Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Jaga Keberlanjutan Usaha, Industri Perlu Investasi Mitigasi Bencana

Indonesia yang dianugerahi kekayaan sumber daya alam karena letak geografis dan geologinya. Kondisi itu pula yang menjadikan Indonesia harus menghadapi kenyataan sebagai negara dengan potensi bencana yang lengkap.

Oleh karena itu, pelaku usaha wajib berperan aktif dalam upaya penanggulangan bencana. Diperlukan kemauan untuk menginvestasikan sebagian sumber daya perusahaan untuk dapat menjamin keberlanjutan bisnis.

Topik di atas dibahas dalam acara bertajuk “NGOPI Bareng BNPB” edisi Maret 2024 yang mengambil tema “Industri Berbasis Mitigasi Bencana dengan Sentuhan Teknologi”, Kamis, 28 Maret 2024. Acara ini menghadirkan narasumber Prof. Indroyono Soesilo dari CTIS (Center for Technology and Innovation Studies) dan Sujica W Lusaka, Head CFOM (Corporate Fire Operation Management) Asia Pulp & Paper (APP) Sinarmas.

 Indonesia harus menghadapi kenyataan sebagai negara dengan potensi bencana yang lengkap.
Dari kiri: Trevi Jayanti, Indroyono Soesilo, Sujica W Lusaka dan Andrian Cader pada Acara NGOPI BARENG yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta.

Indroyono mengingatkan tentang kondisi geologi Indonesia yang merupakan bagian dari Ring of Fire, yaitu wilayah di sekeliling Samudra Pasifik yang memiliki banyak aktivitas kegempaan dan vulkanisme.

Hal ini menyebabkan indonesia rawan terhadap bencana, namun sekaligus dilimpahi kekayaan minyak dan gas alam serta berbagai mineral ekonomis.

Demikian pula kondisi geografis Indonesia menyebabkan negara ini terpengaruh oleh anomali iklim ENSO (El Niño-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) yang membuat musim kemarau menjadi lebih panjang. Dampaknya, Indonesia lebih rawan mengalami bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan. Pada saat yang sama, anomali iklim tersebut membuat kawasan laut Indonesia berlimpah ikan.

Dua sisi yang selalu berdampingan, antara bencana dan anugerah ini, menuntut kita untuk mampu menjalankan pemanfaatan sumber daya alam dan memperkuat resiliensi terhadap bencana secara beriringan.

Penggunaan teknologi, misalnya berupa buoy cuaca yang telah terpasang di lautan Indonesia merupakan salah satu wujud upaya tersebut.  “Dengan sistem pemantauan cuaca saat ini, potensi kemarau panjang akibat anomali iklim telah bisa dilihat sejak 12 bulan sebelumnya,” kata Indroyono.

Data cuaca ini pula yang menjadi satu pertimbangan penting untuk perusahaan pulp dan paper APP Sinarmas dalam memitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan perusahaan kekurangan kayu sebagai bahan baku dan asapnya dapat merusak tisu yang diproduksi.

Hal ini mendorong APP Sinarmas untuk menyusun program yang komprehensif untuk menanggulangi kebakaran hutan. Sujica menjelaskan, “APP Sinarmas menjalankan empat pilar penanggulangan kebakaran hutan yang kami sebut dengan Integrated Fire Management. Empat pilar itu adalah Prevention, Preparation, Early Warning, dan Rapid Response.” 

Prevention merujuk pada bagaimana perusahaan melibatkan masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar, mengingat sebagian besar kasus kebakaran hutan disebabkan oleh manusia. Perusahaan membuat program pemberdayaan masyarakat bernama Desa Makmur Peduli Api yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perkebunan tanpa pembukaan lahan dengan cara membakar.

Pada tahapan Preparation dan Early Warning, pemanfaatan teknologi diwujudkan dalam bentuk penggunaan satelit kamera termal untuk memantau titik api. Selain itu, APP Sinarmas juga telah memasang AWS (Automatic Weather Station) secara mandiri, yang berfungsi untuk memantau tingkat bahaya kebakaran hutan di wilayah konsesi  perusahaan dan sekitarnya.

 Indonesia harus menghadapi kenyataan sebagai negara dengan potensi bencana yang lengkap.
Ratusan titik api di lahan gambut Riau terpantau dari udara. (BPBD Riau)

Perusahaan juga memiliki beberapa helikopter yang digunakan untuk pemantauan titik api secara konvensional maupun untuk upaya pemadaman bila terjadi kebakaran hutan pada tahapan Rapid Response.

Indroyono menilai bahwa manajemen kebakaran hutan APP Sinarmas merupakan contoh praktik baik yang perlu direplikasi oleh pelaku lain di sektor swasta. Tidak hanya dalam hal mitigasi bencana, namun juga untuk mencegah kerusakan lingkungan. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan terbukti tidak semata menjadi beban anggaran, namun juga merupakan investasi yang berdampak baik bagi keberlanjutan bisnis.

Peran aktif pihak swasta adalah hal krusial dalam membangun resiliensi terhadap bencana, sebab pihak swasta memiliki kepentingan untuk terhindar dari bencana, serta memiliki sumber daya untuk menerapkan teknologi kebencanaan dan memberdayakan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan. Ketangguhan bencana di Indonesia mutlak hasil kolaborasi dan inklusi lintas sektor termasuk pihak swasta. ***

Sumber: https://agroindonesia.co.id/jaga-keberlanjutan-usaha-industri-perlu-investasi-mitigasi-bencana/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Konvergensi Infrastruktur Telekomunikasi Satelit dan Terestris, Kesempatan Bagi Ahli-ahli Indonesia

Begitu dunia memasuki sistem teknologi internet generasi kelima atau 5G, maka konvergensi konektivitas sistem komunikasi satelit dan sistem komunikasi terestris di Bumi akan terjadi. Hal itu akan menjadikan seluruh infrastruktur sistem  komunikasi satelit  dan sistem komunikasi terestris di bumi dapat dimanfaatkan secara optimal, saling mendukung, melengkapi dan semakin effisien.

Pemanfaatannya lebih pada aplikasi sesuai proritas, seperti sistem informasi cuaca, sistem informasi geografis, sistem informasi digital, sistem komunikasi kuantum, Artificial Intelligence hingga Internet of Things (IoT).  Ahli-ahli Indonesia juga bisa terlibat pada perkembangan teknologi ini mengingat orang Indonesia dikenal memiliki nilai kreativitas yang tinggi.

Demikian kesimpulan Diskusi Center For Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 12 Juni 2024, yang mengambil topik: Satellite In Converging Infrastructure”.  Berbicara pada Diskusi CTIS ini, Dr Anggoro K. Widiawan, Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) yang juga Doktor Alumnus Universitas Surrey, Inggris.

dunia memasuki sistem teknologi internet generasi kelima atau 5G, maka konvergensi konektivitas sistem komunikasi satelit dan sistem komunikasi terestris di Bumi akan terjadi
Dr Anggoro K. Widiawan (Depan No.4 dari Kiri) Pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies, Rabu 12 Juni 2024. /CTIS/

Bertindak sebagai moderator, Dr Agustan, Ketua Komite Teknologi Penginderaan Jauh CTIS, yang juga Ketua Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).  Menurut Anggoro teknologi satelit akan selalu menjadi penjuru di depan dan selalu mampu membuat terobosan teknologi.  Ia menyampaikan pula, sejak awal penerapan satelit komunikasi di dunia, maka Indonesia juga selalu tampil di depan.  Satelit komunikasi pertama bernama Comsat, beroperasi tahun 1965 dan hanya dalam tempo satu dekade, pada 1976, Indonesia sudah meluncurkan Satelit Palapa A-1  untuk menghubungkan  jaringan komunikasi pulau-pulau Nusantara.

Perkembangan teknologi serat optik pada awal dekade 1980-an telah memacu sangat cepat sistem konektivitas telekomunikasi terestris di bumi  dan meninggalkan sistem konektivitas telekomunikasi satelit.  Anggoro menyatakan bahwa saat ini pangsa sistem konektivitas satelit komunikasi tinggal 4%, sedang sistem komunikasi terestris di Bumi mencapai 96%.  Diprakirakan, penggunaan sistem konektivitas satelit komunikasi akan meningkat lagi dengan beroperasinya ribuan satelit internet di orbit rendah (Low Earth Orbit – LEO) seperti Starlink.

Data dari  Kementerian Kominfo (2023) memperlihatkan bahwa  infrastruktur telekomunikasi di Indonesia sudah lengkap terbangun.  Saat ini beroperasi  610.581 Base Transceiver Stations (BTS), 835 ribu Kilometer Kabel Serat Optik, 10 satelit komunikasi aktif dan ada 221.5 juta pengguna internet, atau sekitar 76% Penduduk Indonesia.  Jaringan Komunikasi Palapa Ring juga sudah selesai dibangun pada tahun 2019 lalu.  Kehadiran infrastruktur komunikasi yang sudah lengkap di Indonesia ini tentu akan menjadikan sistem konektivitas komunikasi semakin handal dan semakin efisien.

Oleh sebab itu, Indonesia perlu bergerak ke arah penerapan teknologi internet yang lebih maju, seperti jasa internet untuk sistem komunikasi generasi kelima atau 5G, bahkan bersiap merintis ke sistem komunikasi generasi keenam, yaitu 6G. Menurut Anggoro, inilah kesempatan bagi ahli-ahli Indonesia untuk terjun ke bidang bidang seperti Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI), Internet of  Things (IoT), Quantum Communication,  Quantum Sensing, sistem informasi geografis, sistem informasi digital hingga office automation, factory automation, mobil tanpa pengemudi, sistem transportasi logistik menggunakan pesawat nir-awak (Drone) dan masih banyak lagi kerja kreativitas lainnya.

Memang, untuk daerah  Terluar, Terdepan dan Tertinggal (3T) penerapan sistem komunikasi satelit lebih cocok, tapi untuk daerah perkotaan, di dalam mall, gedung, hanggar serta di pabrik pabrik, maka sistem infrastruktur komunikasi terestris lebih di depan.

dunia memasuki sistem teknologi internet generasi kelima atau 5G, maka konvergensi konektivitas sistem komunikasi satelit dan sistem komunikasi terestris di Bumi akan terjadi

Di luar itu semua, yang lebih utama adalah pengembangan teknologi informasi mutakhir dengan memanfaatkan sistem komunikasi 5G bahkan 6G yang disediakan infrastruktur satelit komunikasi dan infrastruktur komunikasi terestris.  Disinilah konvergensi akan terjadi dan disini pula Indonesia bisa terlibat aktif.  Tinggal dibuat pembagian tugas, Pemerintah yang menyusun Peta Jalan Industri Komunikasi dan Informatika, sedang penerapannya dalam IoT, AI, digital communication  dan lain-lain, digarap oleh para ahli di lembaga lembaga riset, di universitas unversitas dan di industri industri melalui penerapan program program prioritas yang sudah digariskan oleh Peta Jalan tadi. ***

Sumber : https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1788222201/konvergensi-infrastruktur-telekomunikasi-satelit-dan-terestris-kesempatan-bagi-ahli-ahli-indonesia?page=all

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Teknologi Remote Sensing untuk Eksplorasi Sumber Daya Alam, Profesor Indroyono Soesilo: Dasar Pengambilan Kebijakan

Dalam kegiatan eksplorasi geologi, data awal hasil remote sensing, atau penginderaan jauh diolah sebagai informasi untuk kemudian dianalisis serta diinterpretasikan guna dipakai untuk pengambilkan kebijakan tentang tahapan eksplorasi berikutnya.  Data penginderaan jauh diperoleh dari sensor yang dijejalkan pada satelit, pesawat udara dan pada pesawat nir-awak atau drone.

Demikian pandangan Prof. Dr.Indroyono Soesilo saat memberikan kuliah umum tentang Teknologi Remote Sensing Untuk Eksplorasi, Inventarisasi dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Indonesia, di Jurusan Teknik Geologi ITB, Bandung, Jumat, 1 Maret, 2024.

Dihadapan sekitar sekitar 120 peserta dan mahasiswa ITB, baik secara langsung maupun secara daring, Indroyono juga memaparkan tahapan membangun Industri Jasa Penginderaan Jauh di Tanah Air sejak 30 tahun terakhir.

Satelit Remote Sensing yang pertama di Dunia, bernama Landsat-I, diluncurkan oleh Badan Antariksa dan Penerbangan AS, NASA pada tahun 1972.  Dua ahli dari Indonesia, yaitu Professor JA Katili dan Professor Jacub Rais diundang NASA sebagai Principal Investigator Landsat-1 untuk wilayah Asia Tenggara.

Dalam kegiatan eksplorasi geologi, data awal hasil remote sensing diolah sebagai informasi untuk bahan kebijakan tahapan berikutnya
Prof. Dr.Indroyono Soesilo (tengah) bersama para Dosen dan Mahasiswa Teknik Geologi ITB, usai Acara Kuliah Umum tentang Teknologi Remote Sensing Untuk Eksplorasi Geologi di Indonesia, di Kampus ITB Bandung, 1 Maret 2024.

Professor Katili memanfaatkan data Landsat-1 hasil rekaman Sensor Multi-Spectral Scanner (MSS) digital untuk kegiatan eksplorasi geologi di Indonesia.  Inilah kali pertama Indonesia memasuki era satelit, disusul dengan peluncuran satelit komunikasi domestik Palapa-1 pada tahun 1976.

Ahli-ahli remote sensing generasi berikutnya disiapkan pada awal dekade 1980-an, ke AS dan Perancis, yang kala itu sudah meluncurkan satelit satelit Landsat, Satelit SPOT, Satelit NOAA serta penerapan pesawat space shuttle untuk menghimpun data remote sensing dari ruang angkasa.

Indroyono, yang Alumnus Teknik Geologi ITB 1978 itu, memaparkan bahwa pengiriman ahli-ahli Indonesia tadi, antara lain ke NASA, ke CNES-Perancis, ke European Space Agency di Frascati, Italia, maupun ke Radarsat di Canada adalah dalam rangka membangun industri jasa remote sensing menerapkan falsafah” Berawal di Hilir, Berakhir di Hulu” yang dicetuskan Professor BJ Habibie dalam membangun suatu industri bebasis teknologi.

Sekembali para ahli muda Indonesia ke tanah air, mereka membangun industri ini dari “hilir” dengan mengembangkan beragam aplikasi teknologi remote sensing untuk eksplorasi geologi, kehutanan, kelautan, pertanian, perencanaan wilayah dan kota, pemetaan sumberdaya alam serta untuk penanggulang bencana.

Daftar Proyek Proyek “Blue Book” Bappenas disisir satu persatu  guna diinventarisasi proyek proyek mana yang bisa menggunakan teknologi remote sensing.  Lalu sebuah perangkat lunak pengolahan citra digital satelit, diberi nama CITRA 88, dibangun oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan disebarkan kepada para calon pengguna secara gratis.  Alhasil, dalam tempo 4 tahun, jumlah pengguna data remote sensing semakin banyak dan pasar industri jasa ini mulai terbentuk.

Kebijakan selanjutnya diarahkan ke “hulu” dengan membangun Stasiun Bumi Satelit Remote Sensing di Parepare, Sulawesi Selatan, yang mulai beroperasi pada tahun 1994. Data satelit Landsat, SPOT, Radarsat dan NOAA sudah bisa diterima langsung oleh Stasiun Bumi Parepare.

Di samping itu, pengembangan pasar pengguna data remote sensing terus di gencarkan, berbagai uji-coba teknologi berikut aplikasinya terus dilaksanakan, termasuk penggunaan data satelit radar interferommetry untuk memprediksi erupsi gunung berapi, serta memantau pergerakan sesar/patahan dalam hitungan milimeter per tahun.

Bencana El Nino yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan hebat tahun 1997 di Tanah Air, membuka pasar aplikasi remote sensing lebih luas lagi, termasuk interpretasi “Hot Spot” dari data satelit NOAA tentang posisi lintang-bujur hutan yang terbakar, serta upaya pemadaman kebakaran hutan dengan teknologi modifikasi cuaca serta pemboman air dari udara.  Istilah “Hot Spot” sekarang sudah memasyarakat.  Juga uji coba teknologi Light Detection & ranging (LIDAR) serta Laser Airborne Depth Sounder (LADS) untuk pembuatan peta batimetri dasar laut sudah dilaksanakan para ahli BPPT di wilayah perairan Pulau Enggano, Sumatera Bagian Selatan pada tahun 1994.

teknologi remote sensing sangat diperlukan untuk olahan data awal yang digunakan sebagai kebijakan tahap berikutnya
Terra Drone Indonesia, melakukan survei menggunakan drone LiDAR (Light Detection and Ranging) di Kampus Institut Teknologi Bandung. (Dok BSKDN KEMENDAGRI)

Tahapan terakhir dari upaya pengembangan “Hulu” adalah membangun satelit remote sensing sendiri, dan ini berhasil diluncurkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada tahun 2007.  Saat ini telah beroperasi 4 satelit remote sensing buatan LAPAN, dan diharapkan satelit ke 5 akan meluncur pada tahun 2024 ini.

Indroyono juga menjelaskan bahwa pasar untuk pengembangkan suatu industri berbasis teknologi perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan.  Pasca Reformasi 1998, beragam undang-undang dan Peraturan Pemerintah telah terbit agar penggunaan data satelit remote sensing dapat lebih memasyarakat, diantaranya UU No.21 tahun 2013 Tentang Keantariksaan, UU No.4 tahun 2011 tentang Geospasial, serta UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.  Kesemuannya memasukan remote sensing dan Sistem Informasi Geografis didalamnya.  Belum lagi beragam Peraturan Presiden, Instruksi Presiden serta Peraturan Menteri yang mengatur beragam penggunaan data remote sensing, sekarang sudah tersedia.

Dengan semakin gencarkan permasalahan perubahan iklim Dunia, perlu dilaksanakan aksi mitigasi termasuk transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan guna menurunkan emisi gas rumah kaca semaksimal mungkin.

Indroyono menyodorkan peran ahli geologi dan eksplorasi untuk menerapkan teknologi remote sensing ini untuk mencari dan menemukan potensi gas hidrogen alam (Natural Hydrogen) di wilayah Nusantara, yang sampai saat ini belum pernah dieksplorasi oleh ahli ahli kita.

Terakhir, mantan Menko Kemaritiman RI 2014-2015 ini juga mengharapkan kiranya para geologiwan dan explorationists Indonesia masa depan terus bergerak menerapkan dan mengembangkan industri 4.0, yaitu industri digital, yang telah Indroyono kerjakan sejak dekade 1980-an lalu, mengingat industri 4.0 amatlah penting.

teknologi remote sensing
Salah satu anggota Beehive Drones saat menyiapkan drone sniffing untuk uji coba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. (Dok Kemendiktisaintek)

Bahkan sekarang dunia sudah bergerak ke Society 5.0 yang merupakan imagination Society, yang lebih mengedepankan kreativitas.  Sejatinya, sejak awal para ahli geologi itu dilatih untuk menganalisis, menginterpretasikan dan membuat beragam imajinasi tentang mulajadi Bumi kita ini. ***

Sumber : https://forestinsights.id/teknologi-remote-sensing-untuk-eksplorasi-sumber-daya-alam-profesor-indroyono-soesilo-dasar-pengambilan-kebijakan/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

CTIS Bahas Potensi PLTS Terapung, Solusi Energi Hijau di Indonesia

Indonesia telah berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung (PLTS-Terapung) di Danau Waduk Cirata, Jawa Barat dengan kapasitas 192 Mega Watt (MW). PLTS-Terapung di Danau Waduk Cirata merupakan PLTS-Terapung terbesar di Asia Tenggara.   Sebagai negara tropis yang kaya energi matahari, PLTS Terapung di danau-danau, waduk-waduk dan di lepas pantai bisa memecahkan salah satu kendala  pembangunan  PLTS, yaitu ketidak-tersediaan  lahan.  Percepatan pembangunan PLTS perlu didorong mengingat saat ini Dunia semakin mengarah ke energi hijau dan mulai meninggalkan energi fosil.  Demikian disampaikan Pendiri Solar Duck-Belanda, Olaf  de Swart, pada Diskusi Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) berjudul:” Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung Lepas Pantai”, awal April 2024 lalu.

Indonesia telah berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung (PLTS-Terapung)
Para periset di Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PRKKE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung mobile pertama di Indonesia. (dok BRIN)

Dalam Diskusi yang dipandu Ketua Komite Energi CTIS, Dr.Unggul Priyanto, yang juga Mantan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Olaf menyampaikan bahwa setelah Indonesia berhasil membangun PLTS Terapung di Danau Waduk Cirata, maka terbuka lebar potensi pembangunan PLTS Terapung di danau dan waduk di seluruh Indonesia.  Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki garis pantai sepanjang 82 ribu kilometer, berarti pembangunan PLTS Terapung di lepas pantai Nusantara juga sangat layak dan tidak ada kendala ketersediaan lahan untuk memasang panel panel sel surya (Fotofoltaik) pembangkit listrik.   Menurut Olaf, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk membangun PLTS Terapung, baik di danau, waduk maupun di lepas pantai. Diantaranya adalah tinggi gelombang maksimum yang tidak boleh melebihi 1 meter  pada PLTS di Danau, atau tidak boleh melebihi 2 meter di lepas pantai.  Kemudian kecepatan angin hanya boleh berkisar pada 30 meter/detik saja. Di samping itu, jarak lokasi PLTS  dengan jaringan listrik  PLN tidak boleh lebih dari 50 Km.  Untuk PLTS di lepas pantai, harus digunakan material yang anti korosi.

Menurut Olaf, agar effisien dan ekonomis, PLTS Terapung yang dibangun minimal harus membangkitkan 100 MW listrik.  Hal ini memang ini dilematis karena daerah berpenduduk padat dan perlu pasokan listrik besar biasanya tidak memiliki lahan.  Walaupun demikian, PLTS terapung tetap lebih ekonomis dibandingkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang mengkonsumsi minyak solar.  Pada tahun 2025, Indonesia mentargetkan penggunaan PLTS sebesar 6500 MW atau 6,5 Giga Watt (GW). Saat ini, PLTS di Indonesia baru bisa membangkitkan sekitar 450 MW saja.

Indonesia telah berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung (PLTS-Terapung)
Optimalisasi PLTS Terapung di Permukaan Waduk. (Dok ESDM)

Sementara negara tetangga, Vietnam, sudah menggunakan PLTS sebesar 5500 MW, atau 5,5 GW.  Indonesia masih tertinggal jauh.  Oleh sebab itu, mulai dikaji pembangunan PLTS dan PLTS terapung di Jawa, di Pulau Komodo dan di Pulau Batam.  Untuk Pulau Batam, diproyeksikan pembangunan PLTS terapung sebesar 2000 MW atau 2 GW untuk memasok listrik ke Singapura.   Diharapkan pula, industri-industri smelter mineral bauksit-aluminium dan nikel bisa mengganti pembangkit listriknya dari PLTD ke PLTS.  Upaya sebuah industri kehutanan terintegrasi di Pulau Mangole, Maluku  Utara, yang memproduksi panel kayu dan pellet kayu menggunakan pembangkit PLTS perlu dicontoh dan direplikasi ke wilayah lain.

Pembangunan PLTS terapung di tanah air terus digencarkan.  Menurut Kepala Balai Besar dan Survey Tenaga Energi Listrik Baru, Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian ESDM,  Ir. Senda Hurmuzan, saat ini tengah disiapkan pembangunan PLTS Terapung di Danau Singkarak dengan kapasitas 90 MW, lalu di waduk Saguling kapasitas 60 MW, di Lampung 100 MW, dan di Kalimantan Barat dengan kapasitas 50 MW. Senda, yang juga mantan Perekayasa BPPT itu, menerangkan bahwa danau di beberapa waduk sedang disiapkan pula sebagai lokasi pembangunan PLTS, seperti di Waduk Gajah Mungkur kapasitas 200 MW, Waduk Jatiluhur 100 MW dan Waduk Karang Kates 122 MW.  Harga listrik yang dihasilkan dari PLTS terapung  tadi ada pada kisaran 3 sen US Dollar hingga 5.6 sen US Dollar.  Berarti cukup layak dan ekonomis.

Dewan Pengawas CTIS, Profesor Indroyono Soesilo mengingatkan kiranya potensi pasar  PLTS dan PLTS terapung yang besar di Indonesia ini harus bisa membangkitkan industri PLTS di tanah air.  Industri PLTS harus tumbuh dan berkembang, tidak hanya pada penguasaan teknologi membangun PLTS dan penguasaan industri perakitan panel surya semata, namun harus bisa menguasai industri sel surya silikon kristalin,  menguasai industri pembuatan ingot kristal silikon dan wafer silikon, hingga penguasaan teknologi pemurnian silika.  Ini merupakan tantangan  bagi proses alih teknologi, peningkatan kandungan lokal,  sekaligus dapat membuka lapangan kerja yang besar di tanah air. ***

Sumber : https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/ekonomi-bisnis/pr-1787960016/ctis-bahas-potensi-plts-terapung-solusi-energi-hijau-di-indonesia?page=all

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Pembangunan Wilayah Terintegrasi Secara Bottom Up, Jawa Barat Bagian Utara dan Selatan Jadi Contoh

Menerapkan perencanaan pengembangan suatu wilayah hingga terwujud hasil pembangunan yang nyata memerlukan beberapa prasyarat, antara lain, perencanaan disusun secara “Bottom Up” sesuai kebutuhan wilayah tersebut.

Kemudian, hasil perencanaan dari daerah diusulkan ke Bappenas dan setelah  disepakati maka disusun payung kebijakannya, berupa Peraturan Presiden.

Dalam penerapannya, dilaksanakan sinkornisasi program yang melibatkan lintas kementerian, sedang mobilisasi pendanaan diintegrasikan lewat program program lintas-kementerian/lembaga, pendanaan dari daerah, serta pendanaan lewat kerjasama pemerintah dengan badan usaha dan dukungan badan badan internasional

Demikian kesimpulan Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 21 Februari 2024.  Diskusi dipimpin Ketua Komite Kebencanaan & Pengembangan Wilayah CTIS, Dr Idwan Soehardi, yang juga mantan Deputi Menteri Ristek.

Dalam Paparan Dr. Djoko Hartoyo, Asisten Deputi Kemenko Marinvest, berjudul ”Pengembangan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan”, diperlihatkan konsep perencanaan pembangunan yang disusun Bappeda Provinsi Jabar, kemudian secara berjenjang diusulkan ke Pemerintah Pusat.

Pengembangan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan dengan sistem bottom up

Konsep yang sudah matang tadi lalu dipaparkan oleh Menko Marvest dihadapan Presiden RI dalam Rapat Kabinet Terbatas dan setelah rancangan perencanaan pembangunan disetujui maka diterbitkan Keputusan Presiden No.87 tahun 2021 Tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan.  Wilayah ini memang memiliki tingkat kemiskinan penduduk yang masih tinggi, Indeks Pembangunan Manusia nya masih rendah dan tingkat pengangguran juga tinggi.  Ini yang harus diubah.

Oleh sebab itu, Kawasan Rebana difokuskan pada pembangunan kawasan baru dengan inti Kota Cirebon, dua pusat ekonomi baru, yaitu Pelabuhan Internasional Patimban dan Bandara Internasional Kertajati, serta didukung kabupaten sekitar, yaitu Kabupaten Cirebon, Sumedang, Majalengka, Subang, Indramayu dan kabupaten Kuningan. Sedang Pengembangan Kawasan Jawa Barat Selatan mencakup Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasimalaya dan Kabupaten Pangandaran.

Dipaparkan Djoko bahwa ada 81 Proyek/Program di kawasan Rebana dengan total anggaran Rp234 triliun, sedang di Wilayah Jawa Barat Selatan terhimpun 89 Proyek/Program dengan total anggaran Rp158 trilyun.

Proyek dan Program ini lalu dimasukkan kedalam perencanaan Bappenas, sedang untuk pelaksanaannya diawasi BPKP dengan koordinasi, sinkronasi dan pengendalian kegiatan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.

Pembangunan kawasan dengan total anggaran Rp392 trilyun ini mencakup pembangunan sektor jalan dan jembatan, pembangunan sektor jalan tol, pembangunan sektor infrastruktur, seperti pembangunan pengaman pantai dan breakwater, Pembangunan Sektor Pasar dan Perguruan Tinggi, diantaranya pembangunan Politeknik di Majalengka, Pembangunan Sektor Sarana dan Prasarana Pemukiman, Pembangunan Sektor Perhubungan diantaranya reaktivasi beberapa jalur kereta api di Jawa Barat yang sudah lama tidak berfungsi, Pembangunan Kawasan Industri, serta pembangunan kawasan pertanian.

Pengembangan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan
dok Bappeda Jawa Barat

Djoko Hartoyo menyampaikan bahwa perencanaan terintegrasi dengan program tersusun rapi, di bawah payung hukum yang jelas membuat para investor luar negeri juga tertarik untuk turut berinvestasi. Misalnya, pembangunan jalan tol dari Pelabuhan Patimban ke Tol Cipali yang dibiayai oleh JICA Jepang.  Juga pembangunan Politeknik di Majalengka yang lahannya disediakan oleh Pemda, pembiayaannya didukung Kemendibudristek dan Kemen PUPR, sedang pihak swasta dari Korea Selatan tertarik untuk membiayai secara hibah pengecatan seluruh bangunan Politeknik ini dengan garansi 5 tahun.

Para peserta diskusi sepakat bahwa pola pembangunan wilayah terintegrasi seperti ini, dari perencanaan yang “Bottom Up”, dan didukung multi-pemangku kepentingan serta memiliki aspek legalitas yang kuat, sangat mungkin untuk direplikasikan di wilayah lain di Nusantara ini.***

Sumber : https://forestinsights.id/pembangunan-wilayah-terintegrasi-secara-bottom-up-jawa-barat-bagian-utara-dan-selatan-jadi-contoh/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Alumni BPPT Gelar Jalan Santai dan Silaturahmi, Sejumlah Mantan Menteri Hadir

Sekitar 150-an teknolog, perekayasa dan inovator ex Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggelar Jalan Santai dan Silaturahmi Alumni BPPT di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu 23 September 2023. Dalam acara tahunan untuk memperkuat persaudaraan pada alumni BPPT itu juga dilaporkan melaporkan progres kegiatan lembaga think-tank Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), yang diasuh para alumni BPPT dan merupakan rangkaian kegiatan Habibie Memorial Lecture 2023 yang digelar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), CTIS dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Perpustakaan Nasional pada Kamis 21 September 2023 lalu. Kegiatan Jalan diawali laporan oleh Ketua CTIS, Dr.Wendy Aritenang, yang mantan Sekjen Kemenhub, Laporan Progress Perkembangan CTIS oleh Dr. Idwan Soehardi yang mantan Deputi Menteri Ristek dan juga mantan anggota MPR-RI, serta wejangan dari Ketua Dewan Pengarah CTIS, Professor Wardiman Djojonegoro, yang juga mantan Mendikbud dan mantan Deputi BPPT.

Selain acara jalan santai keliling Stadion GBK, acara juga dimeriahkan Group Penyanyi LOLITA-BPPT disusul Senam Poco-Poco dan Senam Maumere oleh seluruh peserta Jalan Santai.

reuni dan jalan sehat eks pegawai BPPT
Sekitar 150-an teknolog, perekayasa dan inovator ex Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggelar Jalan Santai dan Silaturahmi Alumni BPPT di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu 23 September 2023.

Tampak hadir pada kegiatan olah raga ini, antara lain, Mantan Menko Kemaritiman, Indroyono Soesilo yang juga Professor Riset BPPT, Mantan Kepala BPPT yang saat ini menjabat Rektor Institut Teknologi Indonesia (ITI), Dr. Marzan Azis Iskandar, Mantan Kepala BPPT yang saat ini menjabat Komut PT. INTI, Dr. Unggul Pryanto, Ahli Gambut yang mantan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN), Dr. Bambang Setiadi, Mantan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) yang juga ahli hujan buatan, Professor Asep Karsidi, Mantan Kepala LAPAN. Lalu ada Professor Harijono Djojodihardjo yang juga mantan Deputi BPPT, Mantan Deputi BPPT, Dra.Trulyanti Soetrasno MA, yang juga mantan Anggota MPR-RI, serta para teknolog ahli pesawat terbang, ahli perkapalan, ahli kereta api, ahli energi, ahli sumberdaya alam dan lain lain. BPPT berdiri melalui Keppres No.25/Th.1978, pada 21 Agustus 1978, guna menyiapkan Indonesia menuju Negara Industri pada Abad Ke-21, dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selama 20 tahun, BPPT dipimpin Profesor BJ Habibie yang kelak kemudian hari menjadi Presiden RI Ketiga. Beragam karya iptek para ahli BPPT telah disumbangkan kepada Bangsa dan Negara, antara lain pesawat N-250 Gatotkoco, Kapal Layar Modern Maruta Jaya, Kapal Angkut Caraka Jaya, Beragam Desain Jembatan Antar Pulau Batam – Rempang – Galang, desain Mass Rapid Transport Jakarta, desain Light Railway Train (LRT), pembangkit listrik energi panas bumi – Lahendong, Sulut, Survey Landas Kontinen Baruna Jaya, Operasi Hujan Buatan, Prediksi El Nino dan La Nina melalui pola Arus Lintas Indonesia (Arlindo), pembuatan prototipe Lab. Uji Virus Covid BSL Level 3 dan masih banyak lagi.

Hingga tahun 2021, sebelum melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), para ahli BPPT tengah menyelesaikan rancang bangun pesawat N-219 Nurtanio, Pesawat tanpa awak Elang Hitam, Bouy Tsunami Early Warning System (INA TEWS) dan teknologi Industri garam. Selama pengabdiannya yang lebih 40 tahun, BPPT juga dikenal sebagai lembaga yang mengirimkan ribuan pemuda-pemudi Indonesia ke mancanegara untuk studi bidang iptek dan industri guna mendukung pembangunan di tanah air.

Saat ini, program pengirim putra-putri unggul Indonesia untuk studi ke luar negeri dilanjutkan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pada awal tahun 2023, para alumni BPPT mendirikan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) guna menghimpun pemikiran dan pengalaman puluhan tahun dibidang iptek dan inovasi untuk disumbangkan kepada kemaslahatan masyarakat.

