Perkembangan teknologi digital semakin canggih dan bisa dimaksimalkan untuk bisa membantu masyarakat kelas bawah di Indonesia.
Dalam diskusi CTIS, Rabu (23/4) mengangkat tema Utilizing CTIS Open Knowledge Repository (CTIS-OKR) for low income communities in Indonesia dengan menghadirkan Brigjen Pur Dr Paulus Prananto Msc, Advisory Board Member Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Paulus Prananto memaparkan bahwa rendahnya minat baca masyarakat di perpustakaan maupun di ruang-ruang baca bisa diantisipasi dengan teknologi digital.
Perkembangan AI di era digital sangat memungkinkan masyarakat kelas manapun bisa belajar ilmu pengetahuan.
Dalam diskusi itu Paulus Prananto memperkenalkan teknologi kecerdasan buatan (AI) yaitu pertama Perplexity AI dan AI Chat.

Kedua adalah Open Knowledge Map, ketiga Google NotebookLM, dan keempat Open Knowledge map.
Empat perangkat lunak ini ia gunakan untuk mencari, meringkas dan memberikan masukan tentang laporan hasil riset dan penelitoian yang kemudian dikembangkan dalam satu knowledge base.
“Kegiatan ini sudah saya tekuni sejak 2010 sampai sekarang dan telah menghasilkan sekitar 500 ribu e-book,” kata Paulus Prananto.
E-book yang dihasilkan sangat dipahami oleh publik mulai dari pertanian, kesehatan wirausaha, pendidikan dan lainnya.
Prananto mengatakan bahwa di era digital yang penuh dengan miliaran data tersebar di seluruh dunia bisa dimanfaatkan dengan Perplexity AI.
Perplexity AI adalah platform kecerdasan buatan yang dirancang untuk memberikan hasil pencarian yang efisien dan mendalam.
Platform ini dilengkapi dengan fitur interaktif yang mendukung pencarian berbasis konteks, yang sangat relevan dalam pembelajaran literatur.
Tetapi tidak hanya mencari dan merangkum, menurut Pranoto bahwa dengan penelusuran mendalam dan kritis menjadi lebih mudah.
“Karena pengguna dapat dengan cepat menemukan informasi baru berdasarkan konteks tertentu,” terangnya.
Sisi menarik dari teknologi ini saat dilakukan ujicoba pencarian dalam diskusi tersebut.

Open Knowledge Map, Google NotebookLM, dan Open Knowledge map.
Contohnya adalah dimana penghasil porang terbesar di Indonesia? Jawabnya menggunakan analisis dan pengolahan data, dan muncul Madiun sebagai daerah penghasil porang terbesar di Indonesia.
Termasuk juga nilai jual, diekspor dimana saja dan pernah terjadi anjloknya harga dan produksi porang karena tidak higenis.
Pranoto berharap dengan penelusuran mendalam dan kritis menjadi lebih mudah karena pengguna dapat dengan cepat menemukan informasi berdasarkan konteks tertentu.
“Saya berharap ada pihak bekerja sama untuk mengembangkan program ini,” harap Pranoto.
Dewan Pakar CTIS, Indroyono Susilo mendukung program ini karena akan membawa anak-anak muda melalukan proses analisis kritis terhadap daerah mereka masing-masing.
Anak muda di daerah akan melek dengan kekuatan daerahnya. “Dengan teknologi AI seperti ini, seorang anak SMK di Kroya sebagai contoh bisa mengembangkan usaha sesuai dengan potensi di daerahnya itu dan daerah mana yang berpotensi sebagai pangsa pasarnya,” pungkasnya. ***