Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Hilirisasi Mineral di Indonesia masih Minim Teknologi

NIKEL menjadi komponen bahan baku baterai kendaraan listrik. Oleh karena itu banyak industri baterai listrik di luar negeri  melirik ke Indonesia untuk berinvestasi.

Kendati Indonesia memiliki nikel namun belum bisa dihilirisasi menjadi baterai kendaraan listrik. Mengapa?

Dalam Iptek Voice 80 mengangkat Hilirisasi Mineral bersama DR Ir Ridwan Djamaluddin mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM.

Ridwan menekankan bahwa hingga sekarang alih teknologi nikel di Indonesia masih ketinggalan. Pemerintah melarang ekspor bahan baku nikel namun faktanya aspek teknologi nikel menjadi baterai masih dilakukan oleh pihak asing.

Menurutnya ini merupakan faktor penting bagaimana hilirisasi nikel bisa dilakukan lemvbaga-lembaga riset seperti BPPT yang kini sudah tiada.

Sejauh ini yg masih tertinggal adalah alih teknologi, meski larang ekspor bahan baku, tapi aspek teknologi nikel jd baterai masih dilakukan pihak asing.

“Ini porsi penting kita kehilangan lembaga penelitian seperti BPPT. Iptek tidak kuat seperti dulu,” ujarnya.

Kebijakan pemerintah saat ini adalah menekan masuknya investasi asing untuk membangun pabrik baterai.

Kebijakan pemerintah saat ini adalah menekan masuknya investasi asing untuk membangun pabrik baterai.

“Sekarang kita tekan masuknya investasi asing bikin pabrik baterai tapi minim aspek teknologi,” ujarnya.

Saat ini ada dua bahan mineral penting yang dicari dunia yaitu pasir silika dan pasir kuarsa. Di dunia, pasir kuara menjadi the next nikel dan itu banyak ditemukan di Belitung.

Perusahaan dari China berminat untuk investasi pasir silika karena potensinya besar untuk bahan panel surya. Nilai investasi sebesar US$3 miliar di Bangka Belitung.

Menurutnya pandangan umum saat ini bahwa transisi energi hampir dikonotasikan dengan hentikan pemakaian bahan bakar minyak atau bahan bakar fosil dan batu bara. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan PLTU batu bara dipensiunkan pada 2060.

Pemerintah menggunakan transisi berkeadilan dan tidak membangun PLTU baru. Walau transisi berkeadilan ini menandai kontribusi indonesia mendorong tumbuhnya energi baru dan terbarukan.

Ridwan berpendapat bahwa transisi energi tidak semata-mata dikonotasikan dengan mematikan PLTU batubara, tetapi juga kontribusi Indonesia dalam energi baru dan terbarukan.

“Di awal kita mendorong nikel kadar rendah jadi baterai listrik. Sekarang panel surya menggunakan pasir kuarsa yang banyak ditemui di Bangka Belitung dan Kalimantan. Pasir silika dakar kuarsa tinggi dan kadar besi juga tinggi,” kata Ridwan.

Keberadaan besi ini interlocking dengan kuarsa, namun China tidak masalah dalam pemisahan besi dan kuarsa.

Menurutnya ini penting karena  regulasinya bagus tetapi fakta di lapangan justru lama dan banyak kendala. Di Indonesia 18 bulan itu masih proses amdal, sementara di China sudah produksi barang.

Selain itu investor China sanggup memproduksi panel surya dari kuarsa dan keluar pabrik 18 bulan  setelah pabrik dibangun.

Pembangkit Listrik Tenaga Thorium

Mineral kedua adalah thorium yang bisa digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Thorium.

Thorium ini pembangkit listrik murah tapi isu negatifnya adalah radioaktif. Padahal tidak semua radioaktif mengancam manusia. Biaya listriknya 3-4 sen dolar AS, cukup murah.

Potensi penghasil thorium di Indonesia adalah di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung.

Pulau Gelasa bakal dijadikan lokasi pembangkit nuklir tenaga thorium pertama di Indonesia.

