Skema Iron Man untuk Perkuat Industri Startup di Indonesia

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.

Indonesia sebagai negara yang terus berkembang di dunia startup bisa melakukannya dengan skema-skema pendanaan, dukungan riset dan berorientasi di sektor global.

Startup dalam kontek bisnis adalah perusahaan rintisan yang baru beroperasi dan fokus pada pengembangan produk atau layanan baru yang inovatif.

Startup umumnya memiliki usia bisnis kurang dari 3 tahun dan berakar pada inovasi untuk menciptakan atau meningkatkan produk yang ada di pasar.

Dan startup di industri militer merupakan salah satu yang potensial dikembangkan.

Siapa yang bisa menghidupkan startup-startup ini? Dunia membutuhkan sosok Tony Stark sosok dalam komik Marvel Iron Man. Tapi apa korelasi antara Iron Man dengan industri startup?

CTIS mengangkat tema Association the Iron Man Model: How Startups and The Military Can Work Together dalam diskusi publik Rabu, 30 Aprl 2025 dengan narasumber utama

Alexander Ludi Sekjen Indonesia Robotics dan moderator Dr Ir Jarot S Suroso M.Eng.IPU. ASEAN Eng.

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.
CTIS mengangkat tema Association the Iron Man Model: How Startups and The Military Can Work Together dalam diskusi publik Rabu, 30 Aprl 2025 dengan narasumber utama
Alexander Ludi Sekjen Indonesia Robotics (no 4 dari kiri berbaju hitam) dan moderator Dr Ir Jarot S Suroso M.Eng.IPU. ASEAN Eng. (no lima dari kiri)

Alexander Ludi menjelaskan bahwa saat ini ekosistem Artificilal intelligence (AI) berkembang luar biasa dan ditangkap oleh startup sebagai bisnis awal yang menjanjikan.

Ekosistem AI ini masuk ke ranah manapun hingga ke militer dan berorientasi ke bisnis global.

Dari AI ini kemudian merambah ke berbagai inovasi-inovasi baru mulai dari drone, aplikasi, robot pengganti tentara, dan lainnya.

Untuk menciptakan ekosistem startup agar terus hidup dibutuhkan model Iron Man. “ Di Amerika Serikat, teknologi dikembangkan para startup ini tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga kemampuan menguasai pasar global. Kemampuan deep dive ini mereka kuasai. Mereka benar-benar nyemplung di dalam,” kata Alexander Ludi.

Kemampuan-kemampuan ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Lahirlah sosok-sosok Tony Stark yang kaya raya berawal dari startup.

Tony Stark dalam film Iron Man, adalah seorang industrialis, petualang, filantropis, penemu dan ilmuwan. Ia tak segan-segan menggelontorkan uang dalam jumlah besar untuk mendukung inovasi dan riset.

Berbeda dengan di Indonesia, dari 50 ribu startup yang ada, hanya 350 startup mendapat pendanaan dari pemerintah. Namun hanya tiga startup yang jadi dan berkembang.

“Indonesia itu banyak Tony Stark tetapi mereka tidak punya uang. Kenapa startup banyak yang gagal karena di Indonesia penguasaan sampai ke dalam belum dikuasai,” jelasnya.

SDM Indonesia menguasai teknologi tetapi belum menguasai bagaimana harus mengembangkan teknologi itu agar terus berlanjut dan menguasai pasar global.

Hal itu menurut Alexander Ludi harus menjadi perhatian agar startup Indonesia bisa berkembang luas dan menguasai pasar global.

Selain itu, startup militer saat ini sangat menjanjikan. Alexander memberi contoh bahwa AS awalnya hanya memikirkan musuh utamanya adalah Rusia. Negara tersebut lupa bahwa musuh-musuh lainnya yang disebut non nation seperti Al Qaeda, Houthi dan lainnya telah menghancurkan keamanan negara super power itu.

Dari situlah AS mulai menaruh perhatian dukungan startup militer yang kemudian menghasilkan teknologi distruktif  dari segala matra untuk melawan teroris.

Mulai hadirnya drone dengan segala kecanggihannya, munculnya ekosistem AI hingga melahirkan ide-ide tentara robot untuk mengurangi jumlah tentara AS yang tewas atau cacat di medan perang.

 

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.
Leonardo salah satu perusahaan startup yang kemudian berkembang menjadi perusahaan yang mengembangkan teknologi militer dengan model skema Iron Man.(dok Leonardo)

Di Indonesia pun potensi itu bisa dikembangkan sejak seorang calon pengusaha itu duduk di bangku kuliah.

Titik tertinggi bagi seorang calon enterpreneur adalah saat ia bisa bertemu dengan para investor, supervisi dan ahli marketing untuk mengungkapkan gagasan, ide dan bagaimana ide-ide itu terus bisa dikembangkan seterusnya.

“Model Iron Man ini harus diperkuat. Indonesia dengan kekuatan 70 juta warga milenial, harus didukung dengan hadirnya ekosistem yang mendukung mereka menjadi enterpreneur dengan memperbanyak inkubator, akselerator dan ruang untuk mereka bergerak.’

Ia menambahkan bahwa birokrasi dengan startup di Indonesia tidak inline karena birokrasi masih ketinggalan dan kuno.

Akhirnya yang terjadi di birokrasi lahir asosiasi-asosiasi yang diibaratkan sebagai negara baru tetapi tidak saling terkoneksi.

Menurutnya proses inovasi dan trasnformasi kolaborasi riset dan inovasi dalam penyelenggaraan di industri harus terjadi dan berkolaborasi.

Di Indonesia hal ini belum bisa. Banyak asosiasi di birokrasi tetapi belum diimplementasikan.  “Akhirnya banyak asosiasi menjelma sebagai negara baru,” kritiknya.

Namun belakangan ini ada beberapa founder startup memasuki dunia birokrasi dan mengubah konsep di birokrasi yang masih kuno dengan cara mereka berbisnis selama ini. Hal ini menjadi langkah positif agar bisa mengubah aturan birokrasi yang lambat.

Alexander memberi contoh bagaimana sebuah usaha rintisan drone cargo yang dibuat bekerja sama dengan LAPAN dengan anggaran Rp600 miliar selama lima tahun. Skema ini mirip model Iron Man.

Bahkan fasilitas milik LAPAN di Rumpin digunakan untuk pengembangan drone cargo 120 kg itu sebab Garuda Indonesia siap membeli produk tersebut.

Sebelumnya Garuda Indonesia pernah akan membeli drone cargo dari China namun terhalang regulasi karena drone masuk dalam ranah militer.

Dengan hadirnya startup yang didukung LAPAN ini, Garuda siap membeli produk dalam negeri tersebut.

“Namun kemudian yang terjadi saat tahun kelima Kemenristek dibubarkan dan menjadi BRIN. Termasuk LAPAN juga dibubarkan. Akhirnya proyek rintisan model Iron Man ini tidak lanjut berproduksi,” ungkapnya.

Sementara Jepang saat ini mulai membangun role model Iron Man untuk bidang pertahanan. Amerika Serikat sebagai pelopor, Kementerian Pertahanan telah mengucurkan US$4 miliar untuk mendanai 7 ribu startup kecil di bidang militer.

Dan di Eropa, empat negara Uni Eropa membangun kerjasama di bidang industri militer yang berdampak membuka lapangan kerja dan pendapatan.

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.
Pesawat NC-212 adalah pesawat penumpang sipil dan militer diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia di bawah lisensi CASA.(dok PT DI)

Di Indonesia, PT Dirgantara Indonesia telah menyediakan inkubator bisnis untuk industri penerbangan.

Model Iron Man ini bisa diterapkan di Indonesia dengan membangun kerjasama antarprovinsi.

Alexander mencontohkan empat provinsi dengan Pendapatan Asli Daerah (APD) yang tinggi bekerja sama membangun industri drone. Pabriknya bisa dibangun diantara 4 daerah itu.

Kemudian SDM bisa digabungkan dari empat daerah dan pendanaan riset dari empat daerah tersebut.

Sebab dengan mengandalkan pemerintah daerah akan lebih solid karena teknologi yang dihasilkan disesuaikan dengan kebutuhan daerah. ***

Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter