Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

TMC RIAU: Lahan Gambut di Siak, Dumai, Rokan Hulu, Pulau Rupat dan Pulau Bantan Semakin Basah

Bencana El Nino diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan hadir di Kepulauan Nusantara pada tahun 2023 ini dengan puncak El Nino diprakirakan berlangsung pada September – November 2023, dicirikan kemarau panjang, curah hujan rendah dan kemungkinan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Panjaitan menginstruksikan agar sektor kehutanan, pertanian, kelautan maupun kesehatan agar bersiap mengingat El Nino dapat memicu karhutla, gagal panen serta meningkatnya demam berdarah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) segera menggelar Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk meningkatkan curah hujan selagi awan masih tersedia, sekaligus membasahi lahan lahan gambut agar tidak mudah terbakar.

Melalui Surat Instruksi Kepala BNPB, No.B-213/KA BNPB/PD.01.04/2003, tanggal 12 April 2013 maka Tim BNPB bersamai Smart Cakrawala Aviation segera bergerak menuju Riau untuk menggelar Operasi TMC menggunakan Pesawat Cessna Caravan, didukung para ahli TMC Indonesia. Operasi TMC yang berlangsung pada 18 April 2023 hingga 8 Mei 2023 mencakup wilayah: Siak, Dumai, Rokan Hulu, Pulau Rupat dan Pulau Bantan, kesemuanya di wilayah Provinsi Riau.

Hasil Operasi TMC di wilayah Riau ini dipaparkan oleh Tim Pakar TMC Indonesia yang dipimpin Dr.Asep Karsidi dengan anggota Samsul Bahri, F. Heru Widodo dan Hilmi Rafiiq dihadapan para pakar senior teknologi dari Center for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu (10 /05/ 2023).

alur teknologi modifikasi cuaca

 

Pada awal paparan, Dr.Asep Karsidi menyampaikan bahwa ketersediaan radar cuaca milik BMKG yang semakin lengkap di tanah air memungkinkan pantauan pembentukan awan dan pergerakan awan dapat dilakukan dalam hitungan menit-per-menit.

Dengan demikian, begitu awan mulai nampak terbentuk dengan arah dan kecepatan awan yang sudah terdeteksi, maka pesawat TMC, yang memuat serbuk NaCl, segera terbang menuju sasaran awan dan mulai melaksanakan penyemaian serbuk NaCl pada gumpalan awan tadi.

Usai operasi dan pesawat mendarat kembali maka para ahli terus memantau pergerakan awan dari instrumen radar cuaca. Tak beberapa lama kemudian, tampak pada monitor radar cuaca gumpalan-gumpalan awan tadi mulai menghilang dan informasi dari lapangan, melalui telepon seluler, dilaporkan bahwa hujan mulai turun.

Ditengah suasana libur Lebaran, Tim TMC BNPB dan Smart Cakrawala Aviation terus bekerja hingga 8 Mei 2023 lalu.
Guna mendapatkan masukan dari para pakar CTIS.

Dr.Asep Karsidi memaparkan berbagai hasil Operasi TMC di Riau ini, seperti meningkatnya curah hujan di Provinsi Riau bagian selatan sesuai data Automatic Weather Station (AWS) yang dipasang diberbagai lokasi. Juga, tinggi muka air di lahan gambut menunjukan fluktuasi kenaikan, terutama di Kabupaten Siak dan Rokan Hulu serta Pulau Rupat, mencapai nilai -0.3 hingga -0.2 meter.

bahan untuk teknologi modifikasi cuaca berupa garam NaCL diangkut ke pesawat

Peraturan menetapkan bahwa tinggi muka air di lahan gambut yang aman adalah pada -0.4 m. Dengan demikian, lahan gambut dinilai basah dan aman dari karhutla. Operasi TMC berhasil pula menurunkan jumlah hotspot dari 66 hot spot pada 23 April menjadi 0 pada 25 April 2023. 36 hotspots muncul lagi pada 26 April 2023, namun dengan TMC maka pada 28 April 2023 hotspot berhasil diturunkan menjadi 0. Pada 2 Mei 2023 terdapat 36 hotspot, namun turun menjadi 0 hotspot pada 8 Mei 2023.

