Alumni pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggelar acara reuni dan silaturahim di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (18/10/2025).
Para alumni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berkumpul di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Sabtu (18/10/2025).
Acara silaturahim tahunan ini menghadirkan sejumlah tokoh nasional, termasuk mantan Mendikbud Wardiman Djojonegoro dan Dubes RI untuk AS Indroyono Soesilo yang turut hadir secara daring.
Alumni pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggelar acara reuni dan silaturahim di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (18/10/2025). (dok Alumni BPPT)
Alumni pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggelar acara reuni dan silaturahim di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (18/10/2025).
Kegiatan ini diikuti sekitar 200 peserta, baik secara luring maupun daring melalui Zoom.
Sejumlah tokoh nasional turut hadir, antara lain mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, mantan Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar, mantan Kepala BPPT Hammam Riza, serta mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, yang dikenal dengan julukan manusia merdeka.
Sementara itu, mantan Menristek/Kepala BPPT Kusmayanto Kadiman dan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Indroyono Soesilo turut bergabung secara daring dari Washington DC.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro didampingi panitia alumni BPPT menyampaikan pesan kepada para alumni agar terus berkarya. (Dok Alumbni BPPT)
Dalam sambutannya, Wardiman Djojonegoro mengungkapkan rasa bahagia atas terselenggaranya kegiatan tersebut.
“Pertemuan ini membuat kita gembira, kita tidak merasakan kesepian. Silaturahim itu penting,” ujarnya.
Ia juga berpesan agar para alumni BPPT tetap aktif dan terus berkarya. “Saya yakin semua masih bisa berkarya dan tetap sehat,” tambahnya.
Dari Washington DC, Dubes Indroyono Soesilo menyoroti pentingnya menjaga koneksi sosial di tengah meningkatnya angka kesepian di berbagai negara maju.
“Tingkat kesepian di negara maju pada 2023 mencapai 30 persen, dan tahun ini naik menjadi 40 persen. Karena itu, kegiatan kumpul seperti ini luar biasa. Selamat kangen-kangenan,” katanya.
Mantan Kepala BPPT Hammam Riza, mengajak seluruh alumni untuk tetap menjaga semangat kebersamaan dengan meneriakkan yel-yel khas BPPT, solid, smart dan speed. (dok Alumni BPPT)
Sementara itu, Hammam Riza mengajak seluruh alumni untuk tetap menjaga semangat kebersamaan dengan meneriakkan yel-yel khas BPPT.
“Kita semangatkan lagi yel-yel BPPT: solid, smart, dan speed!” serunya, yang langsung disambut antusias para peserta.
Ketua Panitia, Wendy Aritenang mengatakan kegiatan silaturahim ini digelar rutin setiap tahun.
“Tahun lalu peserta mencapai 150 orang, dan tahun ini meningkat menjadi sekitar 200 orang,” jelasnya.
Ketua Pantia Reuni dan Silaturahim Alumni BPPT, Wendy Aritenang. (dok Alumni BPPT)
Acara berlangsung meriah dengan pembagiandoorprize dan berbagai hiburan yang menambah kehangatan suasana reuni.
Melalui kegiatan ini, para alumni BPPT berharap tali silaturahim tetap terjaga dan semangat inovasi yang menjadi ciri khas BPPT terus hidup di tengah berbagai profesi dan peran yang kini mereka jalani. ***
Desentralisasi ekonomi digital tidak bisa lepas dari peran Satoshi Nakamoto. Nama ini mungkin tak tercatat dalam daftar tokoh ekonomi konvensional seperti Keynes atau Friedman. Namun, pengaruhnya terhadap sistem keuangan global justru melampaui batas institusi dan ideologi.
Melalui penciptaan Bitcoin pada tahun 2009, Satoshi mengguncang fondasi ekonomi modern dan membuka babak baru: ekonomi desentralisasi berbasis teknologi blockchain.
Hal itu disampaikan oleh Ir. Tri Novianta Putra M. Eng dosen Politeknik Batam dalam diskusi digelar oleh CTIS, Rabu (8/10/2025).
“Lahir di tengah krisis finansial global 2008, ide Bitcoin bukan sekadar inovasi teknologi, melainkan kritik terhadap sistem keuangan yang rapuh dan terpusat. Dalam Genesis Block Bitcoin, Satoshi menyematkan kalimat dari surat kabar The Times: “Chancellor on brink of second bailout for banks,” ujar Tri Novianta.
Narasumber diskusi CTIS, rabu (8/10/2025), Ir. Tri Novianta Putra M. Eng dosen Politeknik Batam, di layar zoom. (Dpk CTIS)
Pesan itu dibaca sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan bailout pemerintah terhadap lembaga keuangan besar. Simbol ketidakadilan struktural dalam kapitalisme modern. Bitcoin dirancang sebagai alternatif uang digital tanpa otoritas pusat, di mana kepercayaan digantikan oleh kriptografi dan transparansi algoritmik.
Bitcoin memperkenalkan mekanisme ekonomi baru: kelangkaan digital. Jumlah Bitcoin dibatasi hanya 21 juta unit, menciptakan karakteristik seperti emas digital. Mekanisme penambangan dan pembagian hadiah (block reward) meniru prinsip ekonomi klasik tentang pasokan terbatas dan insentif produksi.
Lebih jauh, sistem ini mengubah cara nilai diciptakan dan dipertukarkan. Dengan blockchain, transaksi dapat dilakukan langsung antarindividu tanpa perantara, menekan biaya, mempercepat arus nilai, dan menghapus monopoli lembaga keuangan. Inilah awal dari ekonomi peer-to-peer.
Blockchain kini menjadi tulang punggung ekonomi digital modern. Teknologi ini pertama kali digunakan dalam sistem Bitcoin, namun kini berkembang luas sebagai dasar bagi berbagai inovasi keuangan dan bisnis.
Bitcoin
Keunggulan utama blockchain adalah kemampuannya menciptakan kepercayaan tanpa perantara. Melalui jaringan komputer yang saling terhubung, setiap transaksi dapat diverifikasi secara otomatis tanpa melibatkan bank atau lembaga keuangan. Data transaksi bersifat publik, aman, dan hampir mustahil diubah, sehingga menciptakan transparansi dan akuntabilitas tinggi.
Selain efisien dan hemat biaya, blockchain juga membuka ruang besar bagi inovasi, mulai dari sistem pembayaran digital, kontrak pintar, hingga aset kripto dan keuangan terdesentralisasi (DeFi).
Dengan sifatnya yang terbuka dan inklusif, blockchain tidak hanya menawarkan kemudahan teknologi, tetapi juga menghadirkan model ekonomi baru yang lebih adil, transparan, dan berorientasi pada partisipasi global dalam satu sistem tanpa otoritas pusat.
Patung setengah badan Satoshi Nakamoto, pencipta Bitcoin, didirikan di Graphisoft Park, Budapest. Patung terbuat dari perunggu dan paduan aluminium karya Tamás Gilly dan Réka Gergely ini diresmikan pada 16 September 2021 atas prakarsa Hungarian Crypto Academy
Dampak terhadap Ekonomi Global
Dalam satu dekade, Bitcoin telah mengubah wajah ekonomi dunia. Bank sentral di berbagai negara mulai mengembangkan CBDC (Central Bank Digital Currency).
Investor institusi menempatkan Bitcoin sebagai aset lindung nilai alternatif terhadap inflasi Negara seperti El Salvador bahkan menjadikannya alat pembayaran sah.
Di Indonesia, menurut undang-undang dan regulasi yang berlaku, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah. Bitcoin dan kripto lainnya tidak diakui sebagai alat pembayaran sah.
Meski bukan alat pembayaran, Bitcoin dianggap sebagai aset digital atau komoditas yang boleh diperdagangkan secara resmi di bursa aset kripto yang berizin. ***
Internet kini menjadi kebutuhan utama masyarakat modern karena mampu mendekatkan orang dari berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan detik. Namun, jejak awal lahirnya internet modern bermula dari ARPANET (Advanced Research Projects Agency Network) yang dikembangkan Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada 1969.
ARPANET dirancang untuk menghubungkan komputer melalui teknologi packet-switching dan protokol TCP/IP yang kemudian menjadi pondasi internet saat ini. Sebelum adanya ARPANET, komputer hanyalah mesin mandiri yang tidak bisa saling terhubung. Kehadiran jaringan ini memungkinkan universitas, lembaga riset, dan instansi pemerintah berbagi informasi serta sumber daya.
Ketua II CTIS, Dr. Ir. Ashwin Sasongko (nomor 2 duduk dari kanan), dalam diskusi yang digelar Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu (1/10/2025). (Dok CTIS)
“ARPANET menjadi laboratorium pengujian utama teknologi dasar internet modern. Jaringan ini didanai oleh ARPA, yang kini dikenal sebagai DARPA,” jelas Ketua II CTIS, Dr. Ir. Ashwin Sasongko, dalam diskusi yang digelar Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu (1/10/2025).
Setelah dua dekade, ARPANET resmi dihentikan pada 1990 dan digantikan pengembangan jaringan internet modern.
Habibie dan Lahirnya IPTEKnet di Indonesia
Kisah internet di Indonesia tidak lepas dari peran B.J. Habibie saat memimpin BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Pada 1986, sepulang dari konferensi di Amerika Serikat, Habibie terinspirasi membangun jaringan yang mampu menghubungkan seluruh Indonesia demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gagasan itu diwujudkan melalui program IPTEKnet yang dikembangkan BPPT dengan dukungan Bank Dunia. Awalnya, konsep ini diuji coba melalui Mikro-IPTEKnet yang melibatkan enam simpul penyedia informasi: BPPT, Pustaka Bogor (Litbang Pertanian), Pusdata (Perindustrian), BPS, PDII-LIPI, dan Litbang Kesehatan.
“Koneksi antar simpul diwujudkan dengan sistem dial-up, dan BPPT ditunjuk sebagai pengelola Network Operation Centre (NOC) IPTEKnet,” terang Ashwin.
Pada 1994, IPTEKnet resmi menjadi Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia yang terkoneksi ke jaringan global dengan teknologi TCP/IP. “Ini bukti Indonesia mampu membangun jaringan internet sendiri tanpa harus bergantung pada luar negeri,” tegas Ashwin.
Internet kini menjadi kebutuhan utama masyarakat modern karena mampu mendekatkan orang dari berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan detik. (Dok Freepik)
Tantangan SPBE Nasional
Meski internet di Indonesia berkembang pesat, penerapan kebijakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) masih menghadapi hambatan. Perpres No. 95 Tahun 2018 seharusnya menjadi dasar penguatan infrastruktur digital nasional, namun hingga kini belum sepenuhnya berjalan.
Ashwin menyoroti pasal 27 Perpres SPBE yang mengatur infrastruktur nasional, seperti pusat data, jaringan intra pemerintah, dan sistem penghubung layanan, yang belum terealisasi. “Sebetulnya kita bisa melanjutkan pengembangan IPTEKnet agar menjadi tulang punggung SPBE nasional. Jika diperkuat, jaringan ini dapat benar-benar menghubungkan seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya. ***
Indonesia memiliki beragam potensi bahan baku tekstil, mulai dari serat rami, nanas, kapok, hingga kapas lokal. Namun kenyataannya, sekitar 90 persen bahan baku tekstil masih impor, dengan porsi impor kapas mencapai 99,2 persen atau sekitar 700 ribu ton per tahun.
Kondisi ini mendorong Wibowo Akhmad, pendiri CV Ramindo Berkah Persada Sejahtera (Rabersa) di Wonosobo, mengembangkan serat alami dari tanaman rami sejak 1999.
“Kebutuhan serat rami dunia diperkirakan mencapai 1 juta ton per tahun. Indonesia berpotensi menyumbang hingga 20 persen. Dari sekian bahan serat alam, rami adalah yang paling sustainable dan renewable,” ujar Wibowo dalam diskusi CTIS di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Secara global, pasar serat rami bernilai US$354,8 juta pada 2022 dan diprediksi meningkat menjadi US$451,8 juta pada 2030. Tren industri mode kini semakin melirik rami karena sifatnya kuat, menyerap kelembapan, antibakteri alami, serta ramah lingkungan.
Wibowo Akhmad (duduk paling tengah), pendiri CV Ramindo Berkah Persada Sejahtera (Rabersa) di Wonosobo menjadi pembicara utama dalam diskusi dilaksanakan oleh CTIS, Rabu (24/9/2025). (Dok CTIS)
Produksi dari Hulu ke Hilir
Wibowo mengelola rami dari penanaman hingga menjadi serat mentah atau setengah jadi yang dikenal sebagai inagrass rami. Serat ini kemudian dipintal menjadi benang untuk produk tekstil seperti kain batik, pakaian musim dingin, dan dekorasi rumah.
“Kualitas rami dari Wonosobo cukup bagus dan kompetitif dibandingkan Vietnam maupun Thailand,” jelasnya.
Selain itu, limbah rami juga bermanfaat. Daun dan batang kayunya dapat dijadikan pakan ternak, pupuk, maupun bahan sampingan lainnya. Dari lahan seluas 13 hektare, daun rami mampu menghasilkan sekitar 195 ribu kg per tahun yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan domba.
Selain rami, Wibowo juga memproduksi benang dari serat daun nanas, yang sudah dijadikan bahan baku tekstil.
Tekstil terbuat dari benang rami dengan pewarna alami indigo. (Dok Wibowo Akhmad)
Tantangan Skala Produksi
Meski potensinya besar, industri rami di Indonesia masih terkendala. Lahan yang dikelola Rabersa baru sekitar 25 hektare, padahal dibutuhkan minimal 200 hektare dengan pola panen 60 hari untuk memenuhi permintaan ekspor secara signifikan.
Teknologi dan mesin yang digunakan sebagian besar masih konvensional sehingga produktivitas rendah. Di sisi lain, keterbatasan modal juga membuat kapasitas produksi belum mampu menjawab tingginya permintaan.
Permintaan luar negeri pun sebenarnya besar: China 40 ton per bulan, Korea Selatan 1 ton per bulan, dan Jepang hingga 400 ton per bulan. Namun saat ini Rabersa baru bisa memasok produk setengah jadi ke PT Retota (Magelang) dan PT Gisapda (Pekalongan) untuk diolah menjadi dekorasi rumah. Sekitar 95 persen produk dekorasi tersebut diekspor ke Amerika Serikat.
Kapas serat rami dijemur. (Dok Wibowo Akhmad)
Dukungan Pemerintah
Untuk memperkuat industri rami, Kementerian Koperasi berencana membangun Rumah Produksi Bersama (RPB) serat rami di Wonosobo. Fasilitas ini akan dikelola berbasis koperasi multipihak dengan tujuan meningkatkan ketersediaan bahan baku, menarik investor, dan mendukung produksi produk kustom berkualitas, khususnya untuk pasar ekspor.
“Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah sektor strategis yang bisa menyumbang devisa Rp218,2 triliun dan menyerap 3,7 juta tenaga kerja. Saatnya kita manfaatkan serat alami dalam negeri agar Indonesia mampu swasembada sandang,” tegas Wibowo. ***
Negara memiliki kewajiban untuk memakmurkan rakyat, salah satunya dengan membangun perekonomian berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Namun, langkah ini dinilai belum menjadi prioritas utama.
Ketua Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS), Wendy Aritenang, dalam diskusi yang digelar Rabu (17/9/2025), menegaskan bahwa pembangunan ekonomi saat ini belum mampu menghadirkan kemakmuran bagi masyarak salah satu penyebabnya karena minimnya pemanfaataniptek.
Ketua Centre for Technology and Innovation Studies (CTIS), Wendy Aritenang (duduk no 3 dari kiri), dalam diskusi yang digelar Rabu (17/9/2025). (Dok CTIS)
“Peran negara dalam membangun perekonomian berbasis(iptek) harus ditingkatkan, karena sektor swasta /perusahaan di Indonesia saat ini umumnya masih berorientasi jangka pendek dan disibuki berbagai kewajiban, aturan dan prosedural yang kerap berubah . Belum banyak yang berperan dalam membangun industriberbasis iptek,” ujarnya.
Wendy mencontohkan, dalam mengembangkan industri transportasi publik seperti kereta api, di sini negara harus hadir karena customernya hanya “tunggal” yaitu negara.Iptek dan industri yang menyangkut kepentingan negara seperti Hankam, Industri Pangan Pokok, Kedirgantaraan dan Antariksa , Riset Kelautan; dan sektor-sektor strategis lainnya harus diperankan oleh negara karena menyangkut NKRI, persaingan negara, dan kemandirian negara. Jadi tidak boleh dibiarkan sepenuhnya kepada swasta karena orientasinya berbeda, meskipun tentunya dimungkinkan kerjasama dan partisipasi swastadi tahap hilirnya.
Negara harus hadir dalam pengembangan transportasi publik seperti kereta api karena customer tunggal yaitu negara. (Dok PT KAI)
Ia juga menyoroti dukungan pemerintah terhadap lembaga Iptek yang cenderung menurun, seperti terlihat dari berkurangnya support dan perhatian terhadap sejumlah lembaga yang lahir sejak era Presiden Soekarno hingga BJ Habibie dan SBY, seperti LAPAN, LIPI, BATAN, BPPT, Bapeten; dan litbang-litbang sektor yang seyogyanya diharapkan menjadi penopang Iptek nasional. “Lembaga iptek yang ada masih sangat sedikit. Indonesia sebagai negara besar seharusnya memiliki lebih banyak institusi /pusat iptek, bukan dikurangi” tambahnya.
Sejarah menunjukkan, Soekarno merancang penguasaan teknologi kedirgantaraan agar Indonesia mampu memproduksi pesawat penghubung antarpulau. Cita-cita itu kemudian diwujudkan BJ Habibie dengan pengembangan pesawat komuter, industri pertahanan, serta berdirinya PT PAL, PT PINDAD, dan PT Dirgantara Indonesia. Habibie juga memperluas iptek di sektor pangan, kelautan, dan energi.
Namun, menurut Wendy, political will dalam pengembangan iptek kini cenderung semakin meredup. Lembaga R&D yang ada bahkan sudah “dilebur” ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berubah orientasinya. “Negara harus hadir di sektor pangan dan komoditas pokok, kesehatan, pertahanan, kelautan, dan sektor strategis lainnya. BRIN jangan hanya mengurusi riset, tetapi juga harus banyak aspek pengembangan (development),” tegasnya.
Pesawat CN 235 produksi PT Dirgantara Indonesia. (Dok PTDI)
Ia juga menilai di beberapa aspek adanya “back-log” peraturan dan kebijakan menyebabkan terjadinya “pembiaran”yangmenyebabkan akumulasi permasalahan publik yang semakin sulitdiselesaikan. Salah satunya kasus truk ODOL (Over Dimension Over Loading) yang terus berlarut. “Padahal bila sejak awal peraturan diikuti dengan benar bisa diatasi dengan optimalisasi jembatan timbang dan integrasi teknologi ETLE serta WIM (Weight-in-Motion), atau teknologi lainnya,” katanya.
Peserta diskusimenekankan dalam peningkatan peran Iptek bagi pembangunan pentingnya konsep sinergi antara pemerintah, dunia usaha, Universitas; dan pemberdayaan masyarakat. Kolaborasi inidinilai krusial untuk mendorong inovasi dan membangun ekonomi berbasis iptek yang dapat lebihmemakmurkan rakyat. ***
Selama ini Indonesia lebih sering menjadi konsumen dalam industri kedirgantaraan. Padahal, dengan luas wilayah kepulauan dan kebutuhan transportasi udara yang tinggi, kita punya alasan kuat untuk menjadi produsen sekaligus pusat inovasi.
Bayangkan bila suatu hari pesawat hemat energi buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bisa menghubungkan kota-kota kecil, atau satelit karya anak bangsa mampu memantau cuaca, pertanian, dan bencana. Itu bukan mimpi, asalkan strategi pembangunan teknologi dirancang sejak sekarang.
Riset dan SDM Jadi Fondasi
Langkah awal adalah memperkuat riset. PTDI dan BRIN harus mendapat dukungan penuh untuk mengembangkan teknologi pesawat, drone logistik, hingga satelit. Kerja sama dengan universitas dan mitra internasional bisa mempercepat penguasaan teknologi.
Pesawat CN 235 produksi PT Dirgantara Indonesia. (Dok PTDI)
Namun, secanggih apa pun teknologinya tidak akan berarti tanpa manusia yang menguasai. Karena itu, Indonesia harus melahirkan lebih banyak SDM unggul di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Penguasaan matematika, fisika, dan komputer sejak dini menjadi syarat mutlak agar anak muda siap menjadi insinyur, teknisi, maupun peneliti penerbangan.
Tantangan Nyata
Prospek industri kedirgantaraan memang besar, tetapi masalahnya juga banyak:
• Anggaran riset terbatas sehingga inovasi sering berhenti di tahap prototipe.
• Ketergantungan impor komponen penting masih tinggi, mulai dari avionik hingga material khusus.
• Kekurangan tenaga ahli di bidang aerodinamika, material komposit, hingga kecerdasan buatan (AI) untuk navigasi.
• Rantai pasok industri lokal masih lemah, UKM belum sepenuhnya terlibat.
• Birokrasi dan regulasi lambat, kerap menghambat pengembangan produk baru.
Jika masalah-masalah ini tidak diatasi, sulit bagi Indonesia mengejar ketertinggalan dari negara lain yang lebih dulu menguasai teknologi penerbangan dan antariksa.
Alih Teknologi: Dari “Transfer” ke “Development”
Selama ini kita akrab dengan istilah technology transfer. Namun, istilah ini menyesatkan karena memberi kesan prosesnya sederhana—teknologi tinggal dipindahkan begitu saja dari negara maju ke negara berkembang. Padahal, alih teknologi jauh lebih rumit.
Lebih tepat jika dipahami sebagai technology development, cooperation, and transaction through its stages.
• Development (Pengembangan): teknologi harus dikuasai, dimodifikasi, hingga bisa dikembangkan mandiri.
• Cooperation (Kerja Sama): alih teknologi menuntut kolaborasi, misalnya riset bersama atau produksi bersama.
• Transaction (Transaksi): teknologi selalu terkait lisensi, kontrak, dan negosiasi komersial.
Dengan kerangka ini, alih teknologi tidak lagi dipahami sebagai ketergantungan, tetapi sebagai proses membangun kapasitas nasional.
Helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia. (Dok PTDI)
Ekosistem Industri dan Investasi
B.J. Habibie bukan hanya dikenal sebagai Presiden RI ke-3, tetapi juga tokoh teknologi kelas dunia. Salah satu gagasannya yang menarik adalah Holistic Technology Proficiency Development and Acquisition (berdasarkan pemahaman penulis), atau secara sederhana:menguasai teknologi secara utuh mulai dari hilir dan secara bertahap menguasai pengetahuan dan proses hulunya, atau dari assembling, manufaktur, modifikasi, desain bersama, desain mandiri, dan meneliti untuk keunggulan kompetitif. Filosofi ini dikenal dengan ungkapan: “Start from the End, End with the Beginning”.
Apa maksudnya? Habibie menekankan bahwa untuk bisa mandiri dalam teknologi, bangsa kita harus berani menguasai produk teknologi terkini, canggih, atau strategis untuk kebutuhan dalam negeri yang belum kita kuasai secara pragamatis melalui proses yang berbasis filosofi di atas . Misalnya pesawat terbang, kapal selam, atau kereta super-cepat. Dari sana, kita bisa belajar bukan hanya tentang produk akhirnya, tetapi juga seluruh proses produksinya—mulai dari bahan baku, kualitas, standar keamanan, hingga industri pendukungnya.
Pertama, penguasaan teknologi dimulai dari penguasaan teknologi manufaktur produk canggih yang strategis bagi negara, seperti pesawat transportasi, kapal selam, atau kereta super-cepat. Tahap ini mencakup pemahaman proses produksi secara menyeluruh: mulai dari persyaratan teknis, pengendalian mutu, jaminan kualitas, hingga pengembangan industri hulu yang menopang ekosistem produksi.
Kedua, setelah menguasai dasar-dasar manufaktur, langkah berikutnya adalah mengembangkan kemampuan kreatif untuk menciptakan produk baru. Proses ini dilakukan melalui kerja sama yang komprehensif, baik dalam riset, produksi, sertifikasi mutu, maupun perluasan pasar global.
Ketiga, kemampuan kreatif yang sudah terbentuk harus diarahkan menuju kemandirian. Artinya, bangsa ini mampu mengembangkan produk baru secara mandiri, termasuk proses produksi, jaminan mutu, dan pemasaran global, sehingga dapat mendorong daya saing industri nasional.
Helikopter militer. (Dok PTDI)
Keempat, pengembangan kreativitas perlu terus ditopang oleh riset yang komprehensif, dengan menetapkan prioritas riset terapan tanpa melupakan riset dasar. Pada tahap ini, penguatan kapasitas sumber daya manusia berbasis STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika) menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan inovasi.
Keempat tahap tersebut dapat dijalankan secara paralel maupun bertahap, bergantung pada kesiapan sumber daya manusia di setiap bidang. Masalah yang muncul dalam proses penguasaan teknologi dapat dipecahkan melalui riset dan pemanfaatan lembaga penelitian dalam negeri, sehingga terbentuk ekosistem industri nasional yang matang dan berdaya saing.
Akhirnya, semua itu perlu dilengkapi dengan pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri dan lapangan kerja, seperti yang pernah dicanangkan konteknyaoleh Prof.Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998 dengan istilah “link and match”, yang merupakan bagian/subsistem system Pendidikan holistic berkelanjutan mulai dari usia dini sampai S1 (untuk zaman sekarang ini) yang harus dilakukan Pemerintah atas mandat dari rakyat. Demikian juga, pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati maupun non-hayati, yang harus dilakukan secara progresif dan berkelanjutan untuk membentuk ekosistem hulu-hilir yang kondusif.
Dengan pendekatan holistik inilah, warisan pemikiran B.J. Habibie memberi inspirasi tentang bagaimana bangsa ini dapat membangun kemandirian teknologi sekaligus memperkuat daya saing industri nasional di era global.
Jika ini dilakukan, Indonesia tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pencipta dan pemain utama di panggung global.***
Opini ini ditulis oleh :
Prof Harijono Djojodiharjo Sc.D.,IPU, ACPE
Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) periode 1999-2000, anggota CTIS
Indonesia adalah negara kepulauan dengan kondisi geografis yang sangat beragam. Banyak wilayah, khususnya daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), masih menghadapi keterbatasan akses transportasi. Jalan yang sulit ditembus, ketiadaan bahan bakar minyak (BBM), hingga minimnya infrastruktur membuat warga kesulitan melakukan distribusi barang.
Petani di wilayah 3T seringkali terhambat menjual hasil panen ke luar desa. Sebaliknya, pasokan bahan bangunan maupun kebutuhan logistik dari luar pun sulit masuk. Kondisi ini mengakibatkan disparitas pembangunan antara daerah perkotaan dan pedesaan semakin lebar.
Inovasi Transportasi dari ITB
Menjawab persoalan tersebut, Dr. Bismo Jelantik Joyodiharjo, M.Ds., dosen Program Studi Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB), memperkenalkan inovasi kendaraan serbaguna bernama Modultrax (Modular Utility Transport-All Terrain).
Modultrax adalah platform mobilitas modular yang dirancang khusus untuk medan berat. Bismo memaparkan hal ini dalam diskusi yang digelar Center for Technological and Innovation Studies (CTIS), Rabu (10/9/2025).
Dr. Bismo Jelantik Joyodiharjo, M.Ds., (duduk no 3 dari kiri) dosen Program Studi Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB), memperkenalkan inovasi kendaraan serbaguna bernama Modultrax (Modular Utility Transport-All Terrain). (Dok CTIS)
“Modultrax dikembangkan dengan metode desain MPS (Mimicry, Process, System). Prinsipnya adalah kendaraan bisa meniru fungsi yang dibutuhkan masyarakat, mengikuti proses yang sederhana, dan membentuk sistem yang terintegrasi dengan ekosistem energi dan logistik di desa,” jelas Bismo.
Dari Distribusi Vaksin hingga Solusi Energi
Awalnya, Modultrax dirancang untuk menjawab tantangan distribusi vaksin Covid-19 ke daerah terpencil. Namun, konsepnya berkembang menjadi lebih luas.
Kendaraan ini dilengkapi dengan sistem kargo modular yang bisa dipasangi rak pengangkut, alat pertanian, atau peralatan medis. Bahkan, Modultrax mampu menjadi sumber energi portabel.
“Di daerah yang tidak ada pasokan BBM, kita kembangkan Modultrax sekaligus dengan ekosistem pembangkit listrik modular. Jadi kendaraan ini tidak hanya mengangkut barang, tapi juga bisa menjadi powerbank mobile untuk sekolah, pusat kesehatan, atau kebutuhan masyarakat sehari-hari,” ujar Bismo.
Prototipe Modultrax telah diuji coba di Desa Matotonan, Pulau Siberut, Kabupaten Mentawai, Sumatra Barat. (Dok Instagram Modultrax)
Kendaraan Listrik Serbaguna
Karena tidak ada pasokan BBM di daerah 3T, Modultrax dirancang menggunakan tenaga listrik berbasis baterai. Dalam uji coba, kendaraan ini mampu menempuh jarak sekitar 50 km sekali pengisian daya.
Secara bentuk, prototipe Modultrax menyerupai motor trail. Bedanya, rangkanya dirancang modular sehingga mudah dipasang-lepas sesuai kebutuhan. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kendaraan ini sudah mencapai lebih dari 75 persen, menegaskan bahwa desainnya benar-benar karya anak bangsa.
Uji Coba di Mentawai
Prototipe Modultrax telah diuji coba di Desa Matotonan, Pulau Siberut, Kabupaten Mentawai, Sumatra Barat. Di desa yang cukup terpencil ini, kehadiran Modultrax langsung menunjukkan dampak signifikan.
Selain mempermudah transportasi hasil pertanian dan distribusi logistik, kendaraan ini digunakan untuk penyimpanan dan distribusi energi listrik. Modultrax bahkan dijadikan powerbank besar di sekolah dan pusat kegiatan warga, serta mendukung mitigasi bencana dengan memberi pasokan daya untuk sistem peringatan dini.
“Uji coba ini sangat penting. Dari sana kita bisa melihat kelebihan dan kekurangan yang nantinya jadi masukan untuk penyempurnaan desain,” kata Bismo.
Awalnya Modultrax dirancang untuk menjawab tantangan distribusi vaksin Covid-19 ke daerah terpencil. Namun, konsepnya berkembang menjadi lebih luas. (Dok Instagram Modultrax)
Dari Laboratorium ke Industri
Pengembangan Modultrax sudah berlangsung sejak 2021 melalui riset di FSRD ITB yang bekerja sama dengan PT Ganding Toolsindo. Mulanya, desain dibuat dengan teknologi 3D Computer Aided Design (CAD), sebelum diwujudkan menjadi prototipe fisik.
Kerja keras ini membuahkan pengakuan internasional. Pada tahun 2023, Modultrax meraih Good Design Award, salah satu penghargaan desain bergengsi dunia. Inovasi ini juga telah dipamerkan di berbagai ajang pameran teknologi dan desain.
Bismo berharap Modultrax bisa segera masuk dalam e-katalog pemerintah agar dapat diproduksi massal. Dengan begitu, kendaraan ini tidak hanya membantu mobilitas di daerah 3T, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru.
“Jika sudah masuk ke industri, Modultrax bisa membuka banyak lapangan kerja. Inovasi ini membuktikan bahwa keilmuan desain produk, jika dikolaborasikan dengan industri, bisa menghasilkan karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya. ***
Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, disiapkan bersinergi dengan Pelabuhan Batam untuk mewujudkan hub logistik dan transshipment port bertaraf internasional.
Skema kerja sama ini diharapkan mampu menekan biaya distribusi dan memperkuat daya saing Indonesia di jalur strategis Selat Malaka.
Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, ditetapkan sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional dengan nilai investasi mencapai Rp43 triliun hingga 2028. Pelabuhan ini ditargetkan menjadi hub logistik dan transhipment port bertaraf internasional.
Pembangunan dimulai sejak Januari 2015 dan mulai beroperasi bertahap pada 2018. Namun, sejumlah persoalan masih perlu diselesaikan agar tujuan sebagai pelabuhan internasional tercapai.
Dalam diskusi yang digelar CTIS pada Rabu (3/9/2025), topik prospek Kuala Tanjung sebagai hub internasional dibahas bersama narasumber Harmon Yunaz (mantan Direktur PT Inalum 2009–2016), Kepala Bappeda Batu Bara Arif Hanafiah, dan praktisi swasta Refnil Dodi.
Diskusi yang digelar CTIS pada Rabu (3/9/2025), topik prospek Kuala Tanjung sebagai hub internasional dibahas bersama narasumber Harmon Yunaz (mantan Direktur PT Inalum 2009–2016, duduk no 2 dari kanan), Kepala Bappeda Batu Bara Arif Hanafiah (duduk paling kiri), dan praktisi swasta Refnil Dodi (duduk paling kanan). (Dok CTIS).
Harmon Yunaz menegaskan pentingnya kerja sama lintas pihak. “Pemerintah sudah banyak berinvestasi. Jalan tol, rel kereta, pipa gas, dan kawasan industri Sei Mangkei sudah siap. Tinggal Pelabuhan Kuala Tanjung yang perlu dibenahi,” ujarnya. Ia juga menyoroti peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha agar berkoordinasi dalam satu arah.
