Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Diskusi CTIS: Hitung Global Stocktake Karbon, IPCC Gunakan Teknologi Satelit

Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab berakhir dengan sejumlah konsensus penting. Salah satunya adalah akan dilakukannya Global Stocktake untuk menghitung seberapa jauh progres  penurun emisi karbon setiap negara. Professor  Edvin Aldrian, ahli meteorologi dan iklim BRIN yang juga Wakil Ketua Pokja I IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menjelaskan bagaimana Global Stocktake dilakukan. “Salah satu teknologi yang akan kami terapkan adalah penggunaan citra satelit penginderaan jauh karena dinilai transparan,” katanya pada diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu, 20 Desember, 2023.

Berdasarkan Paris Agreement, berupa kontribusi masing-masing negara untuk mengurangi emisi karbon termasuk indonesia

Diskusi tersebut dipandu oleh moderator Dr. Andi Eka Sakya, Sekretaris CTIS yang juga Mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika (BMKG).

Berdasarkan Paris Agreement, semua negara menyusun dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), berupa kontribusi masing-masing negara untuk mengurangi emisi karbon. Indonesia menyusun  NDC dengan target cukup tinggi, yaitu pada tahun 2030 Indonesia mampu menurunkan emisi sebesar 31,89%  lewat  upaya mandiri atau mencapai 43.2% dengan kerjasama Internasional.

Menurut Edvin, semua komitmen NDC dari masing masing negara akan dikaji secara ilmiah, apakah target tercapai atau tidak. Kajian ini disebut Global Stocktake yang menjadi salah satu konsensus pada COP28 Dubai. Tujuannya untuk menghitung seberapa jauh progress penurun emisi karbon sesuai target NDC masing masing negara.  Lewat program global stocktake ini dapat diketahui kegiatan adaptasi, mitigasi dan pengukuran pendanaan yang diterapkan.  Kajian itu dilakukan IPCC dan akan dilaporkan pada UNFCCC  untuk ditetapkan pada COP berikutnya.

IPCC adalah lembaga ilmiah yang berhimpun sedikitnya 2000 pakar Dunia.  Mereka harus netral guna menganalisis dan memberikan rekomendasi kepada UNFCCC.  Dari 2000-an pakar Dunia tadi terdapat 21 pakar dari Indonesia dan salah satunya menjabat sebagai Wakil Ketua Pokja I IPCC, yaitu Professor  Edvin Aldrian.

Indonesia telah menyusun strategis pengurangan emisi karbon
Petugas Manggala Agni memadamkan api kebakaran hutan di Riau. (Dok KLHK)

Selain Global Stocktake, COP28 juga menghasilkan konsensus untuk dimulainya pengakhiran penggunaan energi fosil. Targetnya juga cukup ambisius, yaitu mengurangi penggunaan energi fosil dari 100 juta barel ke hanya 30 juta barel saja.  Namun negara berkembang masih belum puas, karena dalam Keputusan COP28 tidak dimunculkan sistem pendanaan untuk transisi energi ini.  Indonesia sudah lebih maju karena ada dukungan Negara-negara maju dan Perbankan Internasional sebesar 20 miliar dolar AS untuk program transisi energi di Indonesia, yang dikenal sebagai Just Energy Transition Partnership (JETP).  COP28 juga menyepakati dukungan pendanaan sekitar 700 juta dolar AS untuk memperkuat ketahanan pangan global menghadapi perubahan iklim.

Anggota CTIS, Profesor Harijono Djojodihardjo menggaris bawahi tentang kesenjangan teknologi yang dimiliki negara-negara yang telah meratifikasi Paris Agreement.  Sangat disayangkan bila keputusan keputusan COP justru memperlebar jurang  antara negara negara maju dan negara negara berkembang.  “Teknologi dan pendanaan harus dibagi rata secara berkeadilan, karena kita bersama akan menyelamatkan Bumi,” tegas Harijono.