Selain investor dari China, dari Kanada maupun dalam negeri berminat pada Pembangkit Listrik Tenaga Thorium.

Dijelaskan oleh Ridwan Djamaluddin bahwa ada empat pihak yang berminat membangun Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Thorium ini yakni AS, China, Kanada dan Indonesia.

China dan AS telah melakukan eksperimen pembangunan PLTT ini. Namun Indonesia yang memiliki bahan baku thorium justru belum atau tidak melakukan eksperimen. Alasan di internal menunggu negara lain melakukan. “Indonesia tidak mau menjadi pioner di sini,” ujar Ridwan.

Secara potensi, Indonesia berpotensi untuk energi baru dan terbarukan dan mengkapitalisasikan. Pemerintah telah melarang ekspor bauxite (biji aluminium), tembaga dan timah untuk transisi energi.

“Kita masih syok melarang ekspor bauxit pada Maret 2023. Larangan ini tidak ada langkah-langkah antisipatif. Bauxit bisa dihilirisasi lebih mudah maka harus bangun pabrik hilirisasi. Kita antisipasi larangan ekspor logam timah. 6-7 bulan lalu bentuk tim pokja antisipasi potensi larangan bahan mineral mentah,”  paparnya.

Investasi dan relokasi industri

Menurutnya tim pokja ini solid dan sangat serius. Ridwan memaparkan bahwa saat Presiden Jokowi mengecek smelter timah dari lima tungku menjadi satu tungku, Presiden akan larang ekspor timah.

“Cuma kapan larangan itu akan kita hitung. Secara ringkas begini berapa lama kita butuh pabrik untuk hilirisasi. Apa diperlukan 23 bulan atau 2 tahun?”

Aspek lainnya adalah investasi. Bila larangan ekspor timah dilakukan, maka perlu disediakan investasi di dalam negeri senilai Rp400 miliar.

Menurutnya nilai investasi Rp400 miliar ini cukup kecil namun pengusaha di dalam negeri tidak ada yang berinvestasi di sektor tambang timah.

Idealnya, lanjut Ridwan adalah merelokasi pabrik atau perusahaan/industri pengelola timah ke Indonesia apabila ekspor bahan mentah termasuk timah dilarang dieskpor. Bila tidak demikian, Asosiasi ekspor timah akan berjualan apa?

Di sisi lain, China dan Malaysia akan membangun smelter timah yang semula akan dibangun di Indonesia, kini pindah ke Afrika.

Ia berharap jangan sampai biji timah diselundupkan karena adanya larangan ekspor timah itu. Selain itu ekspor timah ke China akan kena tarif 26% sedangkan ke Indonesia tidak ada tarif.

Saat ini perusahaan semi konduktor dari Taiwan sedang dilobi untuk membangun pabrik di Indonesia.

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

BMKG Merintis InaTEWS Hingga Diakui Internasional

BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus berbenah dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BMKG dalam perkembangannya saat ini telah menjadi tulang punggung informasi kebencanaan di wilayah Indonesia.

Di saat Bumi menghadapi perubahan iklim, BMKG juga harus siap menyebarkan informasi kebencanaan dengan info terkini.

Dr Muhammad Sadly M.Eng, Deputi Bidang Instrumentasi, Kalibrasi, Rekayasa dan Jarkom BMKG memaparkan bahwa dalam laporan kebencanaan dibutuhkan teknologi modern yang high performance.

Teknologi yang dibutuhkan adalah teknologi dengan internet things untuk mengembangkan big data, ICT yang handal, kecerdasan buatan (AI) dan rekayasa instrumentasi.

Teknologi kekinian ini lanjut Muhammad Sadly tetap membutuhkan manajemen pemeliharaan alat-alat.

Ia kemudian memaparkan bahwa BMKG telah mengembangkan inovasi InaTEWS setelah Aceh dilanda gempa besar dan tsunami yang menyebabkan 170 ribu orang meninggal dunia belum termasuk korban hilang.

Dampak gempa dan tsunami tidak hanya di Indonesia, tetapi juga 14 negara ikut merasakan gempa dan mengