Kemajuan komputasi kuantum dalam satu dekade terakhir mulai membuka babak baru dalam dunia teknologi. Mesin kuantum, yang memanfaatkan prinsip mekanika kuantum untuk melakukan perhitungan superkompleks, dinilai mampu menyelesaikan persoalan yang mustahil dipecahkan komputer konvensional. Potensi tersebut membuat banyak negara berlomba mengembangkan riset kuantum, namun sekaligus memunculkan tantangan besar, terutama pada aspek keamanan siber.
Peringatan itu disampaikan Rektor Cyber University, Gunawan Witjaksono PhD, dalam diskusi yang digelar CTIS pada Rabu, 19 November 2025, bertema “The Threat From Post-Quantum Computing Era.”

Gunawan menjelaskan bahwa komputasi kuantum bekerja dengan qubit, unit informasi yang dapat berada dalam beberapa keadaan sekaligus melalui superposisi dan terhubung melalui entanglement. Perbedaan fundamental ini memberi komputer kuantum kemampuan memproses berbagai kemungkinan dalam waktu bersamaan, sehingga membuka peluang besar bagi banyak disiplin ilmu.
Menurutnya, teknologi kuantum diprediksi mendorong terobosan di bidang pengembangan obat, simulasi material canggih, optimasi rantai pasok, energi, hingga kecerdasan buatan. Di sektor ekonomi digital, komputer kuantum dipandang sebagai pengubah permainan besar berikutnya.
Namun memasuki era pasca-kuantum, Gunawan menekankan bahwa ancaman keamanan siber menjadi tantangan paling mendesak. Sistem enkripsi yang selama ini melindungi data perbankan, transaksi digital, hingga komunikasi pemerintah, secara teori dapat dibongkar oleh komputer kuantum dengan kemampuan komputasi tinggi. Kondisi ini mendorong dunia digital mulai beralih ke Post-Quantum Cryptography (PQC) sebagai standar keamanan generasi baru.
Era pasca-kuantum, menurut Gunawan, menjadi fase penting dalam kompetisi teknologi global. Negara yang cepat beradaptasi dengan standar keamanan baru akan berada pada posisi strategis dalam ekonomi digital mendatang.

Indonesia sendiri dinilai memiliki peluang besar untuk memperkuat kesiapan. Meski riset kuantum masih terbatas, sejumlah perguruan tinggi telah mulai mengembangkan penelitian terkait informasi kuantum, optika kuantum, material kuantum, hingga kriptografi kuantum. Kerja sama internasional disebut menjadi kunci untuk mempercepat penguatan riset dan sumber daya manusia.
Gunawan menegaskan bahwa kesiapan keamanan siber nasional perlu diprioritaskan sejak dini. Lembaga seperti BSSN, perbankan, telekomunikasi, dan sektor energi harus mulai mengaudit sistem enkripsi yang digunakan, sekaligus menyiapkan peta jalan migrasi menuju teknologi kriptografi yang aman di era kuantum.
Ia menambahkan bahwa meski komputer kuantum yang benar-benar stabil masih membutuhkan waktu panjang untuk terwujud, transformasi komputasi global sudah berlangsung. Negara yang menyiapkan diri sejak sekarang akan memiliki keunggulan kompetitif di masa depan.
“Bagi Indonesia, komputasi kuantum bukan sekadar peluang teknologi, tetapi juga tantangan strategis yang akan menentukan arah persaingan digital di tahun-tahun mendatang,” ujarnya.
Pentingnya mitra sejajar
Di tengah cepatnya perkembangan teknologi digital seperti sekarang ini mendapat perhatian dari Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Indroyono Soesilo yang ikut bergabung dalam diskusi secara zoom. Dubes RI di Washington memberikan perhatian agar Indonesia menjadi mitra sejajar dengan industri teknologi digital di Amerika Serikat.
“Saya ingin siapa yang menjadi mitra sejajar untuk membahas teknologi digital hingga cyber security. Takutnya Indonesia hanya jadi pasar, bukan sebagai mitra sejajar,” kata Indroyono.
Disebutkan bahwa Microsoft, Google, AWS sudah berekspansi di Indonesia namun banyak orang tidak tahu apa yang dilakukan industri-industri tersebut di Indonesia.
“Saya agak worry, Microsoft di Cikarang bikin apa, ternyata tidak ada yang tahu. Saya ingin mereka bisa dipertemukan dengan mitra sejajar, termasuk dengan tim CTIS,” tegasnya.
Indroyono mengapresiasi hadirnya Cyber University yang diharapkan bisa menjadi pembuka jalan untuk bekerja sama dengan industri teknologi informasi digital di AS.
Ketua CTIS Wendy Aritenang langsung merespons segera untuk membuka komunikasi antara CTIS dengan perusahaan-perusahaan teknologi informasi AS di Indonesia.

Prof Jarot Suroso, Sekjen IATI selaku moderator menambahkan ada tiga sistem cyber security yaitu self guard, defense, dan offense. “Kita harus kuat di ketiganya itu,” jelasnya.
Dan di Indonesia ada SDM di bidang keamanan siber terbaik di dunia. “Hacker paling jago di dunia banyak dari Indonesia, hacker kelas dunia dan tidak kalah dengan negara lain. Presiden sudah meng-hire hacker dengan bayaran tinggi untuk menjaga keamanan sistem internet di sektor pemerintahan. keuangan dan lainnya. Mudah-mudshsnan dengan banyaknya kampus memiliki program keamanan siber dan teknologi digital membuat SDM Indonesia di dunai IT semakin kuat,” pungkasnya. ***