Anggota CTIS yang lain, Fathor Rahman lebih menyoroti pada program transisi energi di Indonesia dari energi fosil kepada energi terbarukan guna mendukung target NDC.  Ia memperkirakan akan terjadi destruksi ketahanan energi listrik Indonesia apabila proses transisi energi tidak dilakukan secara hati-hati, mengingat Indonesia juga sedang membangun dan bertumbuh menjadi negara maju pada tahun 2045. ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1787508519/diskusi-ctis-hitung-global-stocktake-karbon-ipcc-gunakan-teknologi-satelit

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Ketahui ‘Sangkuriang Sakti’, Target Indonesia Tangguh Bencana 2045

Tahun 2024 ini merupakan peringatan 20 tahun terjadinya  bencana tsunami terbesar di Samudera Hindia, tepatnya pada 26 Desember 2004.  Tsunami yang dipicu gempa  sesar aktif di dasar laut Pantai Barat Sumatera, berkekuatan 9,1 Skala Richter,  menerjang wilayah daratan Aceh dan dampaknya hingga Thailand, Bangladesh, bahkan sampai Madagaskar di Afrika Timur. Diperkirakan, bencana tsunami tadi  menelan korban lebih dari  230.000 jiwa.

Selama 20 tahun terakhir, telah banyak upaya dilaksanakan Pemerintah dan masyarakat untuk memitigasi dan mempersiapkan diri bila bencana sebesar itu kembali muncul.  Indonesia terus meningkatkan kemampuan tangguh bencananya (disaster ressilience) agar bisa mengurangi resiko bencana hingga seminimal mungkin.  Para ahli menskenariokannya menggunakan metoda  delphi dan scenario planning, untuk memproyeksikan Indonesia sebagai Negara Tangguh Bencana pada tahun 2045.

Sangkuriang Sakti, semua aspek teknologi dan sosial berkumpul memberikan solusi penanganan bencana. Inilah sasaran Indonesia Tangguh Bencana 2045,
Kanan ke Kiri) Onny B.Bintoro MBA, Dr.Idwan Soehardi dan Dr.Agustan pada Diskusi TASDA Untuk Teknologi Kebencanaan, di CTIS Jakarta, 10 Januari 2024.

Hasil kajian para ahli dalam bentuk  Trend Assessment and Scenario Development Analysis (TASDA) untuk tangguh bencana 2045 dipaparkan oleh Onny Bintoro MBA, anggota Institute of Electronic & Electrical Engineering (IEEE) USA  dan Dr. Agustan, Ketua Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) pada diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), yang di pandu Dr. Idwan Soehardi, Ketua Komite Kebencanaan CTIS, Rabu 10 Januari 2024.

Pertama yang digarap didalam TASDA adalah menerapkan metoda Delphi  guna memperoleh topik topik isu terkait dengan kebencanaan dan kondisi yang mungkin terjadi hingga beberapa tahun ke depan.

Setelah konsensus tentang topik dicapai, maka masuk pada tahapan TASDA berikutnya yaitu menyusun Skenario Perencanaan (Scenario Planning) dengan membuat grafik garis X horisontal yang merepersentasikan “Teknologi”, garis Y vertikal yang merepresentasikan “Sosial”, sehingga lewat kedua garis tadi terbagilah empat kwadran.  Yaitu kwadran I di kiri atas, kwadran II di kanan atas, kwadran III di kiri bawah dan kwadran IV di kanan bawah.

Sumbu persilangan garis X dan Y merepresentasikan kondisi tangguh bencana saat ini, sedang kondisi pada kwadran terluar merepresentasikan kondisi ketangguhan bencana Indonesia pada tahun 2045. Semua isu kebencanaan yang diperoleh dari hasil metoda Delphi diperbandingkan berkaitan dengan aspek “Teknologi” dan aspek “Sosial” nya.  Dr. Agustan kemudian memasukan semua aspek “Sosial” dan aspek “Teknologi” ke dalam empat kwadran tadi.

Sangkuriang Sakti, sebuah metode semua aspek teknologi dan sosial berkumpul untuk memberikan solusi penanganan bencana tsunami
Tsunami di Aceh 26 Desember 2004 yang menyapu bersih bangunan dan tersisa satu masjid. (Dok BNPB)

Empat jenis bencana yang dikaji adalah bencana hidrometerologi, bencana  geologi, bencana lingkungan dan bencana gagal teknologi. Sedang teknologi yang dimasukkan kedalam kwadran mencakup: teknologi pangan, teknologi energi, teknologi material, Internet of  Things (IoT), Big Data Analysis, Artificial Intelligence (AI), Cloud Computing dan Pengembangan Sumberdaya Manusia.

