Indonesia dikenal sebagai produsen utama nikel, bauksit, timah, dan tembaga. Di dalam sumber-sumber mineral tersebut, terdapat mineral ikutan bernilai tinggi, termasuk mineral kritis, mineral strategis, serta Logam Tanah Jarang (LTJ).
Pemerintah kini memperkuat reformasi tata kelola mineral dengan fokus khusus pada LTJ dan mineral radioaktif, agar potensi besar yang dimiliki Indonesia dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan kementerian dan lembaga terkait menyiapkan tata kelola LTJ dan radioaktif secara terpadu dari hulu hingga hilir.

Isu tersebut menjadi fokus diskusi yang digelar CTIS pada Rabu, 10 Desember 2025, menghadirkan Dr. Julian Ambassadur S., ST., MT., Deputi Sistem dan Tata Kelola Badan Industri Mineral (BIM), yang membawakan tema “Tata Kelola Industri LTJ dan Radioaktif.”
Potensi LTJ Indonesia
Julian mengungkapkan, hasil pemetaan menunjukkan LTJ telah teridentifikasi di 28 lokasi. Sebanyak 9 lokasi telah dieksplorasi awal, dan 3 di antaranya sudah dipetakan secara detail, mencakup wilayah Bangka Belitung dan Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
Secara global, rantai pasok LTJ saat ini masih dikuasai China. Situasi geopolitik, termasuk perang Rusia-Ukraina, juga berdampak pada pasokan mineral strategis ini. Julian menyebut bahwa Presiden AS Donald Trump sebelumnya memasukkan isu eksplorasi LTJ dalam poin negosiasi perdamaian Rusia-Ukraina, dan LTJ menjadi bagian dari kebijakan pengurangan tarif dagang untuk Indonesia.
Di sisi lain, embargo AS terhadap China menciptakan krisis akses LTJ. Negara-negara seperti AS dan Uni Eropa kini mendorong investasi daur ulang limbah elektronik untuk mengekstraksi unsur LTJ. “Banyak negara tanpa sumber daya mineral lebih memilih membeli bahan mentah daripada membangun smelter,” jelas Julian.

Indonesia Dorong Hilirisasi
Dengan dinamika global tersebut, Indonesia berupaya mencegah hilangnya potensi LTJ yang terkandung sebagai mineral ikutan, sekaligus mempercepat hilirisasi dan industrialisasi material maju sebagai fondasi kemajuan bangsa.
“Pemerintah membentuk Badan Industri Mineral (BIM) untuk mengoptimalkan nilai tambah mineral strategis dan memperkuat perekonomian nasional,” kata Julian.
BIM merupakan lembaga non-struktural baru yang dibentuk Presiden Prabowo pada Agustus 2025 untuk mengelola mineral strategis, termasuk LTJ dan mineral radioaktif. Brian Yuliarto ditunjuk sebagai Kepala BIM.
Lembaga ini berperan mendukung industri pertahanan, hilirisasi, serta riset dan pengembangan teknologi pengolahan mineral bernilai tinggi.
Payung Regulasi LTJ dan Radioaktif
Sejumlah aturan terkait LTJ sudah tersedia, di antaranya:
- Kepmen ESDM No. 296.K/MB.01/MEM.B/2023: menetapkan 47 mineral kritis, termasuk LTJ.
- PP 96/2021: memasukkan LTJ sebagai mineral logam.
- PP 39/2025 Pasal 18A: mengamanatkan pengusahaan dan pemanfaatan LTJ yang akan diatur lebih lanjut dalam Permen.
- Permen ESDM No. 18/2025 Pasal 4: memberi mandat kepada BUMN untuk mengelola LTJ dan memprioritaskan pemanfaatannya di dalam negeri.
Untuk mineral radioaktif, regulasi mengacu pada PP 27/2002 dan PP 39/2025 tentang pemanfaatan mineral radioaktif sebagai sumber energi baru. Julian menegaskan, “Perpres khusus LTJ sedang dipersiapkan. Prinsipnya, pengelolaan tidak diserahkan langsung ke swasta, tetapi melalui kerja sama dengan BUMN Perminas.”

Tantangan: Data, Teknologi, dan SDM
Julian menekankan bahwa pengembangan LTJ membutuhkan identifikasi sumber daya yang akurat, baik sumber primer maupun sekunder. Saat ini, data nasional mengenai sebaran LTJ dan status pemanfaatannya masih terbatas. “Pemetaan dan uji unsur menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Tantangan lain adalah teknologi pemisahan LTJ, yang di Indonesia masih berada pada level laboratorium. Upaya pilot project sudah dilakukan, antara lain kerja sama Tekmira ESDM dan PT Timah untuk pemurnian dari hidroksida ke oksida.
Dubes RI untuk AS, Indroyono Soesilo, yang hadir melalui Zoom, menyoroti pentingnya pengembangan SDM dan peluang kolaborasi riset. “Universitas Iowa sudah menyiapkan laboratorium untuk joint research. Skema pendanaan bisa cost sharing antara LPDP dan mitra AS. AS sudah siap; sekarang giliran Indonesia menentukan posisi,” ujarnya.
Prof. Budi Susilo Soepandji, Gubernur Lemhannas 2011-2016, menambahkan bahwa pengembangan LTJ dalam skala pilot membutuhkan dana besar, yang akan didukung oleh Danantara. Ia juga menyoroti bahwa sejumlah kebijakan politik terkait mineral strategis masih menunggu penandatanganan di tingkat presiden.
Arah Pengembangan ke Depan
Julian menjelaskan bahwa pemetaan lanjutan LTJ tengah dilakukan di Mamuju dan Bangka Belitung, termasuk pengeboran 30 sumur untuk karakterisasi. Metode pemisahan LTJ masih dikaji untuk menentukan biaya dan teknologi terbaik sebelum diajukan ke pemerintah.
“Fokus kami adalah kejelasan data, penguasaan teknologi, dan tata kelola yang kokoh. Semuanya menentukan keberhasilan Indonesia dalam membangun industri LTJ,” tutup Julian. ***