Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Dari ARPANET hingga IPTEKnet: Jejak Awal Internet Dunia dan Indonesia

Internet kini menjadi kebutuhan utama masyarakat modern karena mampu mendekatkan orang dari berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan detik. Namun, jejak awal lahirnya internet modern bermula dari ARPANET (Advanced Research Projects Agency Network) yang dikembangkan Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada 1969.

ARPANET dirancang untuk menghubungkan komputer melalui teknologi packet-switching dan protokol TCP/IP yang kemudian menjadi pondasi internet saat ini. Sebelum adanya ARPANET, komputer hanyalah mesin mandiri yang tidak bisa saling terhubung. Kehadiran jaringan ini memungkinkan universitas, lembaga riset, dan instansi pemerintah berbagi informasi serta sumber daya.

Kisah internet di Indonesia tidak lepas dari peran B.J. Habibie saat memimpin BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Ketua II CTIS, Dr. Ir. Ashwin Sasongko (nomor 2 duduk dari kanan), dalam diskusi yang digelar Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu (1/10/2025). (Dok CTIS)

“ARPANET menjadi laboratorium pengujian utama teknologi dasar internet modern. Jaringan ini didanai oleh ARPA, yang kini dikenal sebagai DARPA,” jelas Ketua II CTIS, Dr. Ir. Ashwin Sasongko, dalam diskusi yang digelar Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu (1/10/2025).

Setelah dua dekade, ARPANET resmi dihentikan pada 1990 dan digantikan pengembangan jaringan internet modern.

Habibie dan Lahirnya IPTEKnet di Indonesia

Kisah internet di Indonesia tidak lepas dari peran B.J. Habibie saat memimpin BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Pada 1986, sepulang dari konferensi di Amerika Serikat, Habibie terinspirasi membangun jaringan yang mampu menghubungkan seluruh Indonesia demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Gagasan itu diwujudkan melalui program IPTEKnet yang dikembangkan BPPT dengan dukungan Bank Dunia. Awalnya, konsep ini diuji coba melalui Mikro-IPTEKnet yang melibatkan enam simpul penyedia informasi: BPPT, Pustaka Bogor (Litbang Pertanian), Pusdata (Perindustrian), BPS, PDII-LIPI, dan Litbang Kesehatan.

“Koneksi antar simpul diwujudkan dengan sistem dial-up, dan BPPT ditunjuk sebagai pengelola Network Operation Centre (NOC) IPTEKnet,” terang Ashwin.

Pada 1994, IPTEKnet resmi menjadi Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia yang terkoneksi ke jaringan global dengan teknologi TCP/IP. “Ini bukti Indonesia mampu membangun jaringan internet sendiri tanpa harus bergantung pada luar negeri,” tegas Ashwin.

Kisah internet di Indonesia tidak lepas dari peran B.J. Habibie saat memimpin BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Internet kini menjadi kebutuhan utama masyarakat modern karena mampu mendekatkan orang dari berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan detik. (Dok Freepik)

Tantangan SPBE Nasional

Meski internet di Indonesia berkembang pesat, penerapan kebijakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) masih menghadapi hambatan. Perpres No. 95 Tahun 2018 seharusnya menjadi dasar penguatan infrastruktur digital nasional, namun hingga kini belum sepenuhnya berjalan.

Ashwin menyoroti pasal 27 Perpres SPBE yang mengatur infrastruktur nasional, seperti pusat data, jaringan intra pemerintah, dan sistem penghubung layanan, yang belum terealisasi. “Sebetulnya kita bisa melanjutkan pengembangan IPTEKnet agar menjadi tulang punggung SPBE nasional. Jika diperkuat, jaringan ini dapat benar-benar menghubungkan seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya. ***

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Konvergensi Infrastruktur Telekomunikasi Satelit dan Terestris, Kesempatan Bagi Ahli-ahli Indonesia

Begitu dunia memasuki sistem teknologi internet generasi kelima atau 5G, maka konvergensi konektivitas sistem komunikasi satelit dan sistem komunikasi terestris di Bumi akan terjadi. Hal itu akan menjadikan seluruh infrastruktur sistem  komunikasi satelit  dan sistem komunikasi terestris di bumi dapat dimanfaatkan secara optimal, saling mendukung, melengkapi dan semakin effisien.

Pemanfaatannya lebih pada aplikasi sesuai proritas, seperti sistem informasi cuaca, sistem informasi geografis, sistem informasi digital, sistem komunikasi kuantum, Artificial Intelligence hingga Internet of Things (IoT).  Ahli-ahli Indonesia juga bisa terlibat pada perkembangan teknologi ini mengingat orang Indonesia dikenal memiliki nilai kreativitas yang tinggi.

