pembangunan Indonesia harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat

Pembangunan Indonesia Harus Libatkan Partisipasi Masyarakat

Penggagas dan Ketua Umum Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, menegaskan bahwa pembangunan Indonesia harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pemerintah, menurutnya, perlu membuka ruang keterlibatan publik dalam menentukan arah pembangunan, mengingat Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dan multikultural.

Pernyataan tersebut disampaikan Pontjo dalam diskusi bertema “Peran Iptek dan Inovasi bagi Pembangunan Bangsa” yang diselenggarakan oleh Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS) pada Rabu, 4 Juni 2025.

 

Pmembangun Indonesia harus melibatkan partisipasi masyarakat.
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo (tengah) sebagai narasumber dalam diskusi bertema “Peran Iptek dan Inovasi bagi Pembangunan Bangsa” yang diselenggarakan oleh Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS) pada Rabu, 4 Juni 2025.. (Dok CTIS)

“Budaya dan kondisi alam Indonesia yang majemuk memerlukan satu faktor pemersatu, yaitu Pancasila. Pendekatan budaya dalam membangun peradaban bangsa harus dimulai dari pembangunan jiwa dan raga manusia Indonesia,” ujar Pontjo.

Ia mengutip istilah dari mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudi Latif, yakni ranah mental-kultural atau tata nilai. Ranah ini secara simultan membangun sistem tata kelola negara (ranah institusional-politikal) serta sistem perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat (ranah tata-sejahtera atau material-teknologikal).

Menurut Pontjo, paradigma Pancasila menjadi fondasi dalam membangun ketiga ranah tersebut. Karena itu, keterlibatan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik sangat penting.

Ia mencontohkan program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG), yang seharusnya melibatkan masyarakat secara lebih aktif.

“MBG dirancang untuk mencegah stunting. Namun jika masyarakat dilibatkan, misalnya dengan menyertakan pangan lokal, maka program ini bisa mendorong ketahanan pangan daerah dan ekonomi lokal,” katanya.

pembangunan Indonesia harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat
Anak-anak sekolah menyantap menu makan siang program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Pontjo menambahkan, setiap daerah memiliki pangan lokal unggulan yang dapat dikembangkan dengan dukungan teknologi agar menjadi produk yang menarik, terutama bagi anak-anak.

Ia juga menyoroti pentingnya diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada beras. Merujuk pada krisis beras di Jepang akibat gagal panen, Pontjo menilai pendekatan Jepang yang tidak membuka keran impor sebagai bentuk penghargaan terhadap petani lokal.

“Ini bentuk partisipasi masyarakat. Pemerintah Jepang membiarkan harga naik sebagai bentuk penghormatan terhadap petani yang gagal panen. Dengan begitu, kerja sama antara pemerintah dan petani untuk mencegah kegagalan panen bisa terus ditingkatkan,” jelasnya.

Di sektor pendidikan, Pontjo mengkritik rencana pendirian sekolah unggulan baru seperti Sekolah Nusantara dan Sekolah Rakyat. Menurutnya, pemerintah seharusnya memaksimalkan peran sekolah-sekolah yang sudah ada, termasuk sekolah swasta.

“Biaya untuk meningkatkan kualitas sekolah swasta agar setara dengan standar nasional jauh lebih efisien dibandingkan membangun sekolah baru,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti eksklusivitas BUMN yang dianggap menutup ruang partisipasi bagi sektor swasta. “Pemerintah cenderung melihat badan usaha swasta sebagai pesaing, bukan mitra. Ini perlu diubah,” tegasnya.

Pontjo menilai, tata kelola partisipatif di sektor pendidikan maupun BUMN bisa meniru model sistem pertahanan semesta yang diterapkan TNI. Dalam sistem tersebut, Panglima TNI berperan sebagai penentu ancaman dan strategi militer, sementara pelaksanaannya diserahkan kepada Kepala Staf Angkatan yang mengelola sumber daya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sistem perekonomian Indonesia harus berbasis pada pengetahuan. “Sains adalah proses memperoleh pengetahuan melalui observasi dan eksperimen, sedangkan teknologi merupakan penerapannya dalam kehidupan manusia,” jelas Pontjo.

pembangunan Indonesia harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat
PT INKA memproduksi gerbong kereta KRL dengan muatan TKDN . (Dok PT INKA)

 

Namun, ia menilai kebijakan ekonomi pemerintah belum sepenuhnya mendukung perkembangan industri dalam negeri. Ia mengkritik strategi substitusi impor yang tidak selalu relevan.

“Tidak semua barang impor harus diproduksi dalam negeri. TKDN untuk substitusi impor tidak otomatis mendorong kemajuan industri nasional,” kata Pontjo.

Menutup diskusi, Pontjo mengajak CTIS dan Aliansi Kebangsaan bersama komunitas cendekiawan serta profesional Indonesia untuk merumuskan strategi pembangunan industri berbasis pengetahuan dengan paradigma Pancasila.

“Hasil pemikiran ini nantinya akan disampaikan kepada pemerintah sebagai kontribusi intelektual,” pungkasnya. ***

Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter