center for Ocean and Climate (ICCOC) yang sudah mulai bekerja sejak tahun 2012 lalu.

Diharapkan , melalui ICCOC dapat dibuat program program unggulan kelautan untuk mengkaji dan mengimplementasikan permasalahan kelautan dan perubahan iklim Global, studi keanekaragaman hayati laut, riset tentang perikanan dan pembangunan ekonomi biru.

Para pakar CTIS sepakat untuk segera menyusun usulan program revitalisasi riset kelautan RI-Tiongkok, untuk diserahkan kepada Pemerintahan yang baru. ***

Sumber : https://forestinsights.id/17-tahun-para-ahli-indonesia-tiongkok-menguak-fenomena-ilmiah-laut-indonesia/

Categories
Domestic S&T News

Bio Avtur dan Minyak Solar Hijau Dikembangkan Para Ahli Indonesia, Dukung Aksi Pengendalian Perubahan Iklim

Para ahli Indonesia ternyata sudah mampu membuat bahan bakar untuk pesawat terbang dengan mencampurkan avtur yang berasal dari minyak tanah dengan Refined Bleach Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) yaitu hasil pemrosesan inti bijih minyak sawit (kernel).

Lewat bantuan katalis kimia yang tersedia di tanah air, berhasil pula dibuat minyak solar yang 100% hasil pengolahan dari Used Vegetable Oil (UVO), yang dikenal sebagai minyak goreng bekas atau minyak jelantah.

Selain dapat mengurangi emisi karbon, menghasilkan “Energi Hijau”, ini juga bisa mengurangi impor bahan bakar fosil untuk kebutuhan di dalam negeri.

Demikian kesimpulan diskusi Center for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu, 11 September 2024.

Berbicara dalam diskusi yang bertema “Teknologi Katalis Untuk Pengolahan Used Cooking Oil (UCO) menjadi Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO)” adalah pakar Kilang Pertamina Internasional, Ir Djatmiko Darmo Saputro dan Ir Wawan Rustyawan. Bertindak sebagai moderator, Peneliti Senior BRIN, Dr Arie Rahmadi.

Djatmiko menjelaskan bahwa kilang-kilang Pertamina yang ada sudah mulai mencoba membuat minyak solar dari bahan bakar nabati sejak tahun 2014 lalu. Upaya ini diawali di kilang Pertamina Dumai, dengan campuran 7,5% minyak sawit olahan.

Kemudian pada tahun 2020, kilang Pertamina di Plaju berhasil membuat Green Gasoline, atau Bensin dengan campuran 20% minyak sawit olahan.

Bio avtur telah dikembangkan sebagai respons terhadap perubahan iklim
Pertamina sedang mengisi avtur untuk pesawat terbang komersial di Bandara Ahnad Yani Semarang. Saat ini telah dikembangkan bio avtur untuk merespons dampak perubahan iklim. (dok Pertamina)

Pada Desember 2020, kilang Pertamina di Cilacap berhasil membuat Bio Avtur untuk menggerakkan mesin pesawat terbang, dengan komposisi 98% Avtur dan 2% RBDPKO.

Akhirnya, pada Oktober 2021 Bio Avtur produksi kilang Pertamina Cilacap berhasil diuji-coba pada pesawat terbang CN-235 buatan PT. Dirgantara Indonesia. Bio Avtur dengan nama J-2.4 terdiri dari 2,4% RBDPKO dan 97,6% Avtur dari minyak tanah.

Selanjutnya, pada Oktober 2023, Bio Avtur hasil kilang Cilacap berhasil pula di uji-coba pada pesawat Boeing 737 milik Garuda Indonesia.

Tidak itu saja, dari Used Vegetable Oil (UVO), atau dikenal dengan minyak jelantah, berhasil diolah menggunakan katalis yang tersedia menjadi produk Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau minyak solar yang 100% dibuat dari minyak jelantah.

Saat KTT negara negara G-20 di Bali, November 2022 lalu, produk minyak solar Pertamina dari bahan baku 100% minyak jelantah tadi berhasil didemonstrasikan sebagai BBM penggerak mesin mesin Diesel.

Indonesia semakin menancapkan pengaruhnya sebagai negara penghasil “Green Energy” yang mulai diperhitungkan Dunia.

Kedepannya, kilang kilang Pertamina akan ditingkatkan kemampuannya agar bisa memproduksi lebih banyak lagi minyak solar dan bio-avtur dari minyak jelantah dan dari inti minyak sawit.

Pertamina memproyeksikan bahwa pada tahun 2026, dengan kilang minyak yang lebih modern maka kilang di Cilacap akan mampu memproduksi minyak solar dari minyak jelantah, sebesar 6 juta barrel perhari. Sedang kilang di Plaju ditargetkan mampu memproduksi 20 juta barrel minyak solar dari bahan baku minyak sawit.

bio solar atau minyak solar hijau telah dikembangkan di indonesia
Bio Solar B 30 terbuat dari bahan dasar yang terbentuk dari tumbuhan. (dok Pertamina)

Dalam diskusi, muncul permasalahan tentang ketersediaan bahan baku minyak jelantah harus diperoleh dari mana? Peneliti dari Traction Energy Asia menyampaikan bahwa potensi minyak jelantah di Indonesia mencapai 1,2 juta kilo liter per tahun.

Tinggal sekarang, perlu dibuat kebijakan untuk mengumpulkan minyak jelantah tadi dan penetapan tempat tempat penampungannya.

Juga, perlu ditetapkan harga patokan minyak jelantah yang sesuai, karena minyak jelantah juga harganya tinggi bila di ekspor, mengingat kualitas minyak jelantah dan minyak sawit sangat mirip untuk menghasilkan minyak solar penggerak mesin diesel.

Peserta diskusi juga mengusulkan kiranya dalam kegiatan riset dan uji coba ini dapat dilibatkan para ahli di luar Pertamina, seperti para ahli Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Seperti untuk uji coba penggunaan bahan baku kepuh (Sterculia foetida), nyamplung (Calophyllum inophyllum), jarak pagar (Jathropa curcas) dan kopra.

Apalagi, saat ini telah tersedia beragam kebijakan yang mendukung kegiatan riset dan inovasi, seperti UU No.11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang mewajibkan BUMN mendukung kegiatan riset dan inovasi. Juga tersedia kebijakan pengurangan pajak hingga 300% bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan riset.

Adapula dana riset yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk kegiatan riset hilir mengarah pada produk industri. ***

sumber : https://forestinsights.id/bio-avtur-dan-minyak-solar-hijau-dikembangkan-para-ahli-indonesia-dukung-aksi-pengendalian-perubahan-iklim/

Categories
Domestic S&T News

Manfaatkan 20 Miliar Dolar AS Dana JETP, Pengalaman Indonesia Kembangkan EBT Kunci Transisi Energi

Suhu bumi makin panas. Sekjen PBB Antonio Guterres di New York, Kamis, 28 Juli 2023, menyatakan bahwa suhu muka bumi pada Juli 2023 merupakan tertinggi sepanjang masa.  Suhu bumi tercatat 1,5 derajat Celcius diatas era Pra-Industri. Meningkatnya pemanasan global diantaranya akibat begitu banyak emisi gas rumah kaca (GRK) karena penggunaan banyak energi fosil yang mencakup batubara dan migas.

Kenaikan suhu muka bumi berakibat mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan, naiknya muka air laut, tenggelamnya pulau-pulau, kebakaran hutan dan lahan serta bencana akibat variabilitas iklim seperti El Nino dan La Nina.   Transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) pun menjadi pilihan utama guna menekan laju kenaikan suhu muka bumi.

Indonesia pun memiliki komitmen untuk melakukan transisi energi dan mengurangi emisi GRK hingga mencapai Net Zero Emission (NEZ) pada tahun 2060. Komitmen Indonesia untuk melakukan transisi energi mendapat dukungan Internasional.  Pada KTT G-20, November 2022 lalu di Bali,  pemimpin-pemimpin dunia sepakat untuk mendukung Indonesia lewat program kemitraan transisi energi yang berkeadilan, dikenal sebagai Just Energy Transition Partnership (JETP).

Indonesia bisa memanfaatkan dana JETP untuk kembangkan energi baru terbarukan
PLTS Hybrid Selayar dengan kapasitas 1,3 mega wattpeak (MWp) menghemat biaya operasional Rp 16,5 miliar per tahun. (dok PLN)

Negara negara mitra sepakat untuk memobilisasi dana hingga 10 miliar dolar AS, ditambah dukungan dana 10 miliar dolar AS lagi dari perbankan Internasional, sehingga terhimpun dana total 20 miliar dolar AS (Rp310 triliun) guna dipakai untuk program transisi energi di Indonesia kurun 3-5 tahun kedepan.

Kepala Sekretariat JETP, Dr. Edo Mahendra menyampaikan progres kegiatan Sekretariat JETP sejak diaktifkan oleh Indonesia dan negara-negara mitra pada Februari 2023 lalu. Hal tu disampaikan dalam pertemuan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), yang dipimpin Ketua CTIS Dr.Wendy Aritenang dan dihadiri, antara lain, Pengawas CTIS, Profesor Wardiman Djojonegoro, Profesor Indroyono Soesilo, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Dr. As Natio Lasman, serta Tim dari USAID-Sinar, Kamis 27 Juli 2023.

