Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Jaga Keberlanjutan Usaha, Industri Perlu Investasi Mitigasi Bencana

Indonesia yang dianugerahi kekayaan sumber daya alam karena letak geografis dan geologinya. Kondisi itu pula yang menjadikan Indonesia harus menghadapi kenyataan sebagai negara dengan potensi bencana yang lengkap.

Oleh karena itu, pelaku usaha wajib berperan aktif dalam upaya penanggulangan bencana. Diperlukan kemauan untuk menginvestasikan sebagian sumber daya perusahaan untuk dapat menjamin keberlanjutan bisnis.

Topik di atas dibahas dalam acara bertajuk “NGOPI Bareng BNPB” edisi Maret 2024 yang mengambil tema “Industri Berbasis Mitigasi Bencana dengan Sentuhan Teknologi”, Kamis, 28 Maret 2024. Acara ini menghadirkan narasumber Prof. Indroyono Soesilo dari CTIS (Center for Technology and Innovation Studies) dan Sujica W Lusaka, Head CFOM (Corporate Fire Operation Management) Asia Pulp & Paper (APP) Sinarmas.

 Indonesia harus menghadapi kenyataan sebagai negara dengan potensi bencana yang lengkap.
Dari kiri: Trevi Jayanti, Indroyono Soesilo, Sujica W Lusaka dan Andrian Cader pada Acara NGOPI BARENG yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta.

Indroyono mengingatkan tentang kondisi geologi Indonesia yang merupakan bagian dari Ring of Fire, yaitu wilayah di sekeliling Samudra Pasifik yang memiliki banyak aktivitas kegempaan dan vulkanisme.

Hal ini menyebabkan indonesia rawan terhadap bencana, namun sekaligus dilimpahi kekayaan minyak dan gas alam serta berbagai mineral ekonomis.

Demikian pula kondisi geografis Indonesia menyebabkan negara ini terpengaruh oleh anomali iklim ENSO (El Niño-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) yang membuat musim kemarau menjadi lebih panjang. Dampaknya, Indonesia lebih rawan mengalami bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan. Pada saat yang sama, anomali iklim tersebut membuat kawasan laut Indonesia berlimpah ikan.

Dua sisi yang selalu berdampingan, antara bencana dan anugerah ini, menuntut kita untuk mampu menjalankan pemanfaatan sumber daya alam dan memperkuat resiliensi terhadap bencana secara beriringan.

Penggunaan teknologi, misalnya berupa buoy cuaca yang telah terpasang di lautan Indonesia merupakan salah satu wujud upaya tersebut.  “Dengan sistem pemantauan cuaca saat ini, potensi kemarau panjang akibat anomali iklim telah bisa dilihat sejak 12 bulan sebelumnya,” kata Indroyono.

Data cuaca ini pula yang menjadi satu pertimbangan penting untuk perusahaan pulp dan paper APP Sinarmas dalam memitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan perusahaan kekurangan kayu sebagai bahan baku dan asapnya dapat merusak tisu yang diproduksi.

Hal ini mendorong APP Sinarmas untuk menyusun program yang komprehensif untuk menanggulangi kebakaran hutan. Sujica menjelaskan, “APP Sinarmas menjalankan empat pilar penanggulangan kebakaran hutan yang kami sebut dengan Integrated Fire Management. Empat pilar itu adalah Prevention, Preparation, Early Warning, dan Rapid Response.” 

Prevention merujuk pada bagaimana perusahaan melibatkan masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar, mengingat sebagian besar kasus kebakaran hutan disebabkan oleh manusia. Perusahaan membuat program pemberdayaan masyarakat bernama Desa Makmur Peduli Api yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perkebunan tanpa pembukaan lahan dengan cara membakar.

Pada tahapan Preparation dan Early Warning, pemanfaatan teknologi diwujudkan dalam bentuk penggunaan satelit kamera termal untuk memantau titik api. Selain itu, APP Sinarmas juga telah memasang AWS (Automatic Weather Station) secara mandiri, yang berfungsi untuk memantau tingkat bahaya kebakaran hutan di wilayah konsesi  perusahaan dan sekitarnya.