Salah satu strategi yang dibahas adalah sinergi dengan Pelabuhan Batam. Skema yang dijajaki meliputi pembagian peran sebagai hub dan pelabuhan pengumpan, atau sistem “calling 1” dan “calling 2” untuk kapal besar. “Biaya transshipment di Batam 30–40 persen lebih murah dibanding Singapura. Diharapkan Kuala Tanjung bisa bersaing dengan angka itu,” tambah Harmon.
Kehadiran Pelabuhan Kuala Tanjung untuk mendukung Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei. (Dok Kementerian Keuangan)
Dari sisi tata ruang, seperti disampaikan oleh Kepala Bappeda Kabupaten Batu Bara, Arif Hanaifah, Pemkab Batu Bara telah menetapkan Perda Nomor 11 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2020–2040, yang memasukkan 6.275 hektare kawasan industri dari total 88 ribu hektare wilayah kabupaten.
Pemkab juga menyiapkan lahan reklamasi 12 ribu hektare, mendukung penyediaan air bersih dan pengelolaan limbah, hingga mendorong pendidikan vokasi serta kerja sama internasional untuk mendukung SDM kawasan industri Sei Mangkei.
Gebrakan lainnya yang dilakukan Pemkab Batu Bara adalah lahirnya Perda kawasan perkebunan yang semula berstatus HGU, ketika masa kontrak sudah habis dan akan diperpanjang, statusnya menjadi HGB.
“Daerah-daerah tertentu dari HGU menjadi HGB ada sekitar seribu hektar, dan berpotensi menjadi kawasan permukiman, dan perdagangan karena jaraknya16 km dari pelabuhan,” kata Arif.
Pemkab Batu Bara juga mempermudah persyaratan berinvestasi.
Dukungan lainnya, Pelindo selaku pengelola menyerahkan operasional Terminal Peti Kemas (TPK) Belawan kepada PT Prima Multi Terminal (PMT Kuala Tanjung) sebagai bagian dari strategi peningkatan kinerja.
Pelabuhan Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara. (Dok Pelindo)
Refnil Dodi dari pihak swasta menilai Kuala Tanjung memiliki keunggulan geografis karena berada di jalur utama Selat Malaka. Selain itu, pelabuhan ini memiliki kolam dengan kedalaman minus 17 meter LWS, sehingga mampu melayani kapal panjang 250 meter dengan kapasitas 10.000–30.000 ton atau setara 4.000 TEUs peti kemas.
Dengan dukungan infrastruktur modern dan integrasi dengan KEK Sei Mangkei, Kuala Tanjung diyakini berpotensi besar menjadi hub logistik internasional yang dapat menekan biaya distribusi dan memperkuat daya saing nasional. ***
Pemerintah Indonesia meluncurkan program Laptop Merah Putih, sebuah perangkat hasil produksi konsorsium perguruan tinggi dan industri nasional, guna memenuhi kebutuhan digital pendidikan di era pandemi dan seterusnya.
Program ini berawal pada tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 memaksa siswa belajar dari rumah. Saat itu, data Kemenko PMK menunjukkan 40,8% siswa tidak memiliki akses komputer, laptop, atau tablet, sementara 20,4% lainnya tidak selalu bisa mengakses perangkat. Dari total 68 juta lebih siswa di Indonesia, sekitar 27,7 juta tidak memiliki perangkat, dan 13,8 juta hanya bisa mengakses terbatas.
“Permintaan solusi datang dari Kemendikbudristek agar anak-anak tetap bisa sekolah daring,” ungkap Ir. Adi Indrayanto, M.Sc., Ph.D, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB serta peneliti di Pusat Mikroelektronika ITB, dalam diskusi yang digelar CTIS pada Rabu (27/8/2025).
Ir. Adi Indrayanto, M.Sc., Ph.D, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB serta peneliti di Pusat Mikroelektronika ITB (kanan) menyerahkan Laptop Merah Putih kepada Ketua CTIS Dr Wendy Aritenang, Rabu 27 Agustus 2025. (Dok CTIS)
Dari Chromebook ke Laptop Merah Putih
Awalnya, pengadaan laptop pendidikan tidak mewajibkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Namun, sejak 2021, pemerintah melalui KemenkoMarves yang menggawangi TKDN, P3DN, BBI, beserta Kementerian Perindustrian, Kemendikbudristek, dan LKPP mulai mendorong penggunaan laptop ber-TKDN.
Kebutuhan laptop pada tahun 2021 tercatat 431.730 unit dengan nilai Rp3,7 triliun, yang dibiayai melalui APBN dan DAK fisik pendidikan. Menyikapi hal ini, ITB, ITS, dan UGM bersama industri TIK nasional membentuk konsorsium, yang kemudian diperluas dengan UI dan Telkom University, untuk melahirkan perangkat digital tablet dan laptop untuk kebutuhan pendidikan.
Ciri Khas Laptop Merah Putih
Perangkat laptop yang dikembangkan dalam program Laptop Merah Putih ini tidak tergantung dari operating sistem (OS) tertentu.Berbagai OS seperti Microsoft Windows, Linux, Chrome OS dapat digunakan.Perangkat ini dirancang khusus untuk kegiatan belajar mengajar, dan diperuntukan untuk daerah 3T.Perangkat ini, dinamai DiktiEdu, dibagikan gratis kepada siswa dan guru tanpa aplikasi pencarian atau fitur komersial lain.
Saat ini, TKDN laptop Merah Putih baru mencapai 25%, namun targetnya naik menjadi 40–50% pada 2026.Beberapa komponen utama, sepertimotherboard, casing, baterai, dan pengisi daya (adaptor) ditargetkan untuk diproduksi menggunakan ekosistem industri di dalam negeri.
“Saat ini, Indonesia sudah mampu membuat motherboard. Pembuktiannya adalah dengan dibuatnya motherboard dengan prosesor Intel Celeron oleh ITB bermitra dengan Advan tahun 2023, dan motherboard dengan prosesor Intel Core i5 oleh ITB bermitra dengan Axioo, dan juga oleh UGM bermitra dengan Zyrex tahun 2024,” jelasnya.
Ir. Adi Indrayanto, M.Sc., Ph.D, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB serta peneliti di Pusat Mikroelektronika ITB narasumber dalam diskusi yang digelar CTIS bertema Program Pengembangan Laptop di Dalam Negeri, Rabu (27/8/2025). (Dok CTIS)
Harapan Industri TIK Nasional
Indonesia memiliki lima produsen laptop lokal — Zyrex, Axioo, Advan, SPC, dan Evercoss — meski sebagian besar komponennya masih diimpor dari China. Melalui program Laptop Merah Putih, pemerintah berharap industri TIK nasional dapat naik kelas, menciptakan lapangan kerja, dan bersaing di pasar global.
“Roadmapnya telah dibuat bersama dengan Kemenperin. Setelah produsen laptop lokal mampu melakukan perakitan SKD selama ini, maka selanjutnya harusnya bergerak ke hulu untuk pembuatan motherboard, casing, battery, dan adaptor di dalam negeri.Ekosistem industri pendukungnya sudah ada dan siap memproduksi ke empat komponen utama laptop di dalam negeri, walaupun tetap perlu tahap persiapan untuk proses sinergi antar rantai pasok industrinya,” pungkas Adi.***
Diskusi yang digelar Centre for Technology and Innovation Studies pada Rabu, 20 Agustus 2025, menghadirkan narasumber Dr. Anastasia Kuswardani, Kepala Pusat Standardisasi dan Sertifikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. (Dok CTIS)
Melelehnya salju di benua Antartika berpengaruh besar terhadap kondisi iklim global, termasuk Indonesia. Hal ini menjadi pembahasan dalam diskusi yang digelar Centre for Technology and Innovation Studies pada Rabu, 20 Agustus 2025, menghadirkan narasumber Dr. Anastasia Kuswardani, Kepala Pusat Standardisasi dan Sertifikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Adapun tema yang diangkatBenua Antartika dan Perubahan Iklim di Kepulauan Nusantara.
Anastasia merupakan salah satu ekspedisioner Australia’s Antarctic Programme, Australian Antarctic Division 2004–2005. Saat itu, Indonesia mengirim dua peneliti perempuan, salah satunya Anastasia yang berkolaborasi dengan akademisi dari Universitas Sam Ratulangi.
Diskusi yang digelar Centre for Technology and Innovation Studies pada Rabu, 20 Agustus 2025, menghadirkan narasumber Dr. Anastasia Kuswardani (no 3 duduk dari kanan), Kepala Pusat Standardisasi dan Sertifikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. (Dok CTIS)
Lulusan Geofisika dan Meteorologi ITB serta doktor bidang Physical Oceanography dari Ocean University of China ini berbagi pengalaman setahun penuh melakukan riset di Antartika. Ekspedisi yang berlangsung sejak Desember 2004 hingga Februari 2005 itu menggunakan kapal riset Aurora Australis milik Australia.
Rute perjalanan dari Fremantle ke Davis Station Hobart, 23 Desember 2004 hingga 17 Februari 2005
Cadangan Air Tawar Dunia
Menurut Anastasia, Antartika menyimpan 60–70% cadangan air tawar Bumi dalam bentuk es. Data British Antarctic Survey menyebutkan 70% air tawar global tersimpan di kawasan ini, sementara USGS mencatat 91% gletser dunia berada di Antartika. Perubahan yang terjadi di sana sangat relevan dengan kenaikan muka laut di seluruh dunia, termasuk Nusantara.
Hasil Penelitian Ekspedisi
Tim ekspedisi melakukan berbagai riset, mulai dari pengukuran arus laut dalam, suhu, salinitas, hingga massa gunung es. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan suhu permukaan laut yang memengaruhi densitas air. Data 2005 memperlihatkan air laut di Samudra Selatan lebih tawar dan ringan dibandingkan pengamatan pada 1995.
“Laju perubahan iklim memiliki pola yang sama, namun dengan magnitudo lebih besar dibandingkan periode akhir 1960-an hingga 1990-an,” jelas Anastasia.
Ia menambahkan, mencairnya es Antartika dapat memengaruhi sirkulasi termohalin global, memperlambat Antarctic Circumpolar Current (ACC), dan berdampak pada perubahan iklim hingga ke Samudra Hindia.
Dampak bagi Indonesia
Bagi Indonesia, perubahan di Antartika tercermin pada pola monsun Asia–Australia, curah hujan, hingga musim ikan. Cuaca ekstrem, gelombang tinggi, rob, serta paceklik ikan semakin sering dirasakan nelayan.
Fenomena migrasi ikan dan paus terdampar di perairan Indonesia juga dikaitkan dengan perubahan suhu laut. “Ikan-ikan akan mencari habitat yang lebih nyaman, sehingga terjadi migrasi besar-besaran,” kata Anastasia.
Pada 2005, pemerintah memasang plakat bertanda tangan Presiden Megawati Soekarnoputri di Davis Station sebagai bentuk apresiasi terhadap para peneliti Indonesia yang ikut serta dalam riset global tersebut. (Dok CTIS)
Seruan Menjaga Laut
Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, Anastasia menekankan pentingnya menjaga kesehatan laut, antara lain dengan mengurangi plastik sekali pakai, tidak membuang sampah ke laut, serta menghemat energi.
Ekspedisi Antartika sendiri memiliki arti penting bagi Indonesia. Pada 2005, pemerintah memasang plakat bertanda tangan Presiden Megawati Soekarnoputri di Davis Station sebagai bentuk apresiasi terhadap para peneliti Indonesia yang ikut serta dalam riset global tersebut. ***