Menurut Edo, target awal JETP adalah selesainya Rencana Komprehensif JETP pada 16 Agustus 2023 mendatang untuksiap diimplementasikan.

Penyusunan rencana komprehensif ini melibatkan tiga kelompok kerja yang berkaitan dengan kelompok kerja teknis dan teknologi JETP,  kelompok kerja yang menyusun kebijakan JETP serta kelompok kerja yang merencanakan pendanaan JETP.

Juga tengah disusun beragam tema investasi, antara lain pola investasi pada transmisi dan GRID, program pensiun dini pembangkit pembangkit listrik tenaga uap, program-program EBT dan mekanisme transisi energi, termasuk rantai pasok (supply chain).

Dewan Pengawas CTIS, Profesor Indroyono Soesilo mengingatkan agar beragam model EBT yang sudah diterapkan di Indonesia oleh ahli-ahli Indonesia menjadi pengalaman yang bisa dimasukkan ke program transisi energi JETP. Jadi, Indonesia tidak memulai transisi energi lagi dari awal dan anggaran JETP tidak hanya digunakan untuk membiayai konsultan asing namun juga untuk insinyur-insinyur Indonesia.

Beragam model EBT yang sudah diterapkan oleh ahli-ahli Indonesia diantaranya listrik energi surya yang telah diterapkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Sukabumi sejak 1978 lalu, juga Pembangkit Listrik Tenaga Angin, Surya dan Diesel (hybrid) buatan BPPT di Baron, Yogyakarta, Program Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi buatan BPPT di Lahendong, Sulawesi Utara, Program Energi Ombak BPPT di Lombok, serta pembangkit listrik EBT yang telah beroperasi seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang dan Gunung Salak, Jawa Barat serta pembangkit listrik tenaga angin 75 MW di Sidrap, Sulawesi Selatan.

Di samping itu, Indroyono menyarankan agar paket teknologi dan paket finansial dalam investasi proyek JETP dapat digabung menjadi satu paket yang memungkinkan Indonesia mendapatkan teknologi mutakhir, termasuk komponen alih teknologinya, dengan pendanaan bunga rendah.

Indonesia terus bisa kembangkan energi baru terbarukan dengan memanfaatkan dana JETP
Gardu listrik Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Gayo Lues, Aceh. (dok IBEKA)

Anggota CTIS, yang juga Profesor Oseanografi di University of Maryland AS, Profesor Dwi Susanto mengusulkan agar program energi dari arus laut bisa masuk kedalam program JETP mengingat potensi arus laut yang dimiliki Indonesia begitu besar, terutama di pulau-pulau kecil dan di kawasan timur Indonesia.

Diharapkan tiga program energi dari arus laut di Nusa Penida, Bali, di Larantuka NTT dan di Selat Alas NTB, yang saat ini tengah dirintis oleh PLN dapat segera diimplementasikan melalui program JETP.

Edo Mahendra menyambut baik masukan masukan dari para ahli CTIS dan sepakat untuk melibatkan para ilmuwan dan teknolog yang meguasai hal hal “ekonomi mikro” ini agar program program JETP bisa berlangsung sukses.

Ia mencontohkan, dalam tahap awal implementasi EBT kiranya kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN – Local Content) tidak harus terlalu tinggi, baru kemudian bila volume ekonominya semakin membesar  maka TKDN dapat ditingkatkan pula secara bertahap.  ***

sumber : https://forestinsights.id/manfaatkan-20-miliar-dolar-as-dana-jetp-pengalaman-indonesia-kembangkan-ebt-kunci-transisi-energi/

Categories
Domestic S&T News

Indonesia Terus Tingkatkan Kemampuan Tangguh Bencana, Pemanfaatan Teknologi Jadi Keniscayaan

Indonesia perlu terus meningkatkan kemampuan tangguh bencana (disaster resilience) agar mampu mengurangi risiko bencana hingga seminimal mungkin.

Demikian rangkuman pertemuan Center for Technology and Innovation Studies (CTIS), Minggu 27 Agustus 2023 lalu. Berbicara di Komite Kebencanaan CTIS, Dr. Raditya Jati, Deputi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang sistem dan strategi penanggulangan bencana di tanah air pasca tsunami Aceh 2004 lalu.

Seperti diketahui, pada 26 Desember 2004, tsunami yang dipicu gempa sesar aktif di dasar laut Pantai Barat Sumatera, berkekuatan 9,1 Skala Richter, menerjang wilayah daratan Aceh dan dampaknya merambah hingga Thailand, Bangladesh, bahkan sampai Madagaskar di Afrika Timur. Diperkirakan, bencana tsunami ini menelan korban 230.000 jiwa.