 Indonesia harus menghadapi kenyataan sebagai negara dengan potensi bencana yang lengkap.
Ratusan titik api di lahan gambut Riau terpantau dari udara. (BPBD Riau)

Perusahaan juga memiliki beberapa helikopter yang digunakan untuk pemantauan titik api secara konvensional maupun untuk upaya pemadaman bila terjadi kebakaran hutan pada tahapan Rapid Response.

Indroyono menilai bahwa manajemen kebakaran hutan APP Sinarmas merupakan contoh praktik baik yang perlu direplikasi oleh pelaku lain di sektor swasta. Tidak hanya dalam hal mitigasi bencana, namun juga untuk mencegah kerusakan lingkungan. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan terbukti tidak semata menjadi beban anggaran, namun juga merupakan investasi yang berdampak baik bagi keberlanjutan bisnis.

Peran aktif pihak swasta adalah hal krusial dalam membangun resiliensi terhadap bencana, sebab pihak swasta memiliki kepentingan untuk terhindar dari bencana, serta memiliki sumber daya untuk menerapkan teknologi kebencanaan dan memberdayakan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan. Ketangguhan bencana di Indonesia mutlak hasil kolaborasi dan inklusi lintas sektor termasuk pihak swasta. ***

Sumber: https://agroindonesia.co.id/jaga-keberlanjutan-usaha-industri-perlu-investasi-mitigasi-bencana/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

BMKG Merintis InaTEWS Hingga Diakui Internasional

BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus berbenah dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BMKG dalam perkembangannya saat ini telah menjadi tulang punggung informasi kebencanaan di wilayah Indonesia.

Di saat Bumi menghadapi perubahan iklim, BMKG juga harus siap menyebarkan informasi kebencanaan dengan info terkini.

Dr Muhammad Sadly M.Eng, Deputi Bidang Instrumentasi, Kalibrasi, Rekayasa dan Jarkom BMKG memaparkan bahwa dalam laporan kebencanaan dibutuhkan teknologi modern yang high performance.

Teknologi yang dibutuhkan adalah teknologi dengan internet things untuk mengembangkan big data, ICT yang handal, kecerdasan buatan (AI) dan rekayasa instrumentasi.

Teknologi kekinian ini lanjut Muhammad Sadly tetap membutuhkan manajemen pemeliharaan alat-alat.

Ia kemudian memaparkan bahwa BMKG telah mengembangkan inovasi InaTEWS setelah Aceh dilanda gempa besar dan tsunami yang menyebabkan 170 ribu orang meninggal dunia belum termasuk korban hilang.

Dampak gempa dan tsunami tidak hanya di Indonesia, tetapi juga 14 negara ikut merasakan gempa dan mengalami tsunami. Total 230.000 orang meninggal di 14 negara belum termasuk korban hilang.

“Saat itu kami belum memahami dan sistem pemantauan gempa. Dan kurang sadar ancaman tsunami di masyarakat. Gempa dan tsunami di Aceh itu kerugiannya mencapai US414 miliar,” ungkap Sadly dalam diskusi Iptek Voice edisi-81 bertema Indonesia Tsunami Early Warning System.

Belajar dari peristiwa gempa dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 itu,  Pemerintah meresmikan Indonesia tsunami early warning system (InaTEWS) pada 2008 diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

BMKG melakukan simulasi InaTEWS lima menit setelah gempa, masyarakat harus bagaimana.

“Bagaimana memberikan peringatan dini untuk menyelesaikan dampak becana gempa dan tsunami,” terangnya.

Dijelaskan oleh Sadly bahwa sejarah InaTEWS sejak dimulai gempa di Nias pada 2005, kemudian gempa Yogyakarta 2006, kemudian pada 2007 hingga 2013 tidak ada progres signifikan dalam pengembangan InaTEWS.

Pada 2018 BMKG mengoperasikan 178 sensor seismograf untuk mendeteksi secara cepat saat gempa dan tsunami.

Di saat ada 178 sensor seismograf, terjadilah gempa besar di beberapa wilayah. Mulai dari gempa Lombok 19 Agustus 2018.

Kemudian gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu pada 28 September 2018 dan tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018.

Diakui Sadly bahwa peristiwa bencana gempa yang berurutan dengan jumlah korban cukup besar ini membuat BMKG babak belur mendapat tekanan dari sana sini. “Terus terang kami babak belur menghadapi tekanan dalam peristiwa bencana besar ini,” ungkapnya.

Lahirnya Perpres No 93/2019

Dari situlah akhirnya lahir Perpres No 93/2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.

Lahirnya Perpres No 93/2019 ini kemudian BMKG mendapat dukungan berupa bantuan 194 alat seismograf yang anggarannya dari APBN dan telah disetujui oleh Presiden.

Hingga 2023 total ada 533 seismograf yang dibantu oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dan penyebaran sensor seismograf ke seluruh Indonesia sudah cukup baik.

Adanya Perpres ini mulai tertata pembagian tugas dan kewenangan dalam menangani kebencanaan.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di bawah Kementerian ESDM menangani bencana gunung berapi.

Kemudian BPPT (sebelum terbentuknya BRIN) memasang Ina buoy untuk deteksi tsunami dengan teknologi buoy yang dipasang di dasar laut.

Kemudian Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk data gauges. Sedangkan untuk kultur dalam menghadapi bencana, sejumlah kementerian, Kepolisian, TNI, BNPB, BPBD hingga media.

Aktivitas gempa berdasarkan catatan BMKG sejak 2008 hingga 2022 meningkat terus termasuk gempa Cianjur yang terjadi 21 November 2022.

Gempa Cianjur berkekuatam 5,6 Mw dan kedalaman 10 km ini berdasarkan hasil monitoring INA TEWS BMKG, informasi gempa ini bisa langsung disebar dengan cepat terutama saat terjadi guncangan.

Informasi guncangan cukup cepat langsung diterima BMKG dan Basarnas yang kemudian disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Cianjur, sehingga bupati bisa langsung memutuskan cara terbaik untuk warga terdampak gempa.

“Kami bisa bersinergi secara struktur dan kultur sehingga saat terjadi gempa bisa langsung menginformasikan kepada stakeholder,” terangnya.

Namun untuk peristiwa tsunami di Selat Sunda yang disebabkan bukan non tektonik menyebabkan korban meninggal dunia 437 orang ini cukup mengejutkan karena tsunami tidak harus disertai dengan gempa tektonik.

Inovasi BMKG

Untuk kajian tsunami non tektonik ini, BMKG mendalami sistem monitoring permukaan laut di Selat Sunda bekerja sama dengan lembaga kementerian terkait di antaranya adalah ESDM dan Jepang.

Dari hasil kajian ini melahirkan inovasi mendeteksi tsunami non tektonik.  BMKG telah berhasil kembangkan sistem INA TNT (Tsunamin Non Tectonic) setelah kejadian tsunami di Selat Sunda akhir 2018.

InaTEWS ini akhirnya diakui internasional.  BMKG sebagai institusi pelaksana operasional teknologi deteksi tsunami di Indonesia, kini

Melalui InaTEWS ini, BMKG memberikan peringatan dini tsunami di semua negara ASEAN.

Selain itu BMKG sebagai tsunami service provider untik 28 negara wilayahnya di Lautan Hindia. Bahkan India dan Australia juga mengikuti peringatan tsunami yang dikeluarkan oleh INA TEWS.

BMKG mendapatkan penghargaan Tsunami IOTIC sebagai lembaga tsunami service providers.

Inovasi-inovasi yang dihasilkan BMKG selain InaTEWS, yaitu inovasi peralatan rekayasa invasi BMKG yaitu ALW dan AWS Maritim, AWOS IRMavia dn Intensimeter.

AWOS IRMavia dipasang di bandara Yogyakarta International Airport untuk memberikan informasi pesawat take off dan landing.

Inovasi BMKG seperti infobmkg, MHEWS (Multi Hazard Early Warning System/Sistem Peringatan Dini Multi-Bahaya) teritegrasi dan lainnya sudah dimanfaatkan stakeholder dan masyarakat di tanah air dan luar negeri bahkan jadi acuan di India dan Australia.

BMKG telah inisiasi pembentukan konsorsium nasional gempa bumi dan tsunami.

Sadly menegaskan bahwa saat ini dari segi teknologi sudah banyak kemajuan. Menurutnya yang saat ini harus disiapkan adalah penguatan komponen kultur.

“Penguatan kesiapan masyarakat dalam menghadapi gempa dan tsunami agar saat terjadi bencana zero victim,” harapnya.

Sebab target BMKG yang sampai sekarang terus diupayakan adalah zero victim di setiap peristiwa bencana. Untuk itu pelibatan kultur masyarakat sangat penting .