Kanada menetapkan target ambisius mencapai nol emisi karbon pada 2050

Kanada Maksimalkan Air dan Nuklir dalam Roadmap Nol Emisi 2050

Kanada menetapkan target ambisius mencapai nol emisi karbon pada 2050. Untuk mewujudkan hal tersebut, negara ini telah merancang roadmap transisi energi yang menitikberatkan pada pemanfaatan kekayaan sumber daya alam, terutama melalui pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Isu tersebut mengemuka dalam diskusi CTIS yang digelar pada Rabu, 3 Desember 2025. Diskusi menghadirkan Dr. Mundzir Basri, Technical Director Hydrogeology Modeling, Minerals and Metals North America AtkinsRealis, yang menyampaikan paparannya langsung dari Kanada melalui Zoom. Tema yang dibahas adalah “Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir”.

Kanada menetapkan target ambisius mencapai nol emisi karbon pada 2050.
Diskusi CTIS menghadirkan Dr. Mundzir Basri (tengah layar zoom), Technical Director Hydrogeology Modeling, Minerals and Metals North America AtkinsRealis, yang menyampaikan paparannya langsung dari Kanada melalui Zoom, dengan tema “Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir”, Rabu 3 Desember 2025. (Dok CTIS)

PLTA sebagai Andalan Energi Rendah Emisi

Dalam paparannya, Mundzir menjelaskan bahwa kebijakan pembangunan PLTA di Kanada berada pada tingkat provinsi. Ia mencontohkan Provinsi Manitoba sebagai wilayah dengan ketergantungan energi air tertinggi di dunia. Hampir 97 persen kebutuhan listrik provinsi itu dipenuhi oleh PLTA yang dikelola perusahaan milik pemerintah, Manitoba Hydro.

Manitoba memanfaatkan aliran deras sungai-sungai besar di wilayah utara tanpa merusak hutan, sehingga mampu mengoperasikan PLTA berskala raksasa yang bukan hanya memasok kebutuhan domestik, tetapi juga mengekspor listrik ke Amerika Serikat, termasuk ke Minnesota, North Dakota, dan Wisconsin.

Kanada menetapkan target ambisius mencapai nol emisi karbon pada 2050
Keeyask Generating Station di Sungai Nelson (dok Manitoba Hydro)

Sejumlah PLTA besar di Manitoba antara lain:

  • Limestone Generating Station1 – 1.340 MW
  • Kettle Generating Station – 1.220 MW
  • Long Spruce Generating Station – 1.010 MW
  • Keeyask Generating Station – 695 MW (beroperasi penuh sejak 2022)
  • Wuskwatim Generating Station – 200 MW

“Dengan kapasitas besar, emisi rendah, dan pasokan yang stabil, PLTA Manitoba menjadi pilar utama ketahanan energi Kanada,” ujar Mundzir.

Nuklir: Kebijakan Nasional dan Tulang Punggung Transisi Energi

Berbeda dengan PLTA, pembangunan PLTN merupakan kebijakan tingkat nasional. Kanada dikenal sebagai negara maju dalam teknologi nuklir, khususnya melalui pengembangan reaktor CANDU (CANada Deuterium Uranium).

“Nuklir membutuhkan air untuk beroperasi. Air dan nuklir berjalan beriringan dalam sistem energi Kanada,” jelas alumnus ITB itu.

CANDU merupakan teknologi reaktor air berat yang lebih modern dibanding teknologi lama yang digunakan di PLTN seperti Fukushima atau Chernobyl. Reaktor CANDU telah diekspor ke berbagai negara, termasuk Korea Selatan, Rumania, Argentina, India, dan Tiongkok.

Kanada menetapkan target ambisius mencapai nol emisi karbon pada 2050.
Bruce Nuclear Generating Station menampung delapan reaktor CANDU. (Dok Bruce Power)

Di dalam negeri, reaktor CANDU menjadi tulang punggung sistem nuklir Kanada, terutama di:

  • Bruce Nuclear Generating Station (lebih dari 6.500 MW-salah satu kompleks nuklir terbesar dunia)
  • Darlington Nuclear Generating Station
  • Pickering Nuclear Generating Station

Selain reaktor besar, Kanada kini memasuki era baru dengan pengembangan Small Modular Reactor (SMR). Salah satunya adalah GE Hitachi BWRX-300, yang menjadi bagian dari rencana pembangunan SMR di Darlington.

Tanggapan Indonesia Terkait Prospek PLTN

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Dr. Unggul Prayitno, menyatakan bahwa posisi PLTN di Indonesia kini tidak lagi berada di opsi terakhir dalam kebijakan energi.

“Dalam Perpres baru, nuklir berada pada posisi yang sama dengan energi alternatif lainnya,” terangnya. Ia menilai PLTN perlu dipertimbangkan serius karena pasokan listrik dari batubara akan berkurang di masa depan.

Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Indroyono Soesilo, yang turut hadir melalui Zoom, mengungkapkan bahwa AS sedang menyiapkan feasibility study SMR untuk Indonesia. Ia mendorong DEN untuk segera menentukan calon host di dalam negeri. “Ini investasi besar, jadi harus jelas siapa penyelenggaranya,” ujarnya.

Kanada menetapkan target ambisius mencapai nol emisi karbon pada 2050.

Indroyono juga menanyakan perbedaan CANDU dan teknologi nuklir Amerika. Mundzir menjelaskan bahwa CANDU memiliki rekam jejak panjang dan telah digunakan di banyak negara, sementara SMR masih tergolong teknologi baru.

Unggul menambahkan bahwa CANDU dapat menggunakan uranium berkadar rendah, berbeda dengan sebagian teknologi AS yang membutuhkan uranium diperkaya 5-8 persen. “Reaktor Kanada lebih besar dan teknologinya lebih sederhana, sedangkan di AS pendanaannya besar dan risetnya masih terus berkembang,” katanya.

Menutup diskusi, moderator Dr. Ridwan Djamaludin menyampaikan bahwa Indonesia perlu segera menentukan arah teknologi nuklirnya. “CANDU atau SMR, yang penting PLTN bisa terwujud,” ujarnya. ***

Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter