Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

59 Iptek Pilihan untuk Indonesia  Emas

Inilah daftar 59 Iptek Pilihan untuk Indonesia  Emas yang sudah disusun oleh para pakar di bidang masing-masing tergabung dalam Center of Technology and Innovation Studies.

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Skema Iron Man untuk Perkuat Industri Startup di Indonesia

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.

Indonesia sebagai negara yang terus berkembang di dunia startup bisa melakukannya dengan skema-skema pendanaan, dukungan riset dan berorientasi di sektor global.

Startup dalam kontek bisnis adalah perusahaan rintisan yang baru beroperasi dan fokus pada pengembangan produk atau layanan baru yang inovatif.

Startup umumnya memiliki usia bisnis kurang dari 3 tahun dan berakar pada inovasi untuk menciptakan atau meningkatkan produk yang ada di pasar.

Dan startup di industri militer merupakan salah satu yang potensial dikembangkan.

Siapa yang bisa menghidupkan startup-startup ini? Dunia membutuhkan sosok Tony Stark sosok dalam komik Marvel Iron Man. Tapi apa korelasi antara Iron Man dengan industri startup?

CTIS mengangkat tema Association the Iron Man Model: How Startups and The Military Can Work Together dalam diskusi publik Rabu, 30 Aprl 2025 dengan narasumber utama

Alexander Ludi Sekjen Indonesia Robotics dan moderator Dr Ir Jarot S Suroso M.Eng.IPU. ASEAN Eng.

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.
CTIS mengangkat tema Association the Iron Man Model: How Startups and The Military Can Work Together dalam diskusi publik Rabu, 30 Aprl 2025 dengan narasumber utama
Alexander Ludi Sekjen Indonesia Robotics (no 4 dari kiri berbaju hitam) dan moderator Dr Ir Jarot S Suroso M.Eng.IPU. ASEAN Eng. (no lima dari kiri)

Alexander Ludi menjelaskan bahwa saat ini ekosistem Artificilal intelligence (AI) berkembang luar biasa dan ditangkap oleh startup sebagai bisnis awal yang menjanjikan.

Ekosistem AI ini masuk ke ranah manapun hingga ke militer dan berorientasi ke bisnis global.

Dari AI ini kemudian merambah ke berbagai inovasi-inovasi baru mulai dari drone, aplikasi, robot pengganti tentara, dan lainnya.

Untuk menciptakan ekosistem startup agar terus hidup dibutuhkan model Iron Man. “ Di Amerika Serikat, teknologi dikembangkan para startup ini tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga kemampuan menguasai pasar global. Kemampuan deep dive ini mereka kuasai. Mereka benar-benar nyemplung di dalam,” kata Alexander Ludi.

Kemampuan-kemampuan ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Lahirlah sosok-sosok Tony Stark yang kaya raya berawal dari startup.

Tony Stark dalam film Iron Man, adalah seorang industrialis, petualang, filantropis, penemu dan ilmuwan. Ia tak segan-segan menggelontorkan uang dalam jumlah besar untuk mendukung inovasi dan riset.

Berbeda dengan di Indonesia, dari 50 ribu startup yang ada, hanya 350 startup mendapat pendanaan dari pemerintah. Namun hanya tiga startup yang jadi dan berkembang.

“Indonesia itu banyak Tony Stark tetapi mereka tidak punya uang. Kenapa startup banyak yang gagal karena di Indonesia penguasaan sampai ke dalam belum dikuasai,” jelasnya.

SDM Indonesia menguasai teknologi tetapi belum menguasai bagaimana harus mengembangkan teknologi itu agar terus berlanjut dan menguasai pasar global.

Hal itu menurut Alexander Ludi harus menjadi perhatian agar startup Indonesia bisa berkembang luas dan menguasai pasar global.

Selain itu, startup militer saat ini sangat menjanjikan. Alexander memberi contoh bahwa AS awalnya hanya memikirkan musuh utamanya adalah Rusia. Negara tersebut lupa bahwa musuh-musuh lainnya yang disebut non nation seperti Al Qaeda, Houthi dan lainnya telah menghancurkan keamanan negara super power itu.

Dari situlah AS mulai menaruh perhatian dukungan startup militer yang kemudian menghasilkan teknologi distruktif  dari segala matra untuk melawan teroris.

Mulai hadirnya drone dengan segala kecanggihannya, munculnya ekosistem AI hingga melahirkan ide-ide tentara robot untuk mengurangi jumlah tentara AS yang tewas atau cacat di medan perang.

 

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.
Leonardo salah satu perusahaan startup yang kemudian berkembang menjadi perusahaan yang mengembangkan teknologi militer dengan model skema Iron Man.(dok Leonardo)

Di Indonesia pun potensi itu bisa dikembangkan sejak seorang calon pengusaha itu duduk di bangku kuliah.

Titik tertinggi bagi seorang calon enterpreneur adalah saat ia bisa bertemu dengan para investor, supervisi dan ahli marketing untuk mengungkapkan gagasan, ide dan bagaimana ide-ide itu terus bisa dikembangkan seterusnya.

“Model Iron Man ini harus diperkuat. Indonesia dengan kekuatan 70 juta warga milenial, harus didukung dengan hadirnya ekosistem yang mendukung mereka menjadi enterpreneur dengan memperbanyak inkubator, akselerator dan ruang untuk mereka bergerak.’

Ia menambahkan bahwa birokrasi dengan startup di Indonesia tidak inline karena birokrasi masih ketinggalan dan kuno.

Akhirnya yang terjadi di birokrasi lahir asosiasi-asosiasi yang diibaratkan sebagai negara baru tetapi tidak saling terkoneksi.

Menurutnya proses inovasi dan trasnformasi kolaborasi riset dan inovasi dalam penyelenggaraan di industri harus terjadi dan berkolaborasi.

Di Indonesia hal ini belum bisa. Banyak asosiasi di birokrasi tetapi belum diimplementasikan.  “Akhirnya banyak asosiasi menjelma sebagai negara baru,” kritiknya.

Namun belakangan ini ada beberapa founder startup memasuki dunia birokrasi dan mengubah konsep di birokrasi yang masih kuno dengan cara mereka berbisnis selama ini. Hal ini menjadi langkah positif agar bisa mengubah aturan birokrasi yang lambat.

Alexander memberi contoh bagaimana sebuah usaha rintisan drone cargo yang dibuat bekerja sama dengan LAPAN dengan anggaran Rp600 miliar selama lima tahun. Skema ini mirip model Iron Man.

Bahkan fasilitas milik LAPAN di Rumpin digunakan untuk pengembangan drone cargo 120 kg itu sebab Garuda Indonesia siap membeli produk tersebut.

Sebelumnya Garuda Indonesia pernah akan membeli drone cargo dari China namun terhalang regulasi karena drone masuk dalam ranah militer.

Dengan hadirnya startup yang didukung LAPAN ini, Garuda siap membeli produk dalam negeri tersebut.

“Namun kemudian yang terjadi saat tahun kelima Kemenristek dibubarkan dan menjadi BRIN. Termasuk LAPAN juga dibubarkan. Akhirnya proyek rintisan model Iron Man ini tidak lanjut berproduksi,” ungkapnya.

Sementara Jepang saat ini mulai membangun role model Iron Man untuk bidang pertahanan. Amerika Serikat sebagai pelopor, Kementerian Pertahanan telah mengucurkan US$4 miliar untuk mendanai 7 ribu startup kecil di bidang militer.