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/seputar-cibubur/pr-1787158740/alumni-bppt-gelar-jalan-santai-dan-silaturahmi-sejumlah-mantan-menteri-dan-hadir

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Diskusi CTIS: Hitung Global Stocktake Karbon, IPCC Gunakan Teknologi Satelit

Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab berakhir dengan sejumlah konsensus penting. Salah satunya adalah akan dilakukannya Global Stocktake untuk menghitung seberapa jauh progres  penurun emisi karbon setiap negara. Professor  Edvin Aldrian, ahli meteorologi dan iklim BRIN yang juga Wakil Ketua Pokja I IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menjelaskan bagaimana Global Stocktake dilakukan. “Salah satu teknologi yang akan kami terapkan adalah penggunaan citra satelit penginderaan jauh karena dinilai transparan,” katanya pada diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu, 20 Desember, 2023.

Berdasarkan Paris Agreement, berupa kontribusi masing-masing negara untuk mengurangi emisi karbon termasuk indonesia

Diskusi tersebut dipandu oleh moderator Dr. Andi Eka Sakya, Sekretaris CTIS yang juga Mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika (BMKG).

Berdasarkan Paris Agreement, semua negara menyusun dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), berupa kontribusi masing-masing negara untuk mengurangi emisi karbon. Indonesia menyusun  NDC dengan target cukup tinggi, yaitu pada tahun 2030 Indonesia mampu menurunkan emisi sebesar 31,89%  lewat  upaya mandiri atau mencapai 43.2% dengan kerjasama Internasional.

Menurut Edvin, semua komitmen NDC dari masing masing negara akan dikaji secara ilmiah, apakah target tercapai atau tidak. Kajian ini disebut Global Stocktake yang menjadi salah satu konsensus pada COP28 Dubai. Tujuannya untuk menghitung seberapa jauh progress penurun emisi karbon sesuai target NDC masing masing negara.  Lewat program global stocktake ini dapat diketahui kegiatan adaptasi, mitigasi dan pengukuran pendanaan yang diterapkan.  Kajian itu dilakukan IPCC dan akan dilaporkan pada UNFCCC  untuk ditetapkan pada COP berikutnya.

IPCC adalah lembaga ilmiah yang berhimpun sedikitnya 2000 pakar Dunia.  Mereka harus netral guna menganalisis dan memberikan rekomendasi kepada UNFCCC.  Dari 2000-an pakar Dunia tadi terdapat 21 pakar dari Indonesia dan salah satunya menjabat sebagai Wakil Ketua Pokja I IPCC, yaitu Professor  Edvin Aldrian.

Indonesia telah menyusun strategis pengurangan emisi karbon
Petugas Manggala Agni memadamkan api kebakaran hutan di Riau. (Dok KLHK)

Selain Global Stocktake, COP28 juga menghasilkan konsensus untuk dimulainya pengakhiran penggunaan energi fosil. Targetnya juga cukup ambisius, yaitu mengurangi penggunaan energi fosil dari 100 juta barel ke hanya 30 juta barel saja.  Namun negara berkembang masih belum puas, karena dalam Keputusan COP28 tidak dimunculkan sistem pendanaan untuk transisi energi ini.  Indonesia sudah lebih maju karena ada dukungan Negara-negara maju dan Perbankan Internasional sebesar 20 miliar dolar AS untuk program transisi energi di Indonesia, yang dikenal sebagai Just Energy Transition Partnership (JETP).  COP28 juga menyepakati dukungan pendanaan sekitar 700 juta dolar AS untuk memperkuat ketahanan pangan global menghadapi perubahan iklim.

Anggota CTIS, Profesor Harijono Djojodihardjo menggaris bawahi tentang kesenjangan teknologi yang dimiliki negara-negara yang telah meratifikasi Paris Agreement.  Sangat disayangkan bila keputusan keputusan COP justru memperlebar jurang  antara negara negara maju dan negara negara berkembang.  “Teknologi dan pendanaan harus dibagi rata secara berkeadilan, karena kita bersama akan menyelamatkan Bumi,” tegas Harijono.

Anggota CTIS yang lain, Fathor Rahman lebih menyoroti pada program transisi energi di Indonesia dari energi fosil kepada energi terbarukan guna mendukung target NDC.  Ia memperkirakan akan terjadi destruksi ketahanan energi listrik Indonesia apabila proses transisi energi tidak dilakukan secara hati-hati, mengingat Indonesia juga sedang membangun dan bertumbuh menjadi negara maju pada tahun 2045. ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1787508519/diskusi-ctis-hitung-global-stocktake-karbon-ipcc-gunakan-teknologi-satelit

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Ketahui ‘Sangkuriang Sakti’, Target Indonesia Tangguh Bencana 2045

Tahun 2024 ini merupakan peringatan 20 tahun terjadinya  bencana tsunami terbesar di Samudera Hindia, tepatnya pada 26 Desember 2004.  Tsunami yang dipicu gempa  sesar aktif di dasar laut Pantai Barat Sumatera, berkekuatan 9,1 Skala Richter,  menerjang wilayah daratan Aceh dan dampaknya hingga Thailand, Bangladesh, bahkan sampai Madagaskar di Afrika Timur. Diperkirakan, bencana tsunami tadi  menelan korban lebih dari  230.000 jiwa.

Selama 20 tahun terakhir, telah banyak upaya dilaksanakan Pemerintah dan masyarakat untuk memitigasi dan mempersiapkan diri bila bencana sebesar itu kembali muncul.  Indonesia terus meningkatkan kemampuan tangguh bencananya (disaster ressilience) agar bisa mengurangi resiko bencana hingga seminimal mungkin.  Para ahli menskenariokannya menggunakan metoda  delphi dan scenario planning, untuk memproyeksikan Indonesia sebagai Negara Tangguh Bencana pada tahun 2045.

Sangkuriang Sakti, semua aspek teknologi dan sosial berkumpul memberikan solusi penanganan bencana. Inilah sasaran Indonesia Tangguh Bencana 2045,
Kanan ke Kiri) Onny B.Bintoro MBA, Dr.Idwan Soehardi dan Dr.Agustan pada Diskusi TASDA Untuk Teknologi Kebencanaan, di CTIS Jakarta, 10 Januari 2024.

Hasil kajian para ahli dalam bentuk  Trend Assessment and Scenario Development Analysis (TASDA) untuk tangguh bencana 2045 dipaparkan oleh Onny Bintoro MBA, anggota Institute of Electronic & Electrical Engineering (IEEE) USA  dan Dr. Agustan, Ketua Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) pada diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), yang di pandu Dr. Idwan Soehardi, Ketua Komite Kebencanaan CTIS, Rabu 10 Januari 2024.

Pertama yang digarap didalam TASDA adalah menerapkan metoda Delphi  guna memperoleh topik topik isu terkait dengan kebencanaan dan kondisi yang mungkin terjadi hingga beberapa tahun ke depan.

Setelah konsensus tentang topik dicapai, maka masuk pada tahapan TASDA berikutnya yaitu menyusun Skenario Perencanaan (Scenario Planning) dengan membuat grafik garis X horisontal yang merepersentasikan “Teknologi”, garis Y vertikal yang merepresentasikan “Sosial”, sehingga lewat kedua garis tadi terbagilah empat kwadran.  Yaitu kwadran I di kiri atas, kwadran II di kanan atas, kwadran III di kiri bawah dan kwadran IV di kanan bawah.

Sumbu persilangan garis X dan Y merepresentasikan kondisi tangguh bencana saat ini, sedang kondisi pada kwadran terluar merepresentasikan kondisi ketangguhan bencana Indonesia pada tahun 2045. Semua isu kebencanaan yang diperoleh dari hasil metoda Delphi diperbandingkan berkaitan dengan aspek “Teknologi” dan aspek “Sosial” nya.  Dr. Agustan kemudian memasukan semua aspek “Sosial” dan aspek “Teknologi” ke dalam empat kwadran tadi.

Sangkuriang Sakti, sebuah metode semua aspek teknologi dan sosial berkumpul untuk memberikan solusi penanganan bencana tsunami
Tsunami di Aceh 26 Desember 2004 yang menyapu bersih bangunan dan tersisa satu masjid. (Dok BNPB)

Empat jenis bencana yang dikaji adalah bencana hidrometerologi, bencana  geologi, bencana lingkungan dan bencana gagal teknologi. Sedang teknologi yang dimasukkan kedalam kwadran mencakup: teknologi pangan, teknologi energi, teknologi material, Internet of  Things (IoT), Big Data Analysis, Artificial Intelligence (AI), Cloud Computing dan Pengembangan Sumberdaya Manusia.

Berbagai analisis dan perhitungan TASDA menghasilkan empat kesimpulan, yaitu: 1) “Sangkuriang Pasrah”, dimana semua aspek sosial dan teknologi terhimpun di kwadran III, artinya baik dari aspek sosial maupun aspek teknologi Indonesia sangat rentan terhadap kebencanaan, 2) “Sangkuriang Lesu”, dimana semua aspek sosial dan teknologi terhimpun di Kwadran IV, artinya Indonesia sudah menguasai aspek teknologi penanggulangan bencana namun belum tersosialisasikan kepada masyarakat.

3) “Sangkuriang Gaptek”, artinya semua aspek sosial dan aspek teknologi berkumpul di Kwadran I, yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat sadar akan bencana, namun lemah dalam penguasaan teknologinya. Ini tugas para ilmuwan dan teknolog untuk bekerja lebih keras.

Sedang kesimpulan  keempat adalah Sangkuriang Sakti, dimana semua aspek teknologi dan sosial berkumpul di Kwadran IV.  Inilah sasaran Indonesia Tangguh Bencana 2045, memperlihatkan masyarakat yang sangat sadar, terdidik dan terlatih menangani bencana secara baik, didukung iptek yang mutakhir.

Melalui TASDA maka berbagai simulasi perencanaan kedepan perlu disusun, termasuk pengembangan sumberdaya manusianya, dari menyusun kurikulum pendidikan tangguh bencana dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah, hingga penyusunan kurikulum dan bidang bidang jurusan di perguruan tinggi yang berkaitan dengan kebencanaan.

Sangkuriang Sakti menjadi pola metode penanganan bencana melibatkan teknologi dan sosial
Relawan kebencanaan mengevakuasi korban gempa tsunami di Palu. (Dok BNPB)

Ke depan, CTIS sepakat untuk turut mensosialisasikan beragam iptek kebencanaan tadi, menyodorkan kajian TASDA, termasuk memanfaatkan wahana Podcast CTIS, mensukseskan Pameran Kebencanaan Internasional yang akan digelar pada September 2024, serta turut mensukseskan Peringatan 20 Tahun Bencana Tsunami pada 26 Desember 2024. ***

Sumber: https://agroindonesia.co.id/ketahui-sangkuriang-sakti-target-indonesia-tangguh-bencana-2045/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Potensi Pembangkit Listrik Biomassa Skala Kecil, Ramah Lingkungan dan Lebih Murah

Ada 5.200 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Indonesia, berbahan bakar minyak solar.  Ini perlu di de-dieselisasi menggunakan ragam energi baru terbarukan (EBT), termasuk energi biomasa.

Ahli-ahli Indonesia telah mampu merancang-bangun pembangkit pembangkit listrik sekala kecil, antara 7 – 10 Megawatt, dengan bahan bakar gas, batubara, panas bumi dan biomasa.

Sedang PLN telah memprioritaskan program de-dieselisasi untuk 200-an PLTD di Kawasan Timur Indonesia dengan EBT, yang harga bahan bakarnya lebih murah dibanding harga minyak solar, serta lebih ramah lingkungan.

Program ini juga dapat dipakai untuk menghidupkan kembali pabrik boiler, pabrik turbin, dan pabrik generator di tanah air yang pernah mencapai puncak produksi di dekade 1990-an lalu.

Itulah butir butir hasil diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) Selasa, 14 November 2023.

Dari 120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman
Para Ahli Pembangkit Listrik Indonesia – Finlandia pada Disuksi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Selasa 14 November 2023 lalu.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Ketua Komite Energi CTIS, Dr. Unggul Priyanto, tampil sebagai pembicara para perancang-bangun pembangkit listrik Andhika Prastawa, Arie Rahmadi dan Arli Guardi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mereka telah merancang bangun pembangkit listrik sejak tahun 2001, saat masih bergabung di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Sejak 2001, mereka telah merancang-bangun 12 pembangkit listrik, diantaranya, PLTU di Kaltim 2 X 7 Megawatt, lalu ada PLTU Lombok 2 X 25 MW,  ada juga Pembangkit Listrik 1 X 65 Megawatt milik PT Semen Indonesia di Sulawesi, PLT Gas 210 MW di Balaraja, Banten, PLT Panas Bumi 1 X 60 Megawatt di Patuha Jawa Barat.

Juga pembangkit listrik sekala kecil, 7 – 10 Megawatt, seperti yang di Sangatta, Kalimantan Timur, serta  PLTU 2 X 10 MW di Ketapang, Kalimantan Barat, Tahun 2003.

Atas permintaan PT. PLN, para ahli pembangkit listrik BRIN ini juga mulai merancang PLT biomassa sekala kecil, dengan prioritas pertama dibangun di Tobelo, Maluku Utara, berskala 7 Mega Watt.  Ini merupakan upaya awal untuk mengganti PLTD dengan PLT Biomassa.

Pada acara diskusi, juga tampil sebagai pembicara Dr. Ari Koko, Direktur R & D Valmet Finland dan Rushikesh Dikule, Perwakilan Valmet di Indonesia.

120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE) guna mendukung program EBT biomassa.
PLTBM Siantan. Sumber : PT. PLN

Tim Valmet ini menerangkan bahwa Dunia sekarang bergerak ke arah EBT, sebagai contoh, 85% bauran energi pembangkit listrik di Finlandia menggunakan energi biomassa,  padahal luas hutannya hanya 22,8 juta hektare (ha) saja. Bauran energi di Swedia mencapai 60% energi biomasa untuk  pembangkit listriknya, dengan luas hutan 28 juta ha.

Sedang dari 120 juta ha di Indonesia, saat ini tengah disiapkan sekitar 800 ribu ha untuk  menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE) guna mendukung program EBT biomassa. Termasuk di dalamnya program  co-firing biomassa, yaitu mencampur 95% batubara dengan 5% serpih kayu sebagai pasokan PLTU.

Valmet, Finlandia telah membangun 10 Pembangkit Listrik berbahan baku campuran, batubara dan serpih kayu di Indonesia.

Mengingat potensi pembangkit listrik di Indonesia menggunakan energi biomassa sangatlah besar, para ahli pembangkit listrik Indonesia mengharapkan kiranya ada program kerjasama Valmet Finlandia dan BRIN Indonesia untuk membangun PLT Biomassa, sekaligus menghidupkan kembali pabrik-pabrik boiler di Indonesia seperti PT. Barata dan PT. Boma Bisma Indra, serta pabrik pabrik turbin, seperti Nusantara Turbine, Pindad, dan PT PAL.

Saat ini, mobilisasi pendanaan internasional untuk Green Energy tidaklah  trelalu sulit, karena Dunia sedang mengarah pada Transisi Energi yang berkaitan dengan Perubahan Iklim.  Indonesia juga mendapatkan sumber dana hingga 20 miliar dolar AS melalui Program Just Energy Transition Partnerhsip (JETP) yang diluncurkan saat KTT G-20 di Bali pada November 2022 lalu.

Untuk pertama kalinya, Provinsi Kalimantan Barat memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm). PLTBm yang terletak di Desa Wajok Hulu, Kecamatan Siantan, Kab. Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Dok ESDM

Tentunya ini bukan hibah, namun perlu dibuat paket komponen hibah untuk pelatihan, paket pinjaman bunga rendah untuk alih teknologi pembangunan pembuatan Pembangkit Listrik di dalam negeri melalui peningkatan kandungan lokal secara bertahap, hingga  alokasi dana untuk mempekerjakan para ahli dan konsultan dalam negeri sendiri dalam tahapan pembuatan studi kelayakan, pembuatan  detail engineering design, hingga kegiatan pengawasan pembangunan proyek.

Para peserta diskusi sepakat  kiranya pola ini dapat dicobakan pada pembangunan PLT Biomassa di Tobelo Maluku Utara yang saat ini tengah digarap. ***

Sumber : https://agroindonesia.co.id/potensi-pembangkit-listrik-biomassa-skala-kecil-ramah-lingkungan-dan-lebih-murah/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Pakar Telematika CTIS Paparkan Cara Efektif Cegah Serangan Siber, Ingatkan Penerapan Regulasi

Akhir-akhir ini, Indonesia digemparkan dengan berbagai pembobolan data nasional, seperti serangan Ransomware terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).  Juga ada dugaan pembobolan sekitar 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) warga Indonesia oleh Bojrka.

Pakar informatika dan telematika dari Center for Technology & Information Studies (CTIS), yang juga mantan Dirjen di Kementerian Komunikasi dan Informatika Dr Ashwin Sasongko, mengungkapkan, sebenarnya beragam regulasi untuk membendung serangan siber sudah  disiapkan oleh Pemerintah. Tujuannya agar data Nasional tidak dengan mudah dibobol oleh para peretas data di internet.

Dalam paparannya tentang “Tata Kelola Keamanan Siber”, Rabu, 25 September 2024 di CTIS, Ashwin menegaskan bahwa serangan siber dan serangan terhadap internet dapat dilakukan, baik oleh Pemerintah Asing, Militer Asing, Teroris maupun kriminal. Targetnya bisa perangkat keras maupun perangkat lunak komputer, melalui malware dan virus.

keamanan siber harus dipayungi dengan regulasi
Dr.Ashwin Sasongko (No.2 dari kiri) pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) tentang Tata Kelola Keamanan Siber, Rabu 25 September 2024 /

Serangan juga bisa dilakukan dengan cara menyebar berita bohong (hoax), berita ancaman, pornografi, judi online hingga memasukkan metoda “Post Truth”, yang intinya menyerang pola pikir masyarakat melalui penyebaran persepsi dan “reframing” sesuai yang dikehendaki oleh sang penyerang.  Oleh karena itu, diperlukan pertahanan yang mumpuni terhadap berbagai serangan siber. Menurut Ashwin, Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyiapkan benteng penangkal serangan siber tadi melalui beragam regulasi.

Pada tahun 2013, Badan Standarisasi Nasional (BSN) menerbitkan Standard Nasional Indonesia (SNI) SNI 27001, yang merupakan Sistem Manajemen Keamanan Informasi. SNI ini berupa panduan dan syarat syarat untuk membuat, menerapkan, melaksanakan, mengelola resiko, memelihara dan mendokumentasikan Sistem Manajemen Keamanan Informasi. Saat ini, hampir semua jaringan internet di Indonesia dikelola oleh Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN), sebuah perusahaan di AS ysng mengatur beragam protokol di internet.  Ini berarti, semua  komunikasi dan informasi melalui cyberspace di Indonesia selalu dipantau oleh ICANN.

keamanan siber atau cyber security sebuah hal mutlak dan memiliki payung hukum.
dok Freepik

Kemungkinan internet tadi dibobol juga sangat  mungkin.  Padahal, pengamanan internet yang paling sederhana, yang dikenal dengan Domain Name System Security Extensions (DNSSEC), juga telah tersedia.  Sayangnya, banyak jaringan internet Pemerintah di Indonesia belum memasang DNSSEC dan belum mendaftarkannya.  Alhasil, akan sangat mudah dibobol pula.

Mengingat SNI 27001 sudah diadopsi sebagai  Sistem Manajemen Keamanan Informasi, melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 4 tahun 2016, maka Ashwin menyaranan kiranya regulasi tadi mulai diterapkan.  “Yang paling mudah adalah memasang DNSSEC pada sistem internet masing masing instansi dan mendaftarkannya.  Kemudian, kiranya masing masing instansi membangun sistem intranet sendiri di masing masing instansi,” katanya.

Apabila sistem intranet tadi akan berhubungan dengan jaringan internet di dalam ICANN maka harus melewati “gateway” yang sudah ditentukan dan teramankan.  Hal-hal diatas juga diamini oleh Komandan Satuan Siber TNI, Brigjen Ari Yulianto, yang menyampaikan bahwa saat ini sedang disusun Angkatan Siber TNI, guna melengkapi Angkatan yang sudah ada, yaitu TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU.  Tentunya untuk aspek pertahanan siber ini harus melibatkan semua potensi masyarakat.  Pepatah berbunyi:”The Best Defense is Offense”, ini berarti bahwa selain bertahan, juga harus siap menyerang.  Tidak terkecuali di dunia cyberspace.   ***

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1788625594/pakar-telematika-ctis-paparkan-cara-efektif-cegah-serangan-siber-ingatkan-penerapan-regulasi?page=all&utm_source=social__share&utm_medium=social__share