Menurut Radita Jati, sejak Tsunami Aceh, telah banyak upaya dilaksanakan Pemerintah dan masyarakat untuk memitigasi dan mempersiapkan diri bila bencana sebesar itu kembali muncul.

Dia menjelaskan berbagai langkah guna mengurangi dampak bencana, diawali dengan penyediaan data yang akurat dan berlanjut menggunakan teknologi informasi, seperti data digital geospasial, data risiko yang dikenal sebagai INARISK, Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) serta beragam data peringatan dini lainnya.

Diharapkan melalui berbagai penyediaan data yang sahih ini maka pengelolaan risiko bencana dari tahap perencanaan, mitigasi, hingga tanggap darurat, kemudian pemulihan dan rekonstruksi dapat dilaksanakan secara cepat, efisien dan berlanjut.

Raditya juga membahas tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020 – 2044 yang akan dipakai sebagai pedoman pengurangan risiko bencana di Indonesia menyongsong peringatan 100 tahun Indonesia Merdeka, tahun 2045 mendatang.

Memang, dari sudut perencanaan jangka menengah dan jangka panjang, upaya mengurangi bencana telah disusun secara rapi. Namun muncul dalam diskusi tentang kesenjangan RIPB ini antara pusat dan daerah.

Indonesia terus meningkatkan ketangguhan menghadapi bencana
Buoy Merah Putih yang dipasang BPPT, 14 April 2019, di area Gunung Anak Krakatau untuk memantau gejala tsunami. (BPPT)

Kesenjangan ini perlu dihilangkan mengingat ujung tombak penanggulangan bencana berada di Pemerintah Provinsi dan Kabupaten.

Dalam diskusi yang dipandu Profesor Jan Sopaheluwakan dan Dr. Idwan Soehardi, beberapa peserta pertemuan menggaris bawahi tentang kesenjangan dari aspek perencanaan ke aspek implementasi di lapangan.

Juga dicermati berkaitan dengan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga di Pusat sendiri.

Ketua CTIS, Dr. Wendy Aritenang mengingatkan bahwa terkadang kewenangan sektor tentang suatu permasalahan dialihkan ke institusi khusus seperti BNPB ini, namun tidak didukung oleh sarana, prasarana serta dana yang memadai. Ini bisa mengakibatkan kewenangan sektor tadi tidak berfungsi, di lain pihak lembaga yang ditugasi untuk menangani permasalahan tadi juga tidak bisa berfungsi.

Khusus berkaitan dengan upaya mengurangi resiko bencana tadi, perlu dilaksanakan arahan Presiden Joko Widodo, yaitu agar tata ruang dan perizinan pembangunan harus berbasis mitigasi bencana. Presiden juga menginstruksikan agar dilakukan identifikasi resiko bencana di daerah masing masing. Serta tidak lupa, perlu disediakan anggaran yang memadai.

Wendy juga mengusulkan kiranya berbagai perizinan yang diterbitkan oleh Kementerian/Lembaga, perlu mendapat masukan dari BNPB berkaitan dengan resiko kebencanaan, agar upaya mitigasi dapat diantisipasi sejak awal.

Sedang Dr. Idwan Soehardi mengingatkan pentingnya dibangun kembali Indonesia Tsunami Early Warning System (INA-TEWS) yang sudah beroperasi sejak 20 tahun terakhir namun saat ini terhenti. Peran detektor INA-TEWS yang terakhir adalah berhasil memantau tsunami di Laut Banda pada Maret 2022 lalu.

Indonesia terus meningkatkan ketangguhan menghadapi bencana
Indonesia Tsunamy Early Warning System (InaTEWS). (Dok PT PAL)

Idwan juga menyarankan agar Tsunami Early Warning System Disaster Mitigation Research Center di Universitas Syah Kuala, Banda Aceh agar tetap berfungsi untuk terus meningkatkan kemampuan Nasional dalam Deteksi Tsunami.

Dalam waktu dekat, BNPB dan CTIS akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang teknologi kebencanaan, guna mendapatkan beragam teknologi kebencanaan yang telah dimiliki Indonesia, seperti Rumah Tahan Gempa, Satelit SATRIA-1 untuk jaringan internet, sistem pemantauan gunung api dan teknologi kecerdasan artifisial untuk kebencanaan. ***

sumber : https://agroindonesia.co.id/indonesia-terus-tingkatkan-kemampuan-tangguh-bencana-pemanfaatan-teknologi-jadi-keniscayaan/