Direktur CTIS, Wendy Aritenang mengapresiasi kerja teknologi para ahli TMC Indonesia ini. Mengingat El Nino akan hadir dan selagi awan masih ada, maka operasi TMC perlu terus digencarkan agar lahan menjadi basah dan karhutla bisa dicegah. Oleh sebab itu, hambatan hambatan yang bersifat administratif perlu disingkirkan karena operasi TMC berkaitan dengan kondisi alam dan cuaca yang sewaktu waktu bisa berubah.

Para ahli TMC Indonesia terus berupaya agar operasi TMC menjadi semakin effisien dan effektif, termasuk merintis kerjasama dengan Unit TMC di negara Uni Emirat Arab (UEA) yang sudah berhasil melaksanakan operasi TMC menggunakan kombinasi Flare dan serbuk NaCl dengan volume lebih sedikit.

Dari Riau, Tim TMC Smart Cakrawala Aviation ditugaskan oleh BNPB ke Tabolaka, Nusa Tenggara Timur guna mendukung pelaksanaan KTT ASEAN agar kegiatan para pimpinan Negara-Negara ASEAN tidak terganggu oleh turunnya hujan, mengingat Operasi TMC bisa menurunkan hujan, atau sebaliknya bisa menghambat turunnya hujan.

sumber : https://posmetro.co/2023/05/11/tmc-riau-lahan-gambut-di-siak-dumai-rokan-hulu-pulau-rupat-dan-pulau-bantan-semakin-basah/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Peluang dan Tantangan Industri Penerbangan Indonesia

Dari 7 Juta Kilometer-Persegi luas wilayah Indonesia, 1/3 nya adalah daratan, 2/3 nya adalah lautan dan 3/3 nya adalah wilayah udara.

Wilayah udara ini harus dipertahankan kedaulatannya dan juga dimanfaatkan untuk mempersatukan NKRI melalui, antara lain, pengembangan industri penerbangan Nasional.

Demikian kesimpulan Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 15 Januari 2025, yang mengambil topik “Industri Penerbangan Indonesia”.

Menyampaikan paparan pada diskusi ini adalah Founder dan Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia, Marsekal (Purn) Chappy Hakim, dengan moderator Anggota CTIS yang juga mantan Kepala LAPAN, serta Professor Emiritus ITB, Prof. Harijono Djojodihardjo.

Dari 7 Juta Kilometer-Persegi luas wilayah Indonesia, 1/3 nya adalah daratan, 2/3 nya adalah lautan dan 3/3 nya adalah wilayah udara. 

 

Chappy Hakim, yang mantan Kepala Staf TNI-AU itu, menjelaskan tiga peristiwa besar dunia pada satu abad terakhir dipicu oleh sebuah kekuatan udara, seperti serbuan pesawat-pesawat udara dari Armada Laut Kekaisaran Jepang ke Pangkalan AL AS di Pearl Harbour, Hawaii, pada 7 Desember 1941, yang menggiring Amerika Serikat terlibat pada Perang Dunia II.  Kemudian, dijatuhkannya Bom Atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh pesawat pembom B-29 AS pada Agustus 1945, membuat Jepang bertekuk-lutut dan mengakhiri Perang Dunia II, namun berlanjut pada Perang Dingin.

Dan yang terakhir adalah aksi penabrakan pesawat sipil ke Gedung World Trade Center,di New York pada 11September 2001 yang berakibat hadirnya “War On Terorism” di seluruh Dunia.

Chappy juga menegaskan bahwa kekuatan udara AURI pada Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat, di awal dekade 1960-an, termasuk kehadiran pesawat pesawat pembom strategis TU-16 AURI yang ditugaskan untuk menyasar dan menenggelamkan kapal induk AL Belanda, Karel Doorman, berhasil menggiring Belanda ke meja perundingan, di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa Banga (PBB).

Irian Barat akhirnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi lewat jalur diplomasi dan operasi inflitrasi militer.

Wilayah udara merupakan sumber daya alam yang dikuasai negara untuk dimanfaatkan sebesar besarnya bagi kemaslahatan rakyat.

Chappy menegaskan bahwa Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di Dunia harus hidup dengan dan bersama industri penerbangan.  Untuk menghubungkan 17.500-an pulau di NKRI, hanya bisa dilakukan dengan membangun jaringan transportasi laut dan transportasi udara yang kuat.

Industri penerbangan nasional mempunyai lima ciri, yaitu 1) keberadaan maskapai penerbangan pembawa bendera (flag carrier), 2) memiliki maskapai penerbangan perintis, 3) memiliki maskapai penerbangan charter, 4) memiliki maskapai penerbangan kargo dan 5) memiliki industri pesawat terbang.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Chappy Hakim menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki lima ciri industri penerbangan itu, termasuk pengelolaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia sebagai flag carrier, yang mencontoh sistem management maskapai penerbangan Belanda, yang dikenal terbaik di Dunia.

Indonesia pernah memiliki maskapai penerbangan perintis yang dikomandoi oleh Merpati Nusantara Airlines untuk menjangkau seluruh Indonesia.  Setelah maskapai penerbangan Merpati tutup, diharapkan perannya dapat diambil alih oleh maskapai Pelita Air.

Founder dan Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia, Marsekal (Purn) Chappy Hakim memberikan paparan di  Center for Technology & Innovation Studies (CTIS)

 

 

Kehadiran maskapai penerbangan charter dan kargo perlu didukung oleh keberadaan pabrik pesawat terbang.  Chappy Hakim amat bangga dengan pesawat CN-235 Tetuko  buatan PT. Dirgantara Indonesia, yang rancang-bangunnya dapat untuk angkutan penumpang dan angkutan barang, serta dapat dipakai maskapai penerbangan sipil dan juga digunakan oleh Angkatan Udara di berbagai negara.

“Nampaknya kehandalan CN-235 perlu didukung dengan pelayanan purna-jual serta penyediaan suku cadang yang lebih baik lagi,” demikian komentar Chappy Hakim.

Ia juga berharap kiranya pesawat angkut N-219 buatan PT. Dirgantara Indonesia dapat segera di produksi massal, karena ini adalah jawaban tepat untuk transportasi antar-pulau di Nusantara yang memiliki landasan udara pendek, pesawat berbahan bakar effisien dan biaya operasi relatif rendah.

Sebagai penutup, Chappy Hakim menggaris bawahi tentang tantangan dan strategi pengembangan industri penerbangan di Indonesia, antara lain dukungan pemerintah untuk investasi dan insentif, karena pengembangan industri penerbangan merupakan strategi jangka panjang.

Di samping itu, kebijakan dan regulasi perlu di evaluasi kembali dan dimutakhirkan.  Misalnya, permasalahan wilayah udara, tentang wilayah udara sebagai bagian dari sumberdaya alam sesuai UUD-1945, perlu kehadiran kembali Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional (Depanri), serta perlu keberadaan kembali Lembaga Penerbangan & Antariksa Nasional (LAPAN) yang sudah dibentuk oleh Undang Undang.

“LAPAN adalah lembaga serupa pertama di Asia, dan pada tahun 1961 sudah berhasil meluncurkan roket – roket KAPPA, sayang lembaga ini sekarang hilang,” tutur Chappy Hakim menutup paparannya.

Sumber : https://forestinsights.id/peluang-dan-tantangan-industri-penerbangan-indonesia/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Electric-Powered Boats For Lakes and Rivers In Indonesia

 A group of young university graduates from various disciplines have innovated an electric boat for river and lake transportation in Indonesia. Their idea was translated into a design that utilizes renewable energy (RE), incorporating a hybrid system combining synthetic gas-powered generators to charge electric batteries and solar panels installed on the boat’s roof.

electric boat made by Comestoarra Bentarra Noesantarra

“This will be an electric-powered, low-emission boat with simple technology, making it suitable for villages with rivers and lakes in Indonesia,” explained Arief Noerhidayat, Managing Director of Comestoarra Bentarra Noesantarra, during a discussion at the Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) on Wednesday, February 26, 2025, as stated in a press release.

In his presentation, titled “Electric Boats for Indonesia’s Waterways”, moderated by Dr. Ridha Yasser, Assistant Deputy for Energy and Telecommunications at the Coordinating Ministry for Infrastructure and Regional Development, Arief introduced a waste-to-energy technology called TOSS (Technology for Waste Processing at Source) to produce biomass pellet fuel for electricity generation. The raw materials come from various organic waste sources, including water hyacinth.

These biomass pellets are then fed into a gasifier to produce synthetic gas, which is used to power an electric generator. The electricity generated is stored in batteries, which are then used to power the boat’s propeller, making it ready to sail. The boat also has an additional electricity supply from solar panels installed on its roof.

“We have developed a mini gasifier to produce synthetic gas, which is then used to drive an electric generator. The electricity produced can reach 10,000 watts, 25,000 watts, and even 50,000 watts. This is ideal for electrifying villages,” said Arief, whose startup has already developed biomass-powered gasifier plants generating 10,000 watts in Palembang and 30,000-50,000 watts in Klungkung, Bali.

The electric boat idea caught the attention of PT Pupuk Sriwijaya Palembang, which assigned Arief and his startup, Comestoarra Bentarra Noesantarra, to create a prototype with funding support from its corporate social responsibility (CSR) program. The electric boat was used for transportation along the Musi River, on the Pulau Kamaro – Palembang City route.

 

electric boat eco-friendly

The electricity generated was equivalent to the energy from fuel costing Rp 3,800 per liter. The boat was tested using Pertalite gasoline, which is sold at around Rp 13,000 per liter in the Musi River area. If the boat requires 5 liters of Pertalite per day, the fuel cost would be Rp 65,000 per day. In comparison, using biomass pellet energy costs only Rp 19,000 per day. The test results showed that the electric boat operated excellently, leading to the construction of a second electric boat for transportation in the Musi River.

Discussion participant Dr. Ali Alkatiri, Assistant Deputy at the Ministry of Small and Medium Enterprises (SMEs), strongly supported the initiative as a solution for rural business development. SME business consultant Trihandoyo MSc welcomed Arief’s explanation that local communities had already been trained to maintain the electric boat equipment, as its technology is relatively simple. Both agreed to propose a presentation before Minister of SMEs, Maman Abdurrachman, to push for funding mobilization for electric boat development across Indonesia, including through CSR funds.

According to Arief Noerhidayat, the total cost for building the boat, including the engine, solar panels, and gasifier, is around Rp 141 million. As a follow-up, moderator Dr. Ridha Yasser plans to include this product in the E-Catalog of the Government Procurement Policy Agency (LKPP) so that it can be accessed by ministries, agencies, and local governments at the provincial, district, and city levels.

Arief further explained that the gasifier’s raw materials come from water hyacinth, which is considered an invasive weed and an environmental nuisance, commonly found in hydroelectric dams such as Rawa Pening in Central Java, as well as the Saguling and Cirata Reservoirs in West Java, and Lake Toba in Sumatra. By utilizing water hyacinth as biomass fuel for electricity generation, this innovation not only produces energy but also helps clean lakes from invasive weeds.

He added that the calorific value of water hyacinth is approximately 4,000 Kcal/kg, which is sufficient to generate synthetic gas to power an electric generator and charge the electric boat’s battery.

Source : https://environews.asia/electric-powered-boats-for-lakes-and-rivers-in-indonesia/