Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Ekosistem Iptek dan Inovasi untuk Membawa Indonesia Menuju Negara Maju

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah  mengingatkan bahwa 13 tahun ke depan Indonesia harus bekerja keras,  memanfaatkan bonus demografi yang dimiliki untuk melompat dari Status Negara Berkembang menuju Negara Maju dan lolos dari “Middle Income Trap”.

Bonus Demografi berarti jumlah penduduk usia produktif yang besar, sehat, dan terdidik untuk menggerakkan pembangunan semesta di Indonesia.

“Namun, untuk itu kita harus segera meningkatkan berbagai peringkat pembangunan di Indonesia dibanding dengan negara lain,” demikian disampaikan Dr. Yanuar Nugroho, Koordinator Tim Ahli Sekretariat SDGs-Bappenas, pada Seminar Nasional Hari Kreativitas dan Inovasi Dunia (World Creativity and Innovation Day), sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Nasional di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Minggu, 20 Mei 2023

Dalam seminar yang digelar Asosiasi Daya Riset dan Inovasi Nasional (Asosiasi DRIN) bersama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Yanuar memperlihatkan berbagai peringkat Indonesia saat ini.

Diantaranya Gross Domestic Product (GDP) Indonesia Nomor 16 di dunia dari 193 Negara namun Human Capital Index (HCI) Indonesia masih berada di urutan 96 dari 193 Negara. Kemudian Human Development Index (HDI) di peringkat 114, Global Talent Competitiveness Index (GTCI) di urutan 82, Global Innovation Index (GII) di urutan 75 dan Global Competitiveness Index (GCI) di urutan 40 dari 193 Negara.

bonus demografi indonesia harus dimaksimalkan untuk komponen iptek dan inovasi

Pengalaman Negara-negara yang berhasil melompat dari negara berkembang menjadi negara maju seperti Singapura, Hongkong, Jepang dan Korea Selatan, mereka harus memacu pertumbuhan ekonominya pada rentang 6-8 persen/tahunnya, baru kemudian setelah menjadi negara maju maka laju pertumbuhan ekonominya turun berada di kisaran 3-4 persen/tahunnya.

Hal serupa juga harus dilaksanakan Indonesia pada rentang 13 tahun ke depan dengan penghela utamanya adalah ekosistem ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi yang mumpuni.

Pada kesempatan yang sama Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang, Kemenkumham, Yasmon  MLS memaparkan jumlah permohonan patent yang didaftarkan pada kurun 1991-2023 ada 197.231 buah dan yang telah diberikan patennya adalah 93.017 paten.

Memang ini sangat kecil dibandingkan jumlah paten yang harus dihimpun untuk suatu negara yang ingin melompat dari negara berkembang menuju negara maju.

Oleh sebab itu, Direktorat Paten segera bergerak untuk memberikan dukungan regulasi, bimbingan teknis kepada para pemohon paten, serta berkunjung ke kampus kampus untuk menggairahkan para peneliti dan inovator agarsegera mempatenkan hasil temuan mereka.

Ketua Asosiasi DRIN yang juga Wakil Ketua CTIS,  Dr. Bambang Setiadi menegaskan bahwa yang lebih penting lagi adalah kiranya hasil inovasi yang dipatenkan tadi harus diaplikasikan dan digunakan, karena paten juga memiliki jangka waktu terdaftar yang terbatas, yang apabila tidak digunakan maka paten akanmenjadi domain publik.

Direktur Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemendikbudristek, Professor Faiz Syuaib juga menyatakan bahwa pada 4 tahun terakhir publikasi hasil riset telah meningkat sangat tajam menjadi puluhan ribu karya tulis ilmiah.

Namun demikian, karya tulis ilmiah tadi sangat sedikit yang  mengarah kepada paten ataupun menjadi prototipe guna bisa dihilirisasi menjadi produk industri.  Oleh sebab itu, Faiz sepakat bahwa pada Agustus 2023 mendatang Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat, bekerjasama dengan Asosiasi DRIN dan CTIS akan menggelar Focus Group Discussion untuk mempertemukan para  periset, inovator dan inventor guna menginvetarisasi beragam produk riset yang dapat segera dipatenkan dan bisa didorong ke industri melalui proses hilirisasi.

Seminar juga menampilkan para inovator Bangsa Indonesia yang karya-karyanya telah mendunia, seperti Dr. Yogi Ahmad Erlangga yang inovasi rumusan matematikanya dipakai di industri migas,  Muhammad Nurhuda, penemu kompor ramah lingkungan yang sudah diekspor sampai  Norwegia, Professor Adi Utarini, pengembang teknologi Wolbachia untuk pemberantasan penyakit demam berdarah, Professor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, penemu Teknologi Radar 3-Dimensi.

Ada juga Professor Mulyowidodo Kartidjo sebagai ahli robotika dan mekatronika, Fajar Sidik Abdullah Kelana, salah satu dari 20 Insinyur Muda Terbaik Sedunia, Professor Irwandi Yaswir penerima King Faisal  International Prize dari Saudi Arabia, dan Dr.Sena Sopaheluwakan, ahli pemodelan iklim dan pemilik beberapa paten.

Pada kesempatan ini, Bambang Setiadi juga menyerahkan Penghargaan Asosiasi DRIN Award 2023 kepada mendiang  Dr. Boenjamin Setiawan sebagai inventor, inovator dan pendiri Kalbe Farma yang sekarang telah menjadi salah satu industri farmasi terbesar di Indonesia.

Hadir banyak tokoh iptek Indonesia  dalam Seminar ini, antara lain Ahli Remote Sensing & GIS,  Dr. Indroyono Soesilo yang juga Mantan Menko Kemaritiman RI, pakar Klimatologi Dr. Andi Eka Sakya yang juga mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ahli Teknologi Modifikasi Cuaca Dr.Asep Karsidi yang juga mantan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Prof.Soedarto, Guru Besar  dan Mantan Rektor Universitas Diponegoro, serta Dr. Ashwin Sasongko Ahli Telekomunikasi dan Mantan Dirjen di Kementerian Kominfo.

Sumber: https://agroindonesia.co.id/ekosistem-iptek-dan-inovasi-untuk-membawa-indonesia-menuju-negara-maju/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Ada Bonus Demografi, Iptek dan Inovasi Dukung Indonesia Menuju Negara Maju

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa kurun 13 tahun ke depan adalah kesempatan bagi Indonesia untuk melompat dari negara berkembang menjadi negara maju karena memiliki bonus demografi yang dicirikan besarnya jumlah penduduk usia produktif.

Menanggapi penegasan Presiden Jokowi, Wakil Ketua Center for Technology and Innovation Studies (CTIS), Dr. Bambang Setiadi menyatakan tentang perlunya komponen iptek dan inovasi yang masuk kedalam program pembangunan menuju Indonesia Negara Maju pada 13 tahun ke depan.

Seperti data yang dicontohkannya pada negara-negara yang berhasil melompat menjadi negara negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang melesat tajam, seperti Swedia, Tiongkok, dan Korea Selatan.

Di sana terdapat ciri dengan jumlah ilmuwan dan inovator yang besar per kapita, dukungan anggaran riset dan pengembangan yang besar pula, meningkatnya jumlah patent temuan, juga hilirisasi invensi menjadi produk-produk inovasi yang memiliki nilai ekonomi.

Para pakar senior iptek di CTIS sepakat kiranya kebijakan kebijakan Pemerintah seperti program insentif pemotongan pajak 300% untuk program program penelitian, pengembangan pengkajian dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Juga dukungan dana hilirisasi hasil riset yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta implementasi UU Cipta Kerja tentang kebijakan BUMN untuk mendukung program-program inovasi bisa diterapkan lewat program program mikro iptek yang berujung pada peningkatan nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi secara makro.

Untuk itu maka dalam rangka Peringatan Hari Kreativitas dan Inovasi Sedunia (World Creativity and Innovation Day/WCID) tahun 2023, yang mengambil tema:”Step Out and Innovate”.

Asosiasi Daya Riset dan Inovasi Nasional (Asosiasi DRIN) bekerjasama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), didukung Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) akan menggelar Seminar Nasional Hari Kreativitas dan Inovasi Sedunia 2023, bersamaan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2023, bertempat di Perpustakaan Nasional, Jakarta.

Menurut Bambang Setiadi, yang juga Ketua Asosiasi DRIN,  selain mengundang Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ketua AIPI serta Perwakilan PBB di Jakarta, Seminar WCID 2023 juga akan menampilan para inovator Bangsa Indonesia yang karya-karyanya telah mendunia.

Mereka adalah: Dr. Yogi Ahmad Erlangga yang inovasi rumusan matematikanya unggul dipakai di industri migas.

Lalu ada Muhammad Nurhuda, seorang penemu kompor ramah lingkungan.  Juga ada Professor Adi Utarini, pengembang teknologi Wolbachia untuk pemberantasan penyakit demam berdarah.

Ia penerima penghargaan Majalah NATURE 10 (2020) dan Majalah TIME 100 (2021). Professor JosaphatTetuko Sri Sumantyo yang berkarir di Jepang, sebagai penemu Teknologi Radar 3-Dimensi.

Lalu ada Professor Mulyowidodo Kartidjo sebagai ahli robotika dan mekatronika untuk industri otomatisasi kendaraan tanpa awak.  Ada pula Fajar Sidik Abdullah Kelana, salah satu dari 20 Insinyur Muda Terbaik Sedunia dan memperoleh Penghargaan James Dyson Award dari Swedia.

Sedang Professor Irwandi Yaswir adalah penerima King Faisal  International Prize dari Saudi Arabia, dan pada tahun 2022 lalu hadir bersama para penerima Hadiah Nobel dalam Hegra Conference of Nobel Laurates and Friends 2022.

“Kegiatan Peringatan WCID akan terus digelar setiap tahunnya, karena melalui kegiatan ini berbagai hasil invesi dan kreativitas karya anak bangsa bisa dikomersilkan untuk kemudian menjadi produk inovasi yang memiliki nilai ekonomi,” kata Bambang dalam pernyataan yang diterima, Kamis, 18 Mei 2023.

Sumber: https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/humaniora/pr-1786674651/ada-bonus-demografi-iptek-dan-inovasi-dukung-indonesia-menuju-negara-maju

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

TMC RIAU: Lahan Gambut di Siak, Dumai, Rokan Hulu, Pulau Rupat dan Pulau Bantan Semakin Basah

Bencana El Nino diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan hadir di Kepulauan Nusantara pada tahun 2023 ini dengan puncak El Nino diprakirakan berlangsung pada September – November 2023, dicirikan kemarau panjang, curah hujan rendah dan kemungkinan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Panjaitan menginstruksikan agar sektor kehutanan, pertanian, kelautan maupun kesehatan agar bersiap mengingat El Nino dapat memicu karhutla, gagal panen serta meningkatnya demam berdarah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) segera menggelar Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk meningkatkan curah hujan selagi awan masih tersedia, sekaligus membasahi lahan lahan gambut agar tidak mudah terbakar.

Melalui Surat Instruksi Kepala BNPB, No.B-213/KA BNPB/PD.01.04/2003, tanggal 12 April 2013 maka Tim BNPB bersamai Smart Cakrawala Aviation segera bergerak menuju Riau untuk menggelar Operasi TMC menggunakan Pesawat Cessna Caravan, didukung para ahli TMC Indonesia. Operasi TMC yang berlangsung pada 18 April 2023 hingga 8 Mei 2023 mencakup wilayah: Siak, Dumai, Rokan Hulu, Pulau Rupat dan Pulau Bantan, kesemuanya di wilayah Provinsi Riau.

Hasil Operasi TMC di wilayah Riau ini dipaparkan oleh Tim Pakar TMC Indonesia yang dipimpin Dr.Asep Karsidi dengan anggota Samsul Bahri, F. Heru Widodo dan Hilmi Rafiiq dihadapan para pakar senior teknologi dari Center for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu (10 /05/ 2023).

alur teknologi modifikasi cuaca

 

Pada awal paparan, Dr.Asep Karsidi menyampaikan bahwa ketersediaan radar cuaca milik BMKG yang semakin lengkap di tanah air memungkinkan pantauan pembentukan awan dan pergerakan awan dapat dilakukan dalam hitungan menit-per-menit.

Dengan demikian, begitu awan mulai nampak terbentuk dengan arah dan kecepatan awan yang sudah terdeteksi, maka pesawat TMC, yang memuat serbuk NaCl, segera terbang menuju sasaran awan dan mulai melaksanakan penyemaian serbuk NaCl pada gumpalan awan tadi.

Usai operasi dan pesawat mendarat kembali maka para ahli terus memantau pergerakan awan dari instrumen radar cuaca. Tak beberapa lama kemudian, tampak pada monitor radar cuaca gumpalan-gumpalan awan tadi mulai menghilang dan informasi dari lapangan, melalui telepon seluler, dilaporkan bahwa hujan mulai turun.

Ditengah suasana libur Lebaran, Tim TMC BNPB dan Smart Cakrawala Aviation terus bekerja hingga 8 Mei 2023 lalu.
Guna mendapatkan masukan dari para pakar CTIS.

Dr.Asep Karsidi memaparkan berbagai hasil Operasi TMC di Riau ini, seperti meningkatnya curah hujan di Provinsi Riau bagian selatan sesuai data Automatic Weather Station (AWS) yang dipasang diberbagai lokasi. Juga, tinggi muka air di lahan gambut menunjukan fluktuasi kenaikan, terutama di Kabupaten Siak dan Rokan Hulu serta Pulau Rupat, mencapai nilai -0.3 hingga -0.2 meter.

bahan untuk teknologi modifikasi cuaca berupa garam NaCL diangkut ke pesawat

Peraturan menetapkan bahwa tinggi muka air di lahan gambut yang aman adalah pada -0.4 m. Dengan demikian, lahan gambut dinilai basah dan aman dari karhutla. Operasi TMC berhasil pula menurunkan jumlah hotspot dari 66 hot spot pada 23 April menjadi 0 pada 25 April 2023. 36 hotspots muncul lagi pada 26 April 2023, namun dengan TMC maka pada 28 April 2023 hotspot berhasil diturunkan menjadi 0. Pada 2 Mei 2023 terdapat 36 hotspot, namun turun menjadi 0 hotspot pada 8 Mei 2023.

Direktur CTIS, Wendy Aritenang mengapresiasi kerja teknologi para ahli TMC Indonesia ini. Mengingat El Nino akan hadir dan selagi awan masih ada, maka operasi TMC perlu terus digencarkan agar lahan menjadi basah dan karhutla bisa dicegah. Oleh sebab itu, hambatan hambatan yang bersifat administratif perlu disingkirkan karena operasi TMC berkaitan dengan kondisi alam dan cuaca yang sewaktu waktu bisa berubah.

Para ahli TMC Indonesia terus berupaya agar operasi TMC menjadi semakin effisien dan effektif, termasuk merintis kerjasama dengan Unit TMC di negara Uni Emirat Arab (UEA) yang sudah berhasil melaksanakan operasi TMC menggunakan kombinasi Flare dan serbuk NaCl dengan volume lebih sedikit.

Dari Riau, Tim TMC Smart Cakrawala Aviation ditugaskan oleh BNPB ke Tabolaka, Nusa Tenggara Timur guna mendukung pelaksanaan KTT ASEAN agar kegiatan para pimpinan Negara-Negara ASEAN tidak terganggu oleh turunnya hujan, mengingat Operasi TMC bisa menurunkan hujan, atau sebaliknya bisa menghambat turunnya hujan.

sumber : https://posmetro.co/2023/05/11/tmc-riau-lahan-gambut-di-siak-dumai-rokan-hulu-pulau-rupat-dan-pulau-bantan-semakin-basah/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Peluang dan Tantangan Industri Penerbangan Indonesia

Dari 7 Juta Kilometer-Persegi luas wilayah Indonesia, 1/3 nya adalah daratan, 2/3 nya adalah lautan dan 3/3 nya adalah wilayah udara.

Wilayah udara ini harus dipertahankan kedaulatannya dan juga dimanfaatkan untuk mempersatukan NKRI melalui, antara lain, pengembangan industri penerbangan Nasional.

Demikian kesimpulan Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 15 Januari 2025, yang mengambil topik “Industri Penerbangan Indonesia”.

Menyampaikan paparan pada diskusi ini adalah Founder dan Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia, Marsekal (Purn) Chappy Hakim, dengan moderator Anggota CTIS yang juga mantan Kepala LAPAN, serta Professor Emiritus ITB, Prof. Harijono Djojodihardjo.