Berbagai analisis dan perhitungan TASDA menghasilkan empat kesimpulan, yaitu: 1) “Sangkuriang Pasrah”, dimana semua aspek sosial dan teknologi terhimpun di kwadran III, artinya baik dari aspek sosial maupun aspek teknologi Indonesia sangat rentan terhadap kebencanaan, 2) “Sangkuriang Lesu”, dimana semua aspek sosial dan teknologi terhimpun di Kwadran IV, artinya Indonesia sudah menguasai aspek teknologi penanggulangan bencana namun belum tersosialisasikan kepada masyarakat.

3) “Sangkuriang Gaptek”, artinya semua aspek sosial dan aspek teknologi berkumpul di Kwadran I, yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat sadar akan bencana, namun lemah dalam penguasaan teknologinya. Ini tugas para ilmuwan dan teknolog untuk bekerja lebih keras.

Sedang kesimpulan  keempat adalah Sangkuriang Sakti, dimana semua aspek teknologi dan sosial berkumpul di Kwadran IV.  Inilah sasaran Indonesia Tangguh Bencana 2045, memperlihatkan masyarakat yang sangat sadar, terdidik dan terlatih menangani bencana secara baik, didukung iptek yang mutakhir.

Melalui TASDA maka berbagai simulasi perencanaan kedepan perlu disusun, termasuk pengembangan sumberdaya manusianya, dari menyusun kurikulum pendidikan tangguh bencana dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah, hingga penyusunan kurikulum dan bidang bidang jurusan di perguruan tinggi yang berkaitan dengan kebencanaan.

Sangkuriang Sakti menjadi pola metode penanganan bencana melibatkan teknologi dan sosial
Relawan kebencanaan mengevakuasi korban gempa tsunami di Palu. (Dok BNPB)

Ke depan, CTIS sepakat untuk turut mensosialisasikan beragam iptek kebencanaan tadi, menyodorkan kajian TASDA, termasuk memanfaatkan wahana Podcast CTIS, mensukseskan Pameran Kebencanaan Internasional yang akan digelar pada September 2024, serta turut mensukseskan Peringatan 20 Tahun Bencana Tsunami pada 26 Desember 2024. ***

Sumber: https://agroindonesia.co.id/ketahui-sangkuriang-sakti-target-indonesia-tangguh-bencana-2045/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Potensi Pembangkit Listrik Biomassa Skala Kecil, Ramah Lingkungan dan Lebih Murah

Ada 5.200 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Indonesia, berbahan bakar minyak solar.  Ini perlu di de-dieselisasi menggunakan ragam energi baru terbarukan (EBT), termasuk energi biomasa.

Ahli-ahli Indonesia telah mampu merancang-bangun pembangkit pembangkit listrik sekala kecil, antara 7 – 10 Megawatt, dengan bahan bakar gas, batubara, panas bumi dan biomasa.

Sedang PLN telah memprioritaskan program de-dieselisasi untuk 200-an PLTD di Kawasan Timur Indonesia dengan EBT, yang harga bahan bakarnya lebih murah dibanding harga minyak solar, serta lebih ramah lingkungan.

Program ini juga dapat dipakai untuk menghidupkan kembali pabrik boiler, pabrik turbin, dan pabrik generator di tanah air yang pernah mencapai puncak produksi di dekade 1990-an lalu.

Itulah butir butir hasil diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) Selasa, 14 November 2023.

Dari 120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman
Para Ahli Pembangkit Listrik Indonesia – Finlandia pada Disuksi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Selasa 14 November 2023 lalu.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Ketua Komite Energi CTIS, Dr. Unggul Priyanto, tampil sebagai pembicara para perancang-bangun pembangkit listrik Andhika Prastawa, Arie Rahmadi dan Arli Guardi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mereka telah merancang bangun pembangkit listrik sejak tahun 2001, saat masih bergabung di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Sejak 2001, mereka telah merancang-bangun 12 pembangkit listrik, diantaranya, PLTU di Kaltim 2 X 7 Megawatt, lalu ada PLTU Lombok 2 X 25 MW,  ada juga Pembangkit Listrik 1 X 65 Megawatt milik PT Semen Indonesia di Sulawesi, PLT Gas 210 MW di Balaraja, Banten, PLT Panas Bumi 1 X 60 Megawatt di Patuha Jawa Barat.