Dan di Eropa, empat negara Uni Eropa membangun kerjasama di bidang industri militer yang berdampak membuka lapangan kerja dan pendapatan.

Startup menjadi kekuatan ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Hal ini sudah dilakukan oleh negara-negara maju dengan menyokong startup baik dari segi pendanaan riset dan pasar market yang jelas.
Pesawat NC-212 adalah pesawat penumpang sipil dan militer diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia di bawah lisensi CASA.(dok PT DI)

Di Indonesia, PT Dirgantara Indonesia telah menyediakan inkubator bisnis untuk industri penerbangan.

Model Iron Man ini bisa diterapkan di Indonesia dengan membangun kerjasama antarprovinsi.

Alexander mencontohkan empat provinsi dengan Pendapatan Asli Daerah (APD) yang tinggi bekerja sama membangun industri drone. Pabriknya bisa dibangun diantara 4 daerah itu.

Kemudian SDM bisa digabungkan dari empat daerah dan pendanaan riset dari empat daerah tersebut.

Sebab dengan mengandalkan pemerintah daerah akan lebih solid karena teknologi yang dihasilkan disesuaikan dengan kebutuhan daerah. ***

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Mencerdaskan Masyarakat Perdesaan Dengan Teknologi AI

Perkembangan teknologi digital semakin canggih dan bisa dimaksimalkan untuk bisa membantu masyarakat kelas bawah di Indonesia.

Dalam diskusi CTIS, Rabu (23/4) mengangkat tema Utilizing CTIS Open Knowledge Repository (CTIS-OKR) for low income communities in Indonesia dengan menghadirkan Brigjen Pur Dr Paulus Prananto Msc, Advisory Board Member Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Paulus Prananto memaparkan bahwa rendahnya minat baca masyarakat di perpustakaan maupun di ruang-ruang baca  bisa diantisipasi dengan teknologi digital.

Perkembangan AI di era digital sangat memungkinkan masyarakat kelas manapun bisa belajar ilmu pengetahuan.

Dalam diskusi itu Paulus Prananto memperkenalkan teknologi kecerdasan buatan (AI) yaitu pertama Perplexity AI dan AI Chat.

 

Perkembangan teknologi digital semakin canggih dan bisa dimaksimalkan untuk bisa membantu masyarakat kelas bawah di Indonesia.
Brigjen Pur Dr Paulus Prananto Msc, Advisory Board Member Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (berbaju putih) saat memaparkan tentang Utilizing CTIS Open Knowledge Repository (CTIS-OKR) for low income communities in Indonesia

Kedua adalah Open Knowledge Map, ketiga Google NotebookLM,  dan keempat Open Knowledge map.

Empat perangkat lunak ini ia gunakan untuk mencari, meringkas dan memberikan masukan tentang laporan hasil riset dan penelitoian yang kemudian dikembangkan dalam satu knowledge base.

“Kegiatan ini sudah saya tekuni sejak 2010 sampai sekarang dan telah menghasilkan sekitar 500 ribu e-book,” kata Paulus Prananto.

E-book yang dihasilkan sangat dipahami oleh publik mulai dari pertanian, kesehatan wirausaha, pendidikan dan lainnya.

Prananto mengatakan bahwa di era digital yang penuh dengan miliaran data  tersebar di seluruh dunia bisa dimanfaatkan dengan Perplexity AI.

Perplexity AI adalah platform kecerdasan buatan yang dirancang untuk memberikan hasil pencarian yang efisien dan mendalam.

Platform ini dilengkapi dengan fitur interaktif yang mendukung pencarian berbasis konteks, yang sangat relevan dalam pembelajaran literatur.

Tetapi tidak hanya mencari dan merangkum, menurut Pranoto bahwa dengan penelusuran mendalam dan kritis menjadi lebih mudah.

“Karena pengguna dapat dengan cepat menemukan informasi baru berdasarkan konteks tertentu,” terangnya.

Sisi menarik dari teknologi ini saat dilakukan ujicoba pencarian dalam diskusi tersebut.

contoh pencarian dengan Perplexity AI, dan AI Chat. Open Knowledge Map, Google NotebookLM, dan Open Knowledge map.
contoh pencarian dengan Perplexity AI, dan AI Chat.
Open Knowledge Map, Google NotebookLM, dan Open Knowledge map.

Contohnya adalah dimana penghasil porang terbesar di Indonesia? Jawabnya menggunakan analisis dan pengolahan data, dan muncul Madiun sebagai daerah penghasil porang terbesar di Indonesia.

Termasuk juga nilai jual, diekspor dimana saja dan pernah terjadi anjloknya harga dan produksi porang karena tidak higenis.

Pranoto berharap dengan penelusuran mendalam dan kritis menjadi lebih mudah karena pengguna dapat dengan cepat menemukan informasi berdasarkan konteks tertentu.

“Saya berharap ada pihak bekerja sama untuk mengembangkan program ini,” harap Pranoto.

Dewan Pakar CTIS, Indroyono Susilo mendukung program ini karena akan membawa anak-anak muda melalukan proses analisis kritis terhadap daerah mereka masing-masing.

Anak muda di daerah akan melek dengan kekuatan daerahnya. “Dengan teknologi AI seperti ini, seorang anak SMK di Kroya sebagai contoh bisa mengembangkan usaha sesuai dengan potensi di daerahnya itu dan daerah mana yang berpotensi sebagai pangsa pasarnya,” pungkasnya. ***

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Iptek Dalam Islam Harus Bermanfaat untuk Umat Manusia

Prinsip Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperkuat keimanan dan membawa manfaat untuk umat manusia.

Hal itu disampaikan oleh Ustadz Agus Salim Dasuki dalam acara halal bihalal yang diselenggarakan oleh Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS) di Kantor CTIS Gedung ex Menko Maritim lt 20 Jakarta, Rabu 16 April 2025.

“Prinsip Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sudah jelas. Iptek untuk meningkatkan kualitas hidup, memperkuat keimanan dan membawa manfaat untuk umat manusia,” kata Ustadz Agus Salim Dasuki dalam tausiyah berjudul Prinsip Islam dalam pengembangan Iptek.

Prinsip Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup.
Ustadz Agus Salim Dasuki saat memberikan tausiyah dalam acara halal bihalal yang diselenggarakan oleh Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS) di Kantor CTIS Gedung ex Menko Maritim lt 20 Jakarta, Rabu 16 April 2025.

Ustadz Agus kemudian mengenang pertemuan dengan Presiden RI ke-3 BJ Habibie, tentang iptek dan imaq (imam dan taqwa).

Waktu itu BJ Habibie menanyakan tentang iptek di dalam Islam. Menurutnya dalam Al Qur’an dan Hadist telah dijelaskan tentang iptek dalam pandangan Islam.

Dalam Surat Al-A’raf ayat 56 menjelaskan melarang manusia untuk berbuat kerusakan di bumi setelah Allah menciptakan dan mengatur dengan baik.

Kemudian dalam Surat Al-Alaq dijelaskan bahwa umat Islam diperintahkan membaca.

Rektor Universitas Persada itu menegaskan bahwa banyak surat di Al Qur’an menegaskan bahwa pentingnya ilmu pengetahuan dan hadist nabi yang menuntut umat manusia untuk terus belajar sampai mati.

