Pengembangan Teknologi Artificial Intelegence (AI) di Indonesia

The Brooking Institute di AS menyatakan: “Who leads Artificial Intelligence (AI) ​by 2030, will lead the world by 2100”, artinya: “Siapa yang memimpin bidang AI atau Kecerdasaan Artifisial (KA) pada tahun 2030, akan memimpin dunia pada tahun 2100”.

Saat Raker Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),  8 Maret 2021, Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa persaingan dalam menguasai AI sudah sama dengan space war di era perang dingin.   “Siapa yang menguasai AI, dia yang akan berpotensi menguasai dunia, menghadapi perang AI saat ini, kita memerlukan Indonesia yang bisa memproduksi teknologinya sendiri”.

Persaingan ketat penguasaan Teknologi Artifical Intelligence (AI) ini nampaknya bakalan dimenangkan Tiongkok karena ekonomi terbesar Nomor Dua Dunia ini berada di posisi Nomor Satu dalam jumlah paten AI,  besaran investasi AI, jumlah rujukan publikasi hasil riset AI, serta posisi nomor dua pada jumlah talenta AI dan juga jumlah perusahaan AI.

Ketua Komite AI, Center for Technology & Inovation Studies (CTIS), Prof. Hammam Riza, yang juga Guru Besar di Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, menyatakan bahwa sebenarnya Indonesia juga sudah bergerak untuk menguasai Teknologi AI.

Namun saat ini Indonesia belum memiliki regulasi tentang  AI yang didukung strategi Nasional dengan kode etik yang jelas, karena bila tidak, maka teknologi AI ini selain bisa muncul menjadi solusi positif, seperti untuk pengendalian perubahan iklim namun bisa pula menjadi ekstrim negatif, seperti munculnya “robot penghancur”.

Dalam Pertemuan CTIS, Rabu, 31 Mei 2023,  Hammam, yang sudah menggeluti teknologi “Machine Learning” sejak tahun 1987 di BPPT, menjelaskan bahwa teknologi AI di Indonesia  sudah mulai berkembang, dilaksanakan oleh Quad- Helix, yaitu pihak akademisi, bisnis, komunitas dan pemerintah.

Tercatat, saat ini ada 11 Lembaga Litbang Pemerintah, 11 Universitas, 6 Komunitas dan 9 Industri yang sudah terjun dalam pengembangan Artificial Intelligence di tanah air.  Hammam juga menjelaskan tentang teknologi AI Chatbot yang bergerak sangat cepat diakhir triwulan IV, Tahun 2022 lalu, dengan munculnya Chat GPT4, LlaMA, LaMDA, dan Megatron Turing.

AI Chatbot merupakan pengembangan dari teknologi Machine Learning, ke Teknologi Deep Learning dan sekarang sudah pada posisi Generative AI.  Generative AI merupakan percakapan yang menghasilkan respons mirip manusia, yang menerima masukan dalam bentuk teks dari manusia dan meresponse balik dalam bentuk teks, suara, gambar dan video.

‘Otak’ Generative AI didukung oleh model bahasa besar yang telah dilatih pada set data teks yang luas dari internet terbuka kemudian ada umpan balik dari manusia. Hanya dalam tempo kurang dari 6 bulan terakhir, teknologi Generative AI, misalnya, sudah mampu menjawab berbagai Test, seperti Test GRE, Test Psikologi, Test LSAT, Test SAT Matematika, dan masih banyak lagi jenis test,  dengan tingkat akurasi antara 80% hingga 100%.

Belum lagi dampak negatif lainnya, misalnya wawancara “live” dengan seorang tokoh yang telah meninggal dunia, ada tayangan pidato dari seorang tokoh dengan muka suara dan mimik yang sangat rinci, yang ternyata itu adalah  hoax, dan masih banyak lagi.

Oleh sebab itu, 20.000 pegiat pengembangan AI meluncurkan petisi agar pengembangan Generative AI dapat dihentikan dahulu selama 6 bulan,  agar pengembangan teknologi AI ini dilakukan dengan mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan, dapat terkelola dengan baik dan memunculkan dampak yang positip.

Para ahli Artificial Intelligence Indonesia, yang bergabungdalam Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasasan Artifisial Indonesia (KORIKA) akan terus membantu pemerintah dan masyarakat untuk menerapkan Generative AI dalam kegiatan pengajaran (tutoring), pembelajaran secara individu dan menyiapkan materi pelajaran secara AI.

Secara bersama-sama, para pegiat AI yang bergabung dalam Quad-Helix, juga akan mendukung Pemerintah untuk mengadopsi dan memanfaatkan teknologi AI di berbagai bidang, mempersiapkan tenaga kerja berkemampuan AI lewat re-skilling,  memperkenalkan keberagaman dan berbagi manfaat AI serta mendukung penyusunan kerangka etis dan regulasi AI di Indonesia.

Ketua CTIS, Wendy Aritenang juga menginformasikan bahwa dalam rangka menyambut Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Haktenas) 2023 maka pada 10-12 Agustus 2023,  KORIKA bersama CTIS akan menggelar Artificial Intelligence Innovation Summit 2023 (AIIS 2023) guna lebih memperkenalkan aplikasi Generative AI, utamanya pada lima sektor pembangunan, yaitu Kesehatan, Riset dan Pendidikan, Reformasi Birokrasi, Ketahanan Pangan dan Mobilitas dan Kota Pintar. ***

Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter