Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

BMKG Merintis InaTEWS Hingga Diakui Internasional

BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus berbenah dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BMKG dalam perkembangannya saat ini telah menjadi tulang punggung informasi kebencanaan di wilayah Indonesia.

Di saat Bumi menghadapi perubahan iklim, BMKG juga harus siap menyebarkan informasi kebencanaan dengan info terkini.

Dr Muhammad Sadly M.Eng, Deputi Bidang Instrumentasi, Kalibrasi, Rekayasa dan Jarkom BMKG memaparkan bahwa dalam laporan kebencanaan dibutuhkan teknologi modern yang high performance.

Teknologi yang dibutuhkan adalah teknologi dengan internet things untuk mengembangkan big data, ICT yang handal, kecerdasan buatan (AI) dan rekayasa instrumentasi.

Teknologi kekinian ini lanjut Muhammad Sadly tetap membutuhkan manajemen pemeliharaan alat-alat.

Ia kemudian memaparkan bahwa BMKG telah mengembangkan inovasi InaTEWS setelah Aceh dilanda gempa besar dan tsunami yang menyebabkan 170 ribu orang meninggal dunia belum termasuk korban hilang.

Dampak gempa dan tsunami tidak hanya di Indonesia, tetapi juga 14 negara ikut merasakan gempa dan mengalami tsunami. Total 230.000 orang meninggal di 14 negara belum termasuk korban hilang.

“Saat itu kami belum memahami dan sistem pemantauan gempa. Dan kurang sadar ancaman tsunami di masyarakat. Gempa dan tsunami di Aceh itu kerugiannya mencapai US414 miliar,” ungkap Sadly dalam diskusi Iptek Voice edisi-81 bertema Indonesia Tsunami Early Warning System.

Belajar dari peristiwa gempa dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 itu,  Pemerintah meresmikan Indonesia tsunami early warning system (InaTEWS) pada 2008 diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

BMKG melakukan simulasi InaTEWS lima menit setelah gempa, masyarakat harus bagaimana.

“Bagaimana memberikan peringatan dini untuk menyelesaikan dampak becana gempa dan tsunami,” terangnya.

Dijelaskan oleh Sadly bahwa sejarah InaTEWS sejak dimulai gempa di Nias pada 2005, kemudian gempa Yogyakarta 2006, kemudian pada 2007 hingga 2013 tidak ada progres signifikan dalam pengembangan InaTEWS.

Pada 2018 BMKG mengoperasikan 178 sensor seismograf untuk mendeteksi secara cepat saat gempa dan tsunami.

Di saat ada 178 sensor seismograf, terjadilah gempa besar di beberapa wilayah. Mulai dari gempa Lombok 19 Agustus 2018.

Kemudian gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu pada 28 September 2018 dan tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018.

Diakui Sadly bahwa peristiwa bencana gempa yang berurutan dengan jumlah korban cukup besar ini membuat BMKG babak belur mendapat tekanan dari sana sini. “Terus terang kami babak belur menghadapi tekanan dalam peristiwa bencana besar ini,” ungkapnya.

Lahirnya Perpres No 93/2019

Dari situlah akhirnya lahir Perpres No 93/2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.

Lahirnya Perpres No 93/2019 ini kemudian BMKG mendapat dukungan berupa bantuan 194 alat seismograf yang anggarannya dari APBN dan telah disetujui oleh Presiden.

Hingga 2023 total ada 533 seismograf yang dibantu oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dan penyebaran sensor seismograf ke seluruh Indonesia sudah cukup baik.

Adanya Perpres ini mulai tertata pembagian tugas dan kewenangan dalam menangani kebencanaan.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di bawah Kementerian ESDM menangani bencana gunung berapi.

Kemudian BPPT (sebelum terbentuknya BRIN) memasang Ina buoy untuk deteksi tsunami dengan teknologi buoy yang dipasang di dasar laut.

Kemudian Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk data gauges. Sedangkan untuk kultur dalam menghadapi bencana, sejumlah kementerian, Kepolisian, TNI, BNPB, BPBD hingga media.

Aktivitas gempa berdasarkan catatan BMKG sejak 2008 hingga 2022 meningkat terus termasuk gempa Cianjur yang terjadi 21 November 2022.

Gempa Cianjur berkekuatam 5,6 Mw dan kedalaman 10 km ini berdasarkan hasil monitoring INA TEWS BMKG, informasi gempa ini bisa langsung disebar dengan cepat terutama saat terjadi guncangan.

Informasi guncangan cukup cepat langsung diterima BMKG dan Basarnas yang kemudian disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Cianjur, sehingga bupati bisa langsung memutuskan cara terbaik untuk warga terdampak gempa.

“Kami bisa bersinergi secara struktur dan kultur sehingga saat terjadi gempa bisa langsung menginformasikan kepada stakeholder,” terangnya.

Namun untuk peristiwa tsunami di Selat Sunda yang disebabkan bukan non tektonik menyebabkan korban meninggal dunia 437 orang ini cukup mengejutkan karena tsunami tidak harus disertai dengan gempa tektonik.

Inovasi BMKG

Untuk kajian tsunami non tektonik ini, BMKG mendalami sistem monitoring permukaan laut di Selat Sunda bekerja sama dengan lembaga kementerian terkait di antaranya adalah ESDM dan Jepang.

Dari hasil kajian ini melahirkan inovasi mendeteksi tsunami non tektonik.  BMKG telah berhasil kembangkan sistem INA TNT (Tsunamin Non Tectonic) setelah kejadian tsunami di Selat Sunda akhir 2018.

InaTEWS ini akhirnya diakui internasional.  BMKG sebagai institusi pelaksana operasional teknologi deteksi tsunami di Indonesia, kini

Melalui InaTEWS ini, BMKG memberikan peringatan dini tsunami di semua negara ASEAN.

Selain itu BMKG sebagai tsunami service provider untik 28 negara wilayahnya di Lautan Hindia. Bahkan India dan Australia juga mengikuti peringatan tsunami yang dikeluarkan oleh INA TEWS.

BMKG mendapatkan penghargaan Tsunami IOTIC sebagai lembaga tsunami service providers.

Inovasi-inovasi yang dihasilkan BMKG selain InaTEWS, yaitu inovasi peralatan rekayasa invasi BMKG yaitu ALW dan AWS Maritim, AWOS IRMavia dn Intensimeter.

AWOS IRMavia dipasang di bandara Yogyakarta International Airport untuk memberikan informasi pesawat take off dan landing.

Inovasi BMKG seperti infobmkg, MHEWS (Multi Hazard Early Warning System/Sistem Peringatan Dini Multi-Bahaya) teritegrasi dan lainnya sudah dimanfaatkan stakeholder dan masyarakat di tanah air dan luar negeri bahkan jadi acuan di India dan Australia.

BMKG telah inisiasi pembentukan konsorsium nasional gempa bumi dan tsunami.

Sadly menegaskan bahwa saat ini dari segi teknologi sudah banyak kemajuan. Menurutnya yang saat ini harus disiapkan adalah penguatan komponen kultur.

“Penguatan kesiapan masyarakat dalam menghadapi gempa dan tsunami agar saat terjadi bencana zero victim,” harapnya.

Sebab target BMKG yang sampai sekarang terus diupayakan adalah zero victim di setiap peristiwa bencana. Untuk itu pelibatan kultur masyarakat sangat penting .