Pemerintah Indonesia meluncurkan program Laptop Merah Putih, sebuah perangkat hasil produksi konsorsium perguruan tinggi dan industri nasional, guna memenuhi kebutuhan digital pendidikan di era pandemi dan seterusnya.
Program ini berawal pada tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 memaksa siswa belajar dari rumah. Saat itu, data Kemenko PMK menunjukkan 40,8% siswa tidak memiliki akses komputer, laptop, atau tablet, sementara 20,4% lainnya tidak selalu bisa mengakses perangkat. Dari total 68 juta lebih siswa di Indonesia, sekitar 27,7 juta tidak memiliki perangkat, dan 13,8 juta hanya bisa mengakses terbatas.
“Permintaan solusi datang dari Kemendikbudristek agar anak-anak tetap bisa sekolah daring,” ungkap Ir. Adi Indrayanto, M.Sc., Ph.D, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB serta peneliti di Pusat Mikroelektronika ITB, dalam diskusi yang digelar CTIS pada Rabu (27/8/2025).

Dari Chromebook ke Laptop Merah Putih
Awalnya, pengadaan laptop pendidikan tidak mewajibkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Namun, sejak 2021, pemerintah melalui KemenkoMarves yang menggawangi TKDN, P3DN, BBI, beserta Kementerian Perindustrian, Kemendikbudristek, dan LKPP mulai mendorong penggunaan laptop ber-TKDN.
Kebutuhan laptop pada tahun 2021 tercatat 431.730 unit dengan nilai Rp3,7 triliun, yang dibiayai melalui APBN dan DAK fisik pendidikan. Menyikapi hal ini, ITB, ITS, dan UGM bersama industri TIK nasional membentuk konsorsium, yang kemudian diperluas dengan UI dan Telkom University, untuk melahirkan perangkat digital tablet dan laptop untuk kebutuhan pendidikan.
Ciri Khas Laptop Merah Putih
Perangkat laptop yang dikembangkan dalam program Laptop Merah Putih ini tidak tergantung dari operating sistem (OS) tertentu. Berbagai OS seperti Microsoft Windows, Linux, Chrome OS dapat digunakan. Perangkat ini dirancang khusus untuk kegiatan belajar mengajar, dan diperuntukan untuk daerah 3T. Perangkat ini, dinamai DiktiEdu, dibagikan gratis kepada siswa dan guru tanpa aplikasi pencarian atau fitur komersial lain.
Saat ini, TKDN laptop Merah Putih baru mencapai 25%, namun targetnya naik menjadi 40–50% pada 2026. Beberapa komponen utama, seperti motherboard, casing, baterai, dan pengisi daya (adaptor) ditargetkan untuk diproduksi menggunakan ekosistem industri di dalam negeri.
“Saat ini, Indonesia sudah mampu membuat motherboard. Pembuktiannya adalah dengan dibuatnya motherboard dengan prosesor Intel Celeron oleh ITB bermitra dengan Advan tahun 2023, dan motherboard dengan prosesor Intel Core i5 oleh ITB bermitra dengan Axioo, dan juga oleh UGM bermitra dengan Zyrex tahun 2024,” jelasnya.

Harapan Industri TIK Nasional
Indonesia memiliki lima produsen laptop lokal — Zyrex, Axioo, Advan, SPC, dan Evercoss — meski sebagian besar komponennya masih diimpor dari China. Melalui program Laptop Merah Putih, pemerintah berharap industri TIK nasional dapat naik kelas, menciptakan lapangan kerja, dan bersaing di pasar global.
“Roadmapnya telah dibuat bersama dengan Kemenperin. Setelah produsen laptop lokal mampu melakukan perakitan SKD selama ini, maka selanjutnya harusnya bergerak ke hulu untuk pembuatan motherboard, casing, battery, dan adaptor di dalam negeri. Ekosistem industri pendukungnya sudah ada dan siap memproduksi ke empat komponen utama laptop di dalam negeri, walaupun tetap perlu tahap persiapan untuk proses sinergi antar rantai pasok industrinya,” pungkas Adi.***