Demikian kesimpulan Diskusi Center For Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 12 Juni 2024, yang mengambil topik: Satellite In Converging Infrastructure”.  Berbicara pada Diskusi CTIS ini, Dr Anggoro K. Widiawan, Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) yang juga Doktor Alumnus Universitas Surrey, Inggris.

dunia memasuki sistem teknologi internet generasi kelima atau 5G, maka konvergensi konektivitas sistem komunikasi satelit dan sistem komunikasi terestris di Bumi akan terjadi
Dr Anggoro K. Widiawan (Depan No.4 dari Kiri) Pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies, Rabu 12 Juni 2024. /CTIS/

Bertindak sebagai moderator, Dr Agustan, Ketua Komite Teknologi Penginderaan Jauh CTIS, yang juga Ketua Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).  Menurut Anggoro teknologi satelit akan selalu menjadi penjuru di depan dan selalu mampu membuat terobosan teknologi.  Ia menyampaikan pula, sejak awal penerapan satelit komunikasi di dunia, maka Indonesia juga selalu tampil di depan.  Satelit komunikasi pertama bernama Comsat, beroperasi tahun 1965 dan hanya dalam tempo satu dekade, pada 1976, Indonesia sudah meluncurkan Satelit Palapa A-1  untuk menghubungkan  jaringan komunikasi pulau-pulau Nusantara.

Perkembangan teknologi serat optik pada awal dekade 1980-an telah memacu sangat cepat sistem konektivitas telekomunikasi terestris di bumi  dan meninggalkan sistem konektivitas telekomunikasi satelit.  Anggoro menyatakan bahwa saat ini pangsa sistem konektivitas satelit komunikasi tinggal 4%, sedang sistem komunikasi terestris di Bumi mencapai 96%.  Diprakirakan, penggunaan sistem konektivitas satelit komunikasi akan meningkat lagi dengan beroperasinya ribuan satelit internet di orbit rendah (Low Earth Orbit – LEO) seperti Starlink.

Data dari  Kementerian Kominfo (2023) memperlihatkan bahwa  infrastruktur telekomunikasi di Indonesia sudah lengkap terbangun.  Saat ini beroperasi  610.581 Base Transceiver Stations (BTS), 835 ribu Kilometer Kabel Serat Optik, 10 satelit komunikasi aktif dan ada 221.5 juta pengguna internet, atau sekitar 76% Penduduk Indonesia.  Jaringan Komunikasi Palapa Ring juga sudah selesai dibangun pada tahun 2019 lalu.  Kehadiran infrastruktur komunikasi yang sudah lengkap di Indonesia ini tentu akan menjadikan sistem konektivitas komunikasi semakin handal dan semakin efisien.

Oleh sebab itu, Indonesia perlu bergerak ke arah penerapan teknologi internet yang lebih maju, seperti jasa internet untuk sistem komunikasi generasi kelima atau 5G, bahkan bersiap merintis ke sistem komunikasi generasi keenam, yaitu 6G. Menurut Anggoro, inilah kesempatan bagi ahli-ahli Indonesia untuk terjun ke bidang bidang seperti Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI), Internet of  Things (IoT), Quantum Communication,  Quantum Sensing, sistem informasi geografis, sistem informasi digital hingga office automation, factory automation, mobil tanpa pengemudi, sistem transportasi logistik menggunakan pesawat nir-awak (Drone) dan masih banyak lagi kerja kreativitas lainnya.

Memang, untuk daerah  Terluar, Terdepan dan Tertinggal (3T) penerapan sistem komunikasi satelit lebih cocok, tapi untuk daerah perkotaan, di dalam mall, gedung, hanggar serta di pabrik pabrik, maka sistem infrastruktur komunikasi terestris lebih di depan.

dunia memasuki sistem teknologi internet generasi kelima atau 5G, maka konvergensi konektivitas sistem komunikasi satelit dan sistem komunikasi terestris di Bumi akan terjadi

Di luar itu semua, yang lebih utama adalah pengembangan teknologi informasi mutakhir dengan memanfaatkan sistem komunikasi 5G bahkan 6G yang disediakan infrastruktur satelit komunikasi dan infrastruktur komunikasi terestris.  Disinilah konvergensi akan terjadi dan disini pula Indonesia bisa terlibat aktif.  Tinggal dibuat pembagian tugas, Pemerintah yang menyusun Peta Jalan Industri Komunikasi dan Informatika, sedang penerapannya dalam IoT, AI, digital communication  dan lain-lain, digarap oleh para ahli di lembaga lembaga riset, di universitas unversitas dan di industri industri melalui penerapan program program prioritas yang sudah digariskan oleh Peta Jalan tadi. ***

Sumber : https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1788222201/konvergensi-infrastruktur-telekomunikasi-satelit-dan-terestris-kesempatan-bagi-ahli-ahli-indonesia?page=all