“Carilah ilmu sejak dalam buaian ibu hingga meninggal dunia,” kata ustadz.

Tidak ada batasan umur dalam belajar. Dan Islam sangat mendorong iptek sebagai ibadah karena bertujuan untuk memakmurkan rakyat.

“Dan kita sebagai orang-orang ulil albab atau orang yang berakal berpikir terhadap alam, penciptaan alam semesta dan langit bumi. Dan sekarang ini perkembangan AI (kecerdasan buatan). Semua bisa dijelaskan oleh AI. Tapi soal agama, tetap pada Al Qur’an dan hadist,” tegasnya.

Ustadz juga menyinggung tentang tujuh amalan dan pahala yang akan terus mengalir.

Sedangkan dari sisi iptek, salah satu dari tujuh amalan ini adalah menyiapkan fasilitas untuk penerangan dan air minum.

“Jadi ilmu untuk manfaat manusia dan lingkungan. Teknologi tidak bertentangan dengan nilai Islam seperti teknologi untuk pembunuhan massal. Ilmu untuk kemaslahatan umat,” pesannya.

Di akhir tausyiah ustadz berpesan bahwa hakekat orang yang dibebaskan dari siksa kubur dan masuk surga adalah orang yang memberi kepada orang yang tidak pernah memberi.

Orang yang mau memaafkan orang lain yang pernah mendholimi. “Dan orang yang menyambung silaturahim pada orang yg memutus silaturahim,” pungkasnya.

Prinsip Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup,
Dewan Pembina CTIS Indroyono Soesilo menegaskan bahwa dalam halal bihalal CTIS ini juga menjadi ajang saling tukar menukar gagasan untuk terus memajukan inovasi dan iptek di dalam negeri.

Sebelum siraman rohani, Dewan Pembina CTIS Indroyono Soesilo menegaskan bahwa dalam halal bihalal CTIS ini juga menjadi ajang saling tukar menukar gagasan untuk terus memajukan inovasi dan iptek di dalam negeri.

Menurutnya sudah 30 tahun ini iptek tidak ada kemajuan. Sejak pameran iptek pada 1993 di Kemayoran Jakarta dan tahun ini juga akan digelar pameran iptek, ada kecenderungan 30 tahun terakhir iptek mandeg.

Ia juga menyayangkan banyak ilmuwan yang bekerja di lembaga-lembaga penelitian pemerintah masih sungkan atau belum berani berbicara di CTIS tentang iptek yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

“Kita merasakan itu. Saya ingin sampaikan bahwa ini tantangan dan harapan perkembangan iptek di Indonesia. CTIS akan menjadi wadah dan akan terus terlibat,” ujarnya.

Indroyono optimstis pada waktu dekat akan banyak kajian dan solusi dari para ilmuwan untuk masa depan iptek Indonesia.

Prinsip Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
Halal bihalal yang diselenggarakan oleh Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS) di Kantor CTIS Gedung ex Menko Maritim lt 20 Jakarta, Rabu 16 April 2025.

Sedangkan Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro mendukung kegiatan CTIS yang menjadi wadah tukar gagasan.

“Saya senang gembira berjuang bersama-sama selama bertahun-tahun dan masih berkumpul. Dalam ilmu kesehatan pensiun harus bayak berkumpul. Punya misi tujuan. Bagaimana kita meneruskan iptek ini ke generasi selanjutnya,” ujar Wardiman.

“Ini salah satu pertemuan mingguan CTIS. Kita bisa memberikan hasil pemikiran baik diminta atau tidak diminta kepada pihak terkait,” pungkasnya. ***

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Diskusi CTIS: Perlu Dukungan Regulasi yang Terintegrasi untuk Pengembangan PLTS di Indonesia

 Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), atau tenaga matahari, di Indonesia saat ini baru mencapai 450 MegaWatt (MW). Ini berarti kapasitas saat ini masih sangat jauh dari target PLTS pada tahun 2025 yang sekitar 6.500 MW. Kapasitas PLTS di Indonesia juga masih sangat kecil jika dibandingkan  dengan pemanfaatan PLTS di Dunia, yang sudah mencapai 509.000 MW. Untuk itu perlu diambil kebijakan terkoordinasi lintas pemangku kepentingan agar potensi PLTS di negara tropis yang kaya sinar matahari ini dapat diterapkan hingga semaksimal mungkin, termasuk dukungan industrinya.

Kebijakan yang perlu diambil mencakup penetapan target Nasional yang rasional, terarah, didukung regulasi yang konsisten sehingga investasi di bidang energi surya di tanah air menjadi layak.

 Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), atau tenaga matahari, di Indonesia saat ini baru mencapai 450 MegaWatt (MW).
Para periset di Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PRKKE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung mobile pertama di Indonesia. (dok BRIN)

Demikian terungkap pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies  (CTIS)  Tentang Sistem PLTS: Potensi, Teknologi, Pemanfaatan dan Tantangannya di Indonesia, Rabu 20 Maret 2024. Menjadi pembicara kunci pada diskusi tersebut Dr Andhika Prastawa, Perekayasa Ahli Utama BRIN, yang juga Alumnus ITB dan Universitas Indonesia. Diskusi dipandu oleh Ketua Komite Energi CTIS, Dr Unggul Priyanto, yang juga Mantan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Andhika membuka diskusi dengan menegaskan bahwa Indonesia harus terus meninggalkan ketergantungan pada energi fosil dan menerapkan energi baru dan terbarukan.  Agenda Pemerintah untuk Transisi Energi menuju Net Zero Emission 2060, mengedepankan Energi Surya sebagai prioritas.  Indonesia memiliki potensi energi surya sebesar 4,8 KWh/m2.  Potensi ini setara 112.000 GigaWatt, atau 112 Juta MW.   Namun demikian, penggunaan PLTS di tanah air masih kecil, baru sekitar 450 MW saja.

“Ini yang perlu dibedah agar solusi implementasi PLTS di tanah air bisa meningkat,” kata Andhika. Bila mengacu pada Peta Jalan Transisi Energi dan Strategi Menuju Net Zero Emission 2060 Sektor Energi, terlihat bahwa pada tahun 2060 kapasitas pembangkit listrik Indonesia akan mencapai 708 GigaWatt (GW), atau 708.000 MW,  dimana 421 GW diantaranya akan dipasok dari PLTS.  Mengingat kondisi geografis Nusantara, yang merupakan Negara Kepulauan,  maka perlu dibangun sistem super grid guna meratakan sebaran energi listrik ke seluruh Nusantara dengan memanfaatkan potensi energi baru dan terbarukan di tiap-tiap wilayah.

Untuk PLTS misalnya, wilayah Pulau Sumba di NTT yang kaya sinar matahari sepanjang tahun, diprakirakan mampu memasok 140 GW listrik dengan  memanfaatkan 145 ribu hektar lahan untuk memasang panel-panel surya. Listrik yang dibangkitkan dari PLTS di Sumba tadi dapat dialirkan keseluruh Indonesia melalui jaringan Super Grid.  Tahap pertama yang harus diambil agar investasi membangun PLTS menjadi layak adalah regulasi yang mendukung.  Andhika melihat bahwa regulasi tentang PLTS ini tampak masih belum terintegrasi, yang bisa menguntungkan semua pihak.