Juga pembangkit listrik sekala kecil, 7 – 10 Megawatt, seperti yang di Sangatta, Kalimantan Timur, serta  PLTU 2 X 10 MW di Ketapang, Kalimantan Barat, Tahun 2003.

Atas permintaan PT. PLN, para ahli pembangkit listrik BRIN ini juga mulai merancang PLT biomassa sekala kecil, dengan prioritas pertama dibangun di Tobelo, Maluku Utara, berskala 7 Mega Watt.  Ini merupakan upaya awal untuk mengganti PLTD dengan PLT Biomassa.

Pada acara diskusi, juga tampil sebagai pembicara Dr. Ari Koko, Direktur R & D Valmet Finland dan Rushikesh Dikule, Perwakilan Valmet di Indonesia.

120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE) guna mendukung program EBT biomassa.
PLTBM Siantan. Sumber : PT. PLN

Tim Valmet ini menerangkan bahwa Dunia sekarang bergerak ke arah EBT, sebagai contoh, 85% bauran energi pembangkit listrik di Finlandia menggunakan energi biomassa,  padahal luas hutannya hanya 22,8 juta hektare (ha) saja. Bauran energi di Swedia mencapai 60% energi biomasa untuk  pembangkit listriknya, dengan luas hutan 28 juta ha.

Sedang dari 120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE) guna mendukung program EBT biomassa. Termasuk di dalamnya program  co-firing biomassa, yaitu mencampur 95% batubara dengan 5% serpih kayu sebagai pasokan PLTU.

Valmet, Finlandia telah membangun 10 Pembangkit Listrik berbahan baku campuran, batubara dan serpih kayu di Indonesia.

Mengingat potensi pembangkit listrik di Indonesia menggunakan energi biomassa sangatlah besar, para ahli pembangkit listrik Indonesia mengharapkan kiranya ada program kerjasama Valmet Finlandia dan BRIN Indonesia untuk membangun PLT Biomassa, sekaligus menghidupkan kembali pabrik-pabrik boiler di Indonesia seperti PT. Barata dan PT. Boma Bisma Indra, serta pabrik pabrik turbin, seperti Nusantara Turbine, Pindad, dan PT PAL.

Saat ini, mobilisasi pendanaan internasional untuk Green Energy tidaklah  trelalu sulit, karena Dunia sedang mengarah pada Transisi Energi yang berkaitan dengan Perubahan Iklim.  Indonesia juga mendapatkan sumber dana hingga 20 miliar dolar AS melalui Program Just Energy Transition Partnerhsip (JETP) yang diluncurkan saat KTT G-20 di Bali pada November 2022 lalu.

Untuk pertama kalinya, Provinsi Kalimantan Barat memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm). PLTBm yang terletak di Desa Wajok Hulu, Kecamatan Siantan, Kab. Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Dok ESDM

Tentunya ini bukan hibah, namun perlu dibuat paket komponen hibah untuk pelatihan, paket pinjaman bunga rendah untuk alih teknologi pembangunan pembuatan Pembangkit Listrik di dalam negeri melalui peningkatan kandungan lokal secara bertahap, hingga  alokasi dana untuk mempekerjakan para ahli dan konsultan dalam negeri sendiri dalam tahapan pembuatan studi kelayakan, pembuatan  detail engineering design, hingga kegiatan pengawasan pembangunan proyek.

Para peserta diskusi sepakat  kiranya pola ini dapat dicobakan pada pembangunan PLT Biomassa di Tobelo Maluku Utara yang saat ini tengah digarap. ***

Sumber : https://agroindonesia.co.id/potensi-pembangkit-listrik-biomassa-skala-kecil-ramah-lingkungan-dan-lebih-murah/