Dari 7 Juta Kilometer-Persegi luas wilayah Indonesia, 1/3 nya adalah daratan, 2/3 nya adalah lautan dan 3/3 nya adalah wilayah udara. 

 

Chappy Hakim, yang mantan Kepala Staf TNI-AU itu, menjelaskan tiga peristiwa besar dunia pada satu abad terakhir dipicu oleh sebuah kekuatan udara, seperti serbuan pesawat-pesawat udara dari Armada Laut Kekaisaran Jepang ke Pangkalan AL AS di Pearl Harbour, Hawaii, pada 7 Desember 1941, yang menggiring Amerika Serikat terlibat pada Perang Dunia II.  Kemudian, dijatuhkannya Bom Atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh pesawat pembom B-29 AS pada Agustus 1945, membuat Jepang bertekuk-lutut dan mengakhiri Perang Dunia II, namun berlanjut pada Perang Dingin.

Dan yang terakhir adalah aksi penabrakan pesawat sipil ke Gedung World Trade Center,di New York pada 11September 2001 yang berakibat hadirnya “War On Terorism” di seluruh Dunia.

Chappy juga menegaskan bahwa kekuatan udara AURI pada Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat, di awal dekade 1960-an, termasuk kehadiran pesawat pesawat pembom strategis TU-16 AURI yang ditugaskan untuk menyasar dan menenggelamkan kapal induk AL Belanda, Karel Doorman, berhasil menggiring Belanda ke meja perundingan, di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa Banga (PBB).

Irian Barat akhirnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi lewat jalur diplomasi dan operasi inflitrasi militer.

Wilayah udara merupakan sumber daya alam yang dikuasai negara untuk dimanfaatkan sebesar besarnya bagi kemaslahatan rakyat.

Chappy menegaskan bahwa Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di Dunia harus hidup dengan dan bersama industri penerbangan.  Untuk menghubungkan 17.500-an pulau di NKRI, hanya bisa dilakukan dengan membangun jaringan transportasi laut dan transportasi udara yang kuat.

Industri penerbangan nasional mempunyai lima ciri, yaitu 1) keberadaan maskapai penerbangan pembawa bendera (flag carrier), 2) memiliki maskapai penerbangan perintis, 3) memiliki maskapai penerbangan charter, 4) memiliki maskapai penerbangan kargo dan 5) memiliki industri pesawat terbang.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Chappy Hakim menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki lima ciri industri penerbangan itu, termasuk pengelolaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia sebagai flag carrier, yang mencontoh sistem management maskapai penerbangan Belanda, yang dikenal terbaik di Dunia.

Indonesia pernah memiliki maskapai penerbangan perintis yang dikomandoi oleh Merpati Nusantara Airlines untuk menjangkau seluruh Indonesia.  Setelah maskapai penerbangan Merpati tutup, diharapkan perannya dapat diambil alih oleh maskapai Pelita Air.

Founder dan Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia, Marsekal (Purn) Chappy Hakim memberikan paparan di  Center for Technology & Innovation Studies (CTIS)

 

 

Kehadiran maskapai penerbangan charter dan kargo perlu didukung oleh keberadaan pabrik pesawat terbang.  Chappy Hakim amat bangga dengan pesawat CN-235 Tetuko  buatan PT. Dirgantara Indonesia, yang rancang-bangunnya dapat untuk angkutan penumpang dan angkutan barang, serta dapat dipakai maskapai penerbangan sipil dan juga digunakan oleh Angkatan Udara di berbagai negara.

“Nampaknya kehandalan CN-235 perlu didukung dengan pelayanan purna-jual serta penyediaan suku cadang yang lebih baik lagi,” demikian komentar Chappy Hakim.

Ia juga berharap kiranya pesawat angkut N-219 buatan PT. Dirgantara Indonesia dapat segera di produksi massal, karena ini adalah jawaban tepat untuk transportasi antar-pulau di Nusantara yang memiliki landasan udara pendek, pesawat berbahan bakar effisien dan biaya operasi relatif rendah.

Sebagai penutup, Chappy Hakim menggaris bawahi tentang tantangan dan strategi pengembangan industri penerbangan di Indonesia, antara lain dukungan pemerintah untuk investasi dan insentif, karena pengembangan industri penerbangan merupakan strategi jangka panjang.

Di samping itu, kebijakan dan regulasi perlu di evaluasi kembali dan dimutakhirkan.  Misalnya, permasalahan wilayah udara, tentang wilayah udara sebagai bagian dari sumberdaya alam sesuai UUD-1945, perlu kehadiran kembali Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional (Depanri), serta perlu keberadaan kembali Lembaga Penerbangan & Antariksa Nasional (LAPAN) yang sudah dibentuk oleh Undang Undang.

“LAPAN adalah lembaga serupa pertama di Asia, dan pada tahun 1961 sudah berhasil meluncurkan roket – roket KAPPA, sayang lembaga ini sekarang hilang,” tutur Chappy Hakim menutup paparannya.

Sumber : https://forestinsights.id/peluang-dan-tantangan-industri-penerbangan-indonesia/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Electric-Powered Boats For Lakes and Rivers In Indonesia

 A group of young university graduates from various disciplines have innovated an electric boat for river and lake transportation in Indonesia. Their idea was translated into a design that utilizes renewable energy (RE), incorporating a hybrid system combining synthetic gas-powered generators to charge electric batteries and solar panels installed on the boat’s roof.

electric boat made by Comestoarra Bentarra Noesantarra

“This will be an electric-powered, low-emission boat with simple technology, making it suitable for villages with rivers and lakes in Indonesia,” explained Arief Noerhidayat, Managing Director of Comestoarra Bentarra Noesantarra, during a discussion at the Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) on Wednesday, February 26, 2025, as stated in a press release.

In his presentation, titled “Electric Boats for Indonesia’s Waterways”, moderated by Dr. Ridha Yasser, Assistant Deputy for Energy and Telecommunications at the Coordinating Ministry for Infrastructure and Regional Development, Arief introduced a waste-to-energy technology called TOSS (Technology for Waste Processing at Source) to produce biomass pellet fuel for electricity generation. The raw materials come from various organic waste sources, including water hyacinth.

These biomass pellets are then fed into a gasifier to produce synthetic gas, which is used to power an electric generator. The electricity generated is stored in batteries, which are then used to power the boat’s propeller, making it ready to sail. The boat also has an additional electricity supply from solar panels installed on its roof.

“We have developed a mini gasifier to produce synthetic gas, which is then used to drive an electric generator. The electricity produced can reach 10,000 watts, 25,000 watts, and even 50,000 watts. This is ideal for electrifying villages,” said Arief, whose startup has already developed biomass-powered gasifier plants generating 10,000 watts in Palembang and 30,000-50,000 watts in Klungkung, Bali.

The electric boat idea caught the attention of PT Pupuk Sriwijaya Palembang, which assigned Arief and his startup, Comestoarra Bentarra Noesantarra, to create a prototype with funding support from its corporate social responsibility (CSR) program. The electric boat was used for transportation along the Musi River, on the Pulau Kamaro – Palembang City route.

 

electric boat eco-friendly

The electricity generated was equivalent to the energy from fuel costing Rp 3,800 per liter. The boat was tested using Pertalite gasoline, which is sold at around Rp 13,000 per liter in the Musi River area. If the boat requires 5 liters of Pertalite per day, the fuel cost would be Rp 65,000 per day. In comparison, using biomass pellet energy costs only Rp 19,000 per day. The test results showed that the electric boat operated excellently, leading to the construction of a second electric boat for transportation in the Musi River.

Discussion participant Dr. Ali Alkatiri, Assistant Deputy at the Ministry of Small and Medium Enterprises (SMEs), strongly supported the initiative as a solution for rural business development. SME business consultant Trihandoyo MSc welcomed Arief’s explanation that local communities had already been trained to maintain the electric boat equipment, as its technology is relatively simple. Both agreed to propose a presentation before Minister of SMEs, Maman Abdurrachman, to push for funding mobilization for electric boat development across Indonesia, including through CSR funds.