Sebagai contoh, untuk regulasi pemanfaatan listrik surya atap saja, sejak tahun 2018 hingga 2024 sudah ada tiga peraturan menteri yang berubah-ubah terus.   Belum lagi peraturan Menteri Keuangan yang tadinya mendorong pemberian insentif pada pembangunan PLTS, namun akhirnya peraturan tadi dicabut kembali karena ternyata insentif tadi dinilai menguntungkan investasi perusahaan besar saja, bukan untuk pengusaha kecil dan menengah.

Padahal, pembangunan PLTS memerlukan regulasi yang jelas dengan jangka waktu yang cukup lama agar investasi yang dibenamkan bisa menguntungkan secara ekonomis.  Di lain pihak, kemajuan teknologi membuat tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTS semakin lama semakin murah, rata rata Dunia sekitar 4,9 Sen Dollar per KWh. Bahkan di Saudi Arabia, harga listrik PLTS hanya 1 Sen Dollar per-KWh.

Harga listrik yang dihasilkan akan semakin murah apabila PLTS yang dibangun berkapasitas besar dan ini berarti diperlukan lahan yang lebih luas.  PLTS 100 MW bisa menghasilkan listrik seharga 6 Sen Dollar per-KWh, sedang PLTS 300 MW bisa menghasilkan listrik seharga 2-3 Sen Dollar saja. Di Indonesia, sesuai Perpres 112/2022, untuk 10 tahun pertama,  harga tertinggi PLTS di atas 20 MW adalah 6,9 Sen Dollar per-KWh dan akan turun menjadi 4,7 Sen Dollar untuk tahun-tahun berikutnya.  Ini sekali lagi, perlu regulasi yang jelas dan berjangka panjang agar investasi bisa layak.  Apalagi, pihak investor harus menyediakan lahan terlebih dahulu bila akan mendapatkan ijin berinvestasi dibidang PLTS.

Perkembangan positif untuk pengembangan PLTS di Indonesia adalah adanya terobosan dalam penyediaan lahan untuk PLTS, seperti pada PLTS di Cirata, Jawa Barat yang mulai beroperasi pada November 2023 lalu.  PLTS yang dapat membangkitkan 192 MW listrik ini dibangun secara terapung di Danau Waduk Cirata dan merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara.  Dengan cara demikian maka permasalahan penyediaan lahan bisa terpecahkan.  Tentunya, ini bisa direplikasi di danau-danau dan waduk waduk lain diseluruh Indonesia.  Ada lima tahapan hulu-hilir dalam pembangunan industri PLTS dan biasanya pembangunan industrinya dimulai dari hilir, yaitu kemampuan membangun PLTS.  Indonesia mulai menerapkan PLTS pada tahun 1978, saat BPPT membangun Desa Surya di Sukabumi, Jawa Barat.

 Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), atau tenaga matahari, di Indonesia saat ini baru mencapai 450 MegaWatt (MW).
DOK ESDM

Setelah kemampuan membangun PLTS dikuasai maka masuk ke tahapan industri lebih hulu, yaitu industri pembuatan modul surya dan panel surya.  Inipun telah dikuasai ahli ahli Indonesia dan pabrik pembuat panel surya telah bermunculan di tanah air. Tahapan industri yang lebih ke hulu, seperti industri pembuatan sel surya silikon kristalin, industri pembuatan ingot kristal silikon dan wafer silikon dan  Industri pemurnian silikon ternyata masih belum dikuasai Indonesia.

Padahal pasir kwarsa (SIO2) sebagai bahan baku silikon sangat berlimpah di Bumi Nusantara ini.  Itulah sebabnya, peserta diskusi sepakat bahwa pembangunan PLTS di Indonesia perlu lebih terintegrasi dan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi di dalam negeri mengingat negeri di katulistiwa ini kaya sinar matahari sepanjang tahun dan juga ketersediaan pasir kwarsa, sebagai bahan baku silikon, yang berlimpah.  Tentu upaya ini juga akan mejadi perhatian Dirjen Energi Baru & Terbarukan Kementerian ESDM yang baru dilantik, Professor Eniya Lystia Dewi, yang juga anggota CTIS. ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/ekonomi-bisnis/pr-1787884230/diskusi-ctis-perlu-dukungan-regulasi-yang-terintegrasi-untuk-pengembangan-plts-di-indonesia

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Eksplorasi Laut Dalam Indonesia, Oseanografer Singkap Misteri Menakjubkan

Manusia berlomba untuk mendarat kembali di Bulan sejak pertama kali Astronot AS, Neil Amstrong menjejakkan kaki di Bulan tahun 1969 lalu.  Tiongkok bahkan mentargetkan mendaratkan manusia pertama di Planet Mars pada tahun 2035 nanti.  Ternyata, selain eksplorasi Ruang Angkasa, masih banyak misteri di dasar laut Bumi kita yang belum dieksplorasi.

Terlebih di wilayah teritori laut Kepulauan Nusantara yang sangat unik. Di sela Pertemuan KTT G-20 di Bali, November 2022 lalu, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menandatangani kerjasama dengan OceanX, sebuah Yayasan Filantropi dari AS, untuk mengeksplorasi laut dalam Nusantara menggunakan kapal riset modern OceanXplorer, salah satu kapal riset paling canggih di dunia.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyiapkan program dan para pakar kelautan Indonesia guna bergabung dalam OceanXplorer.  
Dr Marina C.G.Frederik (No.2 dari kanan) Pada Paparan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) /CTIS/

Kemenko Marvest lalu menugasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menyiapkan program dan para pakar kelautan Indonesia guna bergabung dalam OceanXplorer.  Proposal riset disusun oleh para ahli kelautan Indonesia sendiri.  Setelah disepakati maka dirancang rute pelayaran OceanXplorer di perairan Indonesia, kurun Mei – Agustus 2024.

Lima Segmen rute survei laut disepakati antara Pemerintah RI dengan OceanX. Pertama, Rute 1 yaitu Riset Perairan Pulau Sumatera Bagian Utara (Banda Aceh)  untuk mengamati Sumber Tsunami 2004 dan Zona Megathrust. Rute 1 dipimpin ahli Indonesia Dr Haekal Haridhi.

Rute 2 dipimpin Ir Taufik Wiguna MSc dengan topik Biodiversitas dan Oseanografi  Barat Laut Sumatra – Lepas Pantai Padang.   Rute 3 dipimpin Profesor Agus Atmadipura dengan Topik Biodiversitas dan Oseanografi  Barat Daya Sumatera– Lepas Pantai Lampung.  Kemudian Rute 4 dikhususkan untuk Para Explorer Muda, melaksanakan riset di Perairan Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Terakhir Rute 5 akan meneliti ikan purba Coelacanth dan Biodiversitas di perairan Sulawesi Utara, pada Agustus 2024. OceanXplorer memang kapal riset canggih, dilengkapi dengan peralatan survei teknologi mutakhir.

Di antaranya dua kapal selam ber-awak yang dapat menyelam hingga 1,000-meter, diberi nama Neptune untuk kegiatan riset laut dalam dan kapal selam bernama Nadir yang dilengkapi sarana kamera dan multi-media canggih guna dipakai untuk pembuatan film bawah laut.

Kemudian ada peralatan  Remotely Operated Vehicle (ROV), atau robot tanpa awak,  yang mampu menyelam hingga hingga 6.000-meter, dilengkapi peralatan untuk mengambil sampel di dasar laut, juga membawa kamera.  Disamping itu, kapal memiliki Laboratorium riset mutakhir untuk melakukan next-gen DNA sequencing, tersedia peralatan untuk pemetaan akustik lengkap, juga peralatan untuk analisis konduktiviti, temperatur dan kedalaman (CTD).

Organisasi nirlaba eksplorasi laut global OceanX, bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia mengumumkan dimulainya secara resmi misi eksplorasi penting “Misi Indonesia 2024.” (Dok Kemenko Marves)

Kapal riset, yang mulai beroperasi sejak tahun 2020 lalu itu, juga dilengkapi sebuah helikopter. Sementara RV OceanXplorer, yang dirancang Mark Dalio dan Vincent Piergone, memiliki misi mulia, yaitu: “To support scientists to explore the ocean and to bring it back to the world through captivating media”. Rute 1, berlangsung pada 7-23 Mei 2024, dimulai dari Pulau Sambu di Provinsi Kepulauan Riau, berlayar ke Utara, sepanjang Selat Malaka, berputar di perairan Pulau Weh dan Kota Sabang, Aceh, lalu mengarah ke Selatan sepanjang Samudera Hindia Barat Sumatera dan berakhir di Padang, Sumatera Barat.

Sebanyak 13 ilmuwan kelautan Indonesia berpartisipasi pada jalur Route 1 ini. Mereka  terdiri dari 9 pria dan 4 perempuan yang berasal dari BRIN, ITB, Universitas Syah Kuala – Banda Aceh, Pusat Hidro-Oseanografi TNI-AL, IPB-Bogor dan Kementerian Pertahanan.

Pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 17 Juli 2024, Dr. Marina C.G.Frederik, salah satu ilmuwan kelautan dari BRIN peserta Ekspedisi OceanXplorer,  memaparkan temuan awal Ekspedisi OceanXplorer Route 1 jalur Pulau Sambu – Selat Malaka – Perairan Pulau Weh dan Samudera Hindia Barat Sumatera dan berakhir di Padang.  Dalam Diskusi yang dipandu Dr Idwan Soehardi, Ketua Komite Teknologi Kebencanaan CTIS, yang juga Mantan Deputi Menteri Ristek itu, Marina yang Doktor Alumnus University of Texas – Austin, USA, memaparkan tentang kondisi bawah laut wilayah perairan Aceh pasca Tsunami 2004, yang memperlihatkan bahwa dasar laut Aceh masih ditutupi lumpur yang berwarna hitam akibat tsunami 2004.

Ia juga berkesempatan mengadakan survey di cekungan Mergui, cekungan Weh dan cekungan Simelue, termasuk revisi peta-peta batimetri, atau peta peta kedalaman laut, untuk mendukung navigasi pelayaran. Ekspedisi OceanXplorer telah berhasil memetakan 231 kilometer-persegi dasar laut di Selat Malaka, memetakan 872 Kilometer-Persegi dasar laut cekungan  Merqui dan memetakan 1525 Kilometer-Persegi dasar laut cekungan Weh.

Marina dan rekan puterinya, Mutia Ramadhaniaty dari Universitas Syah Kuala – Banda Aceh, juga berhasil menyelam hingga kedalaman 700 meter di Samudera Hindia – Barat Sumatera. Keduanya menyelam menggunakan kapal selam mini yang berbeda, Marina menggunakan Kapal Selam Neptune yang dilengkapi peralatan riset, sedang Mutia menumpang kapal selam Nadir yang berfungsi membuat rekaman video dan film.  Dua kapal selam tadi menyelam bersama-sama dan saling berdampingan.

Mereka berhasil merekam biota laut dikedalaman 700 meter, yang hidup tanpa pernah melihat sinar matahari dan sebagian besar biota laut tadi bermata besar dan bermulut besar guna menangkap makanan dari atas.  Nyala lampu kapal selam membuat biota-biota laut menari-nari disekitar kapal selam, karena ini untuk pertama kalinya mahluk hidup warna-warni tadi melihat cahaya.  “Sungguh menakjubkan”, kesan Marina.  Ia juga menemukan semburan gas hidrotermal dan gas metana di dasar laut.  Biota-biota laut tadi juga bisa hidup dengan mengambil nutrisi dari gas yang menyembur.

Marina dan Mutia memang bukan dua perempuan oseanografer Indonesia yang pernah menyelam terdalam di dasar samudera.  Rekor ini dipegang oleh dua perempuan oseanografer sebelumnya dari BRIN dan dari Universitas Hang Tuah, Surabaya, yang berhasil menyelam hingga kedalaman 7000 meter di Palung Jawa, pada April 2024 lalu menggunakan kapal selam riset milik Tiongkok.  Tapi untuk rekor terlama menyelam dikedalaman laut 700 meter, tampaknya dimiliki oleh Marina dan Mutia, karena mereka mampu menyelam hingga 6 jam. ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1788342646/eksplorasi-laut-dalam-indonesia-oseanografer-singkap-misteri-menakjubkan?page=3

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Himpun Potensi Keahlian Para Pakar, CTIS Sudah Bahas 32 Topik Teknologi dan Inovasi

Dalam satu tahun terakhir, Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) berhasil menghimpun potensi keahlian para pakar teknologi Indonesia yang siap disumbangkan kepada pembangunan tanah air, menuju Indonesia Maju tahun 2045.

Tercatat 32 topik tentang teknologi dan inovasi yang berhasil dihimpun CTIS, tahapan solusi implementasinya, serta nama nama pakar yang bisa menerapkan teknologi dan inovasi dimaksud.  Ketua CTIS, Dr Wendy Aritenang pada pertemuan peringatan satu tahun CTIS di Jakarta, Rabu 15 Mei 2024, menyampaikan bahwa CTIS yang dibentuk melalui SK Menkumham No.AHU-0001955-AH.01.07 tahun 2023 bertujuan untuk aktif memberikan kontribusi bidang iptek dan inovasi kepada masyarakat dan pemangku kepentingan.

Dalam satu tahun terakhir, Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) berhasil menghimpun potensi keahlian para pakar teknologi Indonesia
Pertemuan Para Ilmuwan dan Teknolog Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) di Jakarta, 15 Mei 2024. /CTIS/

Dengan berhimpunnya para teknolog dan insinyur senior, yang sarat pengalaman di dalam CTIS, diharapkan kontribusi nyata dapat berdampak pada masyarakat luas.  Dr. Wendy, yang juga mantan Dirjen di Kemenhub, Mantan Deputi Badan Otorita Batam serta mantan pejabat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melaporkan ragam kegiatan yang telah dilaksanakan CTIS, termasuk penerbitkan Buku Habibie Dalam Kenangan, ,  menggelar Habibie Memorial Lectures, Podcast IPTEK VOICE, Website CTIS dan kegiatan rutin kajian iptek.

CTIS juga aktif menampilkan para invovator Indonesia Kelas Dunia, mensponsori Program-Program seperti World Innovation Day, Artifical Intelligence Summit dan Seminar serta Pameran Teknologi Kebencanaan. Berbagai topik teknologi dan inovasi yang dikaji CTIS beberapa diantaranya telah mendapat perhatian dari pengambilan keputusan di Pemerintahan.

Misalnya penerapan pupuk cair dari rumput laut, kajian tentang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Kajian Tentang Baterai dari Mineral Logam Tanah Jarang, Kajian tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung, tentang energi biomasa dan tentang energi geothermal menggunakan teknologi non-konvensional, serta Sistem Moda Transprotasi Massal.

Dewan Pembina CTIS, Profesor Indroyono Soesilo menginformasikan bahwa beragam kajian CTIS disampaikan kepada para pengambil kebijakan, baik di Pemerintah maupun di pihak industri, karena beberapa kajian iptek tadi dapat membantu kegiatan operasional menjadi lebih efektif dan effisien.  Mantan Menko Kemaritiman ini mencontohkan tentang karya anak bangsa Sistem Pemilu Elektronik (E-Voting) yang semakin banyak diterapkan pada Pemilihan Kepala-Kepala Desa di Indonesia.

Dalam satu tahun terakhir, Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) berhasil menghimpun potensi keahlian para pakar teknologi Indonesia
Logo CTIS

Dimunculkan pula kemampuan para ahli energi hidrogen dan fuel cell Indonesia membangun purwa-rupa kendaraan bertenaga energi hidrogen dan fuel cell, bahkan stasiun pengisian bahan bakar hidrogen pertama telah diresmikan di Senayan – Jakarta pada awal tahun 2024 lalu, dari rencana 12 Stasiun pengisian bahan bakar hidrogen di wilayah Jabodetabek.

Tidak hanya kajian tentang teknologi tinggi, CTIS juga menyodorkan aplikasi untuk pengembangan usaha kecil dan menengah, seperti disampaikan Dr Ali Alkatiri, anggota CTIS yang bertugas di Kementerian Koperasi dan UKM tentang pengembangan Rumah Produksi Bersama, yang menghimpun sistem rantai produksi dari penyiapan bahan baku hingga produk masuk pasar dengan dukungan iptek dan inovasi.  Kegiatan ini menarik minat Pembina CTIS, Profesor Rahardi Ramelan, yang juga mantan Menteri Ristek/Kepala BPPT, untuk diterapkan dalam pengembangan produk-produk kerajian Indonesia yang telah belasan tahun ia geluti di Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas).

Ada pula tentang pola Kebijakan Pembangunan Regional Terinterasi, Top-Down, Bottom- Up, dicontohkan pada pembangunan kawasan Rebana dan Jawa Barat Selatan, seperti disampaikan Dr Djoko Hartoyo, warga CTIS yang bertugas di Kemenko Marvest.  Pola kebijakan seperti ini segera di replikasikan di Provinsi Sumatera Utara melalui jaringan anggota CTIS di Medan, Dr Parlindungan Purba, juga segera diterapkan di 6 Kabupaten Wilayah Jawa Tengah Selatan.

Menurut Profesor Hamam Riza, Ketua Komite Artificial Intelligence CTIS, yang juga mantan Kepala BPPT, dalam waktu dekat CTIS bersama Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artisial (KORIKA) akan kembali menggelar Articial Intelligence Summit 2024 dalam rangka Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2024, pada Agustus 2024.

Sedang Dr Wendy menyampaikan bahwa Habibie Memorial Lecture 2024 akan berlangsung pada Juli 2024, dan akan menampilkan Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto.  Pada 13 – 15 Desember 2024, di Manado, CTIS akan menjadi salah satu pendukung kegiatan International Conference on Sustainable Coral Reefs, yang direncanakan akan dibuka oleh Presiden Republik Indonesia.

Hadir pada Pertemuan Satu Tahun CTIS, antara lain,  Ketua Dewan Pembina CTIS, yang juga Mantan Mendikbud, Profesor Wardiman Djojonegoro, mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar, Mantan Kepala BPPT yang juga Rektor ITI, Dr  Marzan Azis Iskandar.

Mantan Kepala BPPT yang juga Ketua Komite Energi CTIS, Dr Unggul Priyanto, Mantan Kepala Badan Informasi Geospasial Dr Asep Karsidi dan Dr.Bambang Sapto, Mantan Deputi Menteri Ristek yang juga Ketua Komite Teknologi Kebencanaan CTIS, Dr Idwan Soehardi, serta para pakar teknologi senior dan para teknolog generasi penerusnya.

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1788095764/himpun-potensi-keahlian-para-pakar-ctis-sudah-bahas-32-topik-teknologi-dan-inovasi

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

CTIS Bahas Akselerasi Industri Indonesia, Mulai dari Teknologi Rendah Menuju Teknologi Tinggi

Indonesia harus mendorong kemajuan industri manufaktur untuk menjadi negara maju pada tahun 2045. Untuk itu, perlu diambil langkah-langkah strategis dan rencana aksi jangka pendek hingga jangka panjang, dengan terus meningkatkan kandungan teknologi industri manufaktur di dalam negeri. Demikian kesimpulan Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 20 November 2024.

Hadir sebagai pembicara pada diskusi dengan topik “Mengakselerasi Industrialisasi Indonesia” itu, Alumnus ITB dan Pendiri Industrial System Engineering Development Center  (ISEDC) Ir. Agus Tjahajana Wirakusumah MSc. Diskusi dipandu Ketua Komite Teknologi Informatika dan Telekomunikasi CTIS Dr. Ashwin Sasongko. Untuk diketahui, hasil pengolahan Data Bank Dunia, BPS dan Bappenas menunjukkan bahwa sumbangsih industri manufaktur di Indonesia pada tahun 2024 baru mencapai 18% dari Produk Domestik Bruto (PDB).  Untuk menjadi negara maju maka sumbangsih PDB dari industri manufaktur minimal harus mencapai 28% dari PDB.

Indonesia harus mendorong kemajuan industri manufaktur untuk menjadi negara maju pada tahun 2045.
Ir. Agus Tjahjana Wirakusumah MSc (Depan, No.3 dari kanan), pada paparan Akselerasi Industrialisasi Indonesia di Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) /CTIS/

“Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju dan salah satu ciri negara maju ada pada peran dan sumbangsih sektor industri manufaktur yang signifikan,” kata Agus Tjahjana pada awal diskusi.

Agus, yang juga mantan Dirjen dan Sekjen di Kementerian Perindustrian, menyampaikan bahwa dari data Bank Dunia tentang negara berbasis manufaktur Dunia, pada tahun 1990 Indonesia ada pada peringkat 18, Republik Korea pada peringkat 16 dan Tiongkok pada peringkat 8.  Setelah 33 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2023, industri manukfatur Indonesia ada pada posisi 10, Korea pada posisi 6 dan Tiongkok pada posisi 1 di dunia.

Jika membandingkan pendapatan per-kapita, Korea pada tahun 1960 memiliki pendapatan per-kapita 158 dolar AS dan Indonesia 597 dolar AS. Sedang pada tahun 2023, pendapatan per-kapita Korea melejit mencapai kapita 33.000 dolar AS, sedang Indonesia sebesar 4.870 dolar AS.

“Ini tiada lain karena Korea mendorong industri manufakturnya semaksimal mungkin dengan teknologi dan sumberdaya manusia, mengingat Korea miskin sumber daya alam,” katanya. Agus menjelaskan bahwa, secara bertahap,  industri manufaktur harus didorong dari industri berteknologi rendah menjadi industri berteknologi menengah dan teknologi tinggi, mengingat nilai tambah yang tinggi diperoleh dari industri yang berteknologi menengah dan tinggi.

Indonesia harus mendorong kemajuan industri manufaktur untuk menjadi negara maju pada tahun 2045.
dok Freepik

Ada 6 industri di Indonesia yang menyumbang hingga 70% dari PDB sektor industri, 40% didominasi industri makanan dan minuman, disusul industri batubara dan pengilangan migas (Non-Migas), industri alat angkutan, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik,  industri kimia, farmasi dan obat tradisional dan  industri tekstil dan pakaian jadi.

Sub-sektor yang terakhir, walaupun hanya menyumbang 5,2% PDB-Industri, namun membuka banyak lapangan kerja, sehingga saat industri tekstil banyak yang tutup seperti saat ini, terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja dan meningkatnya jumlah pengangguran.

Sebagai langkah awal jangka pendek, Agus mengusulkan agar segera membangkitkan kembali 8 industri yang saat ini tengah lesu, yaitu industri permesinan dan komponen, industri obat-obatan, industri perikanan dan agroindustri, industri elektronika, industri alas kaki, industri barang kayu dan furniture, industri pengolahan tembakau dan industri tekstil.

Indonesia harus mendorong kemajuan industri manufaktur untuk menjadi negara maju pada tahun 2045.
dok Freepik

Kepada Pemerintah, Agus berharap pemberantasan impor ilegal lebih digencarkan, terutama untuk melindungi pasar dalam negeri, lalu menetapkan pelabuhan pelabuhan tertentu untuk masuknya barang impor, serta percepatan pelaksanaan penerapan instrumen trade remedy – World Trade Organization (WTO), seperti kebijakan anti-dumping, countervailing duties dan safeguards. Untuk langkah selanjutnya adalah mengangkat produk industri manufaktur berteknologi rendah, seperti industri makanan dan minuman, industri alas kaki, industri kertas, industri kayu menjadi industri berteknologi menengah dan bahkan berteknologi tinggi.

Pemerintah perlu mendukung dengan regulasi yang konsisten, seperti pengalaman pengembangan industri otomotif di tanah air, sejak dekade 1980-an, diawali dengan melindungi produk otomotif dalam negeri lewat pengenaan pajak 200% bagi kendaraan impor built-up dari luar negeri.

Hasilnya, Indonesia pada tahun 2023 berhasil mengekspor 505.134 unit kendaraan dengan nilai ekspor sekitar 6,12 miliar dolar AS, dan tingkat komponen dalam negerinya (TKDN) sudah mendekati 80%. Untuk mendorong ekspor, perlu ditingkatkan insentif  perpajakan dan insentif non-pajak bagi eksportir-eksportir Indonesia.  Sebagai contoh, bea-masuk produk impor ke Indonesia dikenakan tarif  8%. Pada negara-negara setara dengan Indonesia, tarif  bea-masuk yang dikenakan lebih tinggi, seperti 17% di India, 11,2% di Brasil dan 13,4% di Korea.

Ini semua tiada lain untuk melindungi industri dalam negeri mereka masing-masing.  Agus Tjahajana juga menegaskan bahwa Indonesia belum memanfaatkan secara maksimal Free Trade Agreement (FTA) yang telah disepakati dengan beberapa negara.  Pada tahun 2023 lalu, Indonesia masih mengalami defisit perdagangan dengan Australia, Korea dan Selandia Baru.  Memang, tahun 2023 perdagangan Indonesia dengan Tiongkok surplus US$ 6.2 milyar, namun ini bukan karena ekspor produk manufaktur, tetapi karena ekspor komoditas tunggal  RI secara besar besaran ke Tiongkok, yaitu nikel. ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1788817234/ctis-bahas-akselerasi-industri-indonesia-mulai-dari-teknologi-rendah-menuju-teknologi-tinggi?page=all&utm_source=social__whatsapp&utm_medium=social__whatsapp

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Teknologi Digital Twin 3-D Karya Anak Bangsa, Ukur Kubah Gambut hingga Rekonstruksi Sejarah

Teknologi Digital Twin 3-D yang mengunakan gabungan antara penerapan teknologi geospasial, teknologi pesawat tanpa awak, atau drone, dan pengolahan data secara digital bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari mengukur kubah gambut di Sumatera Selatan hingga merekonstruksi sejarah.

Untuk merekonstruksi suatu wilayah ataupun bangunan bersejarah, seperti kota tua,  istana keraton sebuah kerajaan lama, bangunan candi maupun benteng lama bisa dilakukan secara presisi, dalam bentuk 3-Dimensi, mencapai ketelitian hingga ukuran centimeter.

Karya-karya para ahli Indonesia di bidang teknologi geospasial mutakhir tadi dipaparkan oleh Dr Asep Karsidi, Ketua dan Pendiri Komunitas Informasi Geospasial Indonesia (KIGI) bersama Tim pada dengan paparan berjudul paparan berjudul ”Digital Twin 3-D” pada pertemuan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 31 Juli 2024.

Teknologi Digital Twin 3-D bisa digunakan untuk berbagai kepentingan
Dr Asep Karsidi (Depan No.3 dari kanan) Pada Paparan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 31 Juli 2024.

Pada pertemuan yang dimoderatori Dr Idwan Soehardi, mantan Deputi Menteri Ristek dan Ketua Komite Teknologi Kebencanaan itu, menampilkan teknologi akuisisi data menggunakan sensor Light Detection & Ranging (LIDAR) yang dipasangkan pada Pesawat Tanpa Awak (Drone).

LIDAR lalu diterbangkan oleh Drone dan mulai mengirim sinyal gelombang tampak Merah – Hijau – Biru pada rentang panjang gelombang 0,4 – 0,7 mikrometer ke permukaan, untuk kemudian merekam pantulan balik gelombang tampak tadi.

Dari data permukaan Bumi yang terekam LIDAR kemudian diolah menjadi penampakan digital 3-Dimensi dengan ketelitian hingga bilangan centimeter.

Sensor LIDAR tadi juga merekam posisi ketinggian serta posisi lintang-bujur setiap titik yang dipantulkan.  Dengan demikian, penampakan geospasial 3-Dimensi yang dihasilkan memiliki tingkat presisi lintang – bujur – tinggi yang sangat kredibel, sehingga dapat diolah untuk beragam aplikasi.

“Digital Twin 3-D ini merupakan aplikasi pembuatan Peta yang lebih maju dibandingkan dengan cara pembuatan Peta 2-D yang konvensional itu”, demikian disampaikan Asep Karsidi, yang juga mantan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG).

Ditampilkan oleh Asep Karsidi pembuatan Digital Twin 3-D rekonstruksi Istana Keraton Sumedang Larang di Sumedang, Jawa Barat, dan dapat dihasilkan tampilan geospasial serta arsitektur Kraton saat dibangun sekitar 13 Abad lalu.

Drone terbang dan merekam kondisi kraton dari udara menggunakan LIDAR,  lalu juga terbang merekam ruangan-ruangan di dalam Kraton.  Setelah diolah menjadi Citra 3-Dimensi, produk LIDAR ini kemudian dipakai untuk merekonstruksi sejarah Kerajaan Sumedang Larang, yang merupakan Kerajaan Sunda tertua, yang  berdiri pada Abad ke 8 itu.

Tim KIGI yang, antara lain, datang dari Exsa International, Waindo Spectra, Bimtech, Garuda Vision  dan Geomatik Teknologi Reka Cipta ini juga telah menggelar kegiatan Digital Twin 3-D untuk merekonstruksi Kompleks Candi Muaro Jambi di Jambi, yang diprakirakan merupakan Pusat Kerajaan Sriwijaya pada Abad ke-7.

Tim juga merekonstruksi Istana Trowulan, yang merupakan Istana Kerajaan Majapahit di Jawa Timur pada Abad ke-14.  Tidak itu saja, Tim KIGI juga sudah berhasil merekonstruksi Benteng Kuno di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada tahun 2012 lalu.

Tidak hanya dipakai untuk rekonstruksi sejarah masa lalu, teknologi Digital Twin 3-D ini juga amat penting untuk kegiatan pembangunan masa kini, antara lain untuk membuat perencanaan terowongan bawah tanah, seperti kegiatan pembuatan jalur MRT di Jakarta, dan untuk pengukuran kubah-kubah lahan gambut di Sumatera Bagian Timur.

Teknologi Digital Twin 3-D yang mengunakan gabungan antara penerapan teknologi geospasial, teknologi pesawat tanpa awak, atau drone
Penampakan Kraton Kerajaan Sumedang Larang yang dibangun pada Abad Ke-8, hasil rekonstruksi teknologi Digital Twin 3-D

Tidak kalah penting, penerapan teknologi ini untuk merancang besaran pungutan pajak di suatu wilayah, misalnya merancang besaran pungutan pajak rumah-rumah di dalam sebuah kawasan Real Estate.   Perhitungan kasar Tim KIGI mencontohkan, dengan investasi 1 X pengukuran dan perhitungan menggunakan Digital Twin 3-D di suatu wilayah, dapat dihasilkan pajak 3 X lebih banyak.

Para peserta pertemuan CTIS sepakat kiranya kemampuan anak bangsa di bidang teknologi geospasial digital 3-Dimensi, yang merupakan bagian dari industri 4.0,  ini bisa diterapkan secara maksimal oleh Bangsa Indonesia sendiri, tidak harus mengundang pakar pakar dari luar negeri untuk kegiatan sejenis. ***

Sumber: https://forestinsights.id/teknologi-digital-twin-3-d-karya-anak-bangsa-ukur-kubah-gambut-hingga-rekonstruksi-sejarah/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Mampu Angkut Barang Seberat 60 Ton, Balon Udara Flying Whale Hemat Biaya Logistik di Indonesia

Inovasi sistem logistik memanfaatkan balon udara LCA60T, Flying Whale yang mampu mengangkut barang seberat 60 ton sedang dalam persiapan. Pemanfaatan sistem logistik ini akan menghemat dan meningkatkan efisiensi di Indonesia. Demikian dibahas pada diskusi Center for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu 26 Juni 2024.

Berbicara pada diskusi tersebut Ir Teguh Wibowo, alumnus ITB Bandung yang juga Perwakilan Flying Whales di Indonesia,  dengan moderator Dr Agustan, Ketua Komite Penginderaan Jauh CTIS, alumnus ITB dan Universitas Nagoya, Jepang.  Sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, Indonesia telah membangun sistem logistik darat, laut, udara yang didukung dengan sistem komunikasi Palapa Ring.

 Inovasi sistem logistik memanfaatkan balon udara LCA60T, Flying Whale yang mampu mengangkut barang seberat 60 ton sedang dalam persiapan

Teguh Wibowo menjelaskan biaya logistik di Indonesia sangat tinggi sebagai dampak dari luasnya wilayah Indonesia. Sekitar 14% dari PDB, walaupun sudah turun dari sekitar 24% PDB pada 10 tahun lalu.  Sebagai perbandingan, biaya logistik di negara lain berkisar 9%-12%.

Terlebih bila harus menjangkau wilayah terluar, terdepan dan terbelakang di Kepulauan Nusantara yang infrastrukturnya belum sepenuhnya terbangun.  Kondisi serupa pun sebenarnya banyak dijumpai di berbagai negara.  Menyadari akan hal tadi, Teguh menjelaskan, pada tahun 2012 lalu, sekitar 50 industri penerbangan di dunia bergabung untuk merancang-bangun sebuah sistem pesawat terbang balon udara yang mampu mengangkut barang hingga bobot 60 ton.

Balon udara pengangkut barang tadi diberi nama LCA60T Setelah dilaksanakan studi kelayakan selama 5 tahun termasuk pendanaannya, kurun 2012-2017,  maka pada tahun 2017 lalu dimulai rancang-bangun balon udara angkut logistik tadi yang diberi nama Flying Whales, atau Ikan Paus Terbang.   Balon udara ini memiliki panjang 200 meter dan mampu mengangkut barang berukuran  96 meter X 8 meter X 7 meter.

Inovasi sistem logistik memanfaatkan balon udara LCA60T, Flying Whale yang mampu mengangkut barang seberat 60 ton sedang dalam persiapan. Pemanfaatan sistem logistik ini akan menghemat dan meningkatkan efisiensi
Flying Whales (dok flying whales)

Balon udara ini memiliki 14 ruangan yang diisi gas Helium (He), suatu unsur kimia yang sangat ringan sehingga bisa terbang sekaligus mampu mengangkat suatu benda.   Sebagai penggerak, Flying Whales, menggunakan mesin propulsi dengan  7 baling baling yang memungkinkan balon udara ini terbang dengan kecepatan 100 Km per jam, mencapai ketinggian maksimum 3.000 meter dan radius terbang hingga 1.000 kilometer.  Saat ini, tahapan rancang-bangun dan konstruksi tengah berlangsung.  Diharapkan, Flying Whales, akan uji terbang perdana pada tahun 2026 nanti, untuk kemudian masuk ke jalur produksi dan sertifikasi pada tahun 2027.

Teguh menjelaskan bahwa pabrik LCA60T akan dibangun  di tiga negara, yaitu Perancis, Kanada dan Australia.   Direncanakan, pada tahun 2035 nanti sudah akan berdiri 160 pangkalan jasa LCA60T, Flying Whales di seluruh Dunia, 46 diantaranya di wilayah Asia Pasifik.  Sebanyak enam Pangkalan Flying Whales direncanakan akan dibangun di pulau Jawa, Sumatera,  Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.  Ini akan menjawab permasalahan pengiriman logistik ke wilayah terpencil, seperti angkutan peti kemas langsung dari kapal ke lokasi tujuan tanpa harus berhenti di pelabuhan.

Flying Whales juga bisa untuk mengangkut material pembangunan seperti menara listrik, baling baling Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, ataupun mengangkut kayu log dari hutan dipedalaman ke lokasi penimbunan.  Wilayah Nusantara yang rawan bencana juga akan membutuhkan kemampuan pengangkutan rumah sakit lapangan yang siap dioperasikan dan jawabannya ada di Flying Whales ini.

Pada diskusi CTIS tadi, diusulkan kiranya wilayah Indonesia bisa dipakai sebagai lokasi uji-coba balon terbang Flying Whales ini sekiranya produk teknologi tinggi ini selesai di produksi pada tahun 2027.  Selain implementasi jasa logistik, kiranya pihak Flying Whales bisa bekerjasama dengan pabrik pesawat terbang PT Dirgantara Indonesia  yang sudah memiliki kemampuan untuk membuat komponen komponen pesawat, guna membangun balon terbang, Flying Whales ini di Indonesia, guna mengisi pangsa pasar Asia Pasifik. ***

Sumber : https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1788273368/mampu-angkut-barang-seberat-60-ton-balon-udara-flying-whale-hemat-biaya-logistik-di-indonesia