According to Arief Noerhidayat, the total cost for building the boat, including the engine, solar panels, and gasifier, is around Rp 141 million. As a follow-up, moderator Dr. Ridha Yasser plans to include this product in the E-Catalog of the Government Procurement Policy Agency (LKPP) so that it can be accessed by ministries, agencies, and local governments at the provincial, district, and city levels.

Arief further explained that the gasifier’s raw materials come from water hyacinth, which is considered an invasive weed and an environmental nuisance, commonly found in hydroelectric dams such as Rawa Pening in Central Java, as well as the Saguling and Cirata Reservoirs in West Java, and Lake Toba in Sumatra. By utilizing water hyacinth as biomass fuel for electricity generation, this innovation not only produces energy but also helps clean lakes from invasive weeds.

He added that the calorific value of water hyacinth is approximately 4,000 Kcal/kg, which is sufficient to generate synthetic gas to power an electric generator and charge the electric boat’s battery.

Source : https://environews.asia/electric-powered-boats-for-lakes-and-rivers-in-indonesia/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Perahu Listrik Inovatif Dari Energi Biomassa Eceng Gondok

KOLABORASI PT Comestoarra Bentarra Noesantarra ( comestoarra.com ) dengan PT Pupuk Sriwidjaja  (Pusri) sukses mengembangkan perahu listrik inovatif dengan memanfaatkan sumber energi baru terbarukan dari eceng gondok..

Eceng gondok ini dimanfaatkan sebagai bahan baku biomassa yang kemudian diolah sebagai bahan bakar untuk menggerakkan perahu listrik.

Hal itu dipaparkan oleh CEO comestoarra.com , Arief Noerhidayat dalam diskusi publik yang dilaksanakan oleh Center of Technology and Innovation Studies (CTIS) bertema Perahu Listrik untuk Wilayah Perairan Indonesia, Rabu (26/2/2025).

Arief menjelaskan bahwa bahan baku eceng gondok sangat melimpah dan mudah didapatkan di waduk, danau ataupun sungai.

Selama ini eceng gondok baru dimanfaatkan untuk kerajinan. Namun di tangan Arief, eceng gondok bisa digunakan sebagai bahan bakar penggerak perahu listrik.

Program energi baru dan terbarukan di Pulau Kemaro pertama kali diinisiasi melihat dari permasalahan eceng gondok yang sangat melimpah di Sungai Musi, Sumatra Selatan.

Di sisi lain adanya kebutuhan transportasi masyarakat yang sehari-harinya menggunakan perahu sebagai moda transportasi utama.

Mayoritas masyarakat Pulau Kemaro memiliki perahu untuk alat transportasi. Namun untuk menggerakkan perahu, mereka membutuhkan BBM.

Apalagi letak Pulau Kemaro berada di tengah-tengah Sungai Musi. Di sana dihuni sekitar 100 kepala keluarga.

Perahu listrik dari energi terbarukan

Comestoarra.com didukung PT Pusri Palembang menginisiasi ide membuat modifikasi perahu listrik dengan menggunakan sumber energi baru terbarukan.

Pengadaan perahu listrik ini dalam program CSR atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT Pusri Palembang.

Arief menjelaskan  konsep perahu listrik menggunakan material perahu fiber dengan dinamo penggerak DC.

Perahu fiber memang lebih ringan, dan dinamo penggerak DC lebih mudah diimplementasikan. Namun model perahu listrik seperti ini memakan investasi besar.

Maka comestoarra.com menggunakan motor penggerak AC. Dan punya desain pengisian daya baterai dengan menggunakan dua penyulang energi baru dan terbarukan.

“Pertama adalah energi dari matahari dan kedua dari energi dari biomassa. Kedua energi ini digabung sehingga operasional perahu listrik bisa optimal,” terangnya.

Perahu listrik ini menggunakan PV Solar sebagai energi tenaga surya. Sedangkan baterai yang digunakan bersumber dari hasil gasifikasi biomassa.

Bahan-bahan biomassa itu dibuat dari campuran eceng gondok di pesisir Pulau Kemaro serta daun-daun kering yang ada di lingkungan Pusri.

Biomassa dari lingkungan Pusri ini setiap hari tersedia. Biomassa berupa alang-alang, kayu dan daun-daun yang tiap hari terkumpul sekitar 5 ton dimuat di 16 truk.

Bahan-bahan ini kemudian dicampur untuk diolah menjadi pelet. Pengolahan menjadi pelet ini dengan metode Teknologi Olah Sampah di Sumbernya (TOSS).

“Ini mendapat respons positif dari masyarakat dan pemerintah daerah setempat juga kementerian,” kata Arief.

Selain itu cara membuat pelet untuk mengedukasi masyarakat bahwa bahan-bahan alam di sekitar mereka bisa diolah menjadi energi terbarukan menggantikan BBM.

“Perahu listrik ini bisa dioperasikan oleh warga lokal karena tidak jelimet. Perahu yang digunakan adalah perahu yang ada di Sungai Musi kemudian dimodifikasi. Perahunya dibuat oleh warga lokal,” terang Arief.

Aspek kearifan lokal

Kelebihan perahu listrik ini pada aspek kearifan lokal. Sebab material perahu yang digunakan masih berbasis kayu dan dibuat oleh masyarakat setempat.

Perahu listrik ini telah dikembangkan dengan sejumlah uji coba dan telah beroperasi sejak Desember 2023.

Sebelum membuat perahu listrik, comestoarra.com mengedukasi masyarakat setempat memperkenalkan kompor biomassa dan mengadakan lomba memasak empek-empek.

Kompor biomassa ini juga diperkenalkan oleh comestoarra.com ke Kabupaten Ende, NTT bekerja sama dengan pemerintah daerah dan NGO.

Program ini mengolah sampah biomassa menjadi pelet yang digunakan sebagai bahan bakar untuk kompor biomassa, menggantikan minyak tanah yang mahal dan langka.

Inisiatif ini tidak hanya mengatasi permasalahan sampah, tetapi juga menyediakan sumber energi alternatif bagi masyarakat setempat.

Pendekatan ini tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menggantikan bahan bakar fosil, tetapi juga memberdayakan masyarakat setempat melalui penyediaan sumber energi alternatif yang berkelanjutan.

Hybrid panel dan gasifikasi dari pelet eceng gondok dan biomassa ini  menghasilkan listrik. Energi listrik hibrida ini selain menggerakkan kapal, juga untuk charge handphone, laptop hingga untuk memutar musik dangdut.

Perahu listrik ini memiliki kecepatan 5 knot untuk mobile bolak-balik dengan 17 penumpang.

“Penggunaan perahu listrik ini dapat menurunkan emisi gas rumah kaca dari sebelumnya memakai solar diganti dengan energi terbarukan,” jelas Arief.

Untuk pengisian baterai ini dibantu Loesche Indonesia, anak perusahaan dari Loesche GmbH Jerman.

Siap komersialisasi

Ia menjelaskan bahwa di Pulau Kemaro itu banyak penjual BBM floating. Ia berharap nantinya akan ada floating untuk charging station di sepanjang Sungai Musi. Saat ini baru satu charging station.

Kerjasama dengan PT Pusri ini berawal dari CSR namun berkembang menjadi bisnis karena Pusri membeli satu perahu listrik. Harga satu kapal listrik sekitar Rp140 juta.

Sedangkan di Ende, selain pengenalan kompor biomassa juga ada perahu listrik bekerja sama dengan PLN selama setahun.

Untuk terus mengedukasi masyarakat sekalian memperkenalkan lebih dekat tentang perahu listrik maka diadakan eduwisata. Para peserta eduwisata akan diajari bagaimana memproses bahan limbah menjadi listrik.

Arief pun masih punya cita-cita ingin menciptakan perahu listrik ambulans untuk membantu warga tinggal di pulau atau di tepi sungai yang akan berobat atau kondisi emergency.

Indroyono Soesilo dari CTIS menanggapi pemaparan tentang perahu listrik mendorong agar produk perahu listrik ini dikomersialkan.

Selain menjawab masalah energi terbarukan, lahirnya perhau listrik ini bentuk dari hilirisasi energi terbarukan dan alih teknologi perahu berbasis BBM menjadi perahu berbasis listrik.

Menanggapi hal itu Arief mengatakan  “Dari sisi inovasi, perahu listrik ini sudah laik untuk dijadikan suatu produk yang dapat direplikasi dan dikomersialisasi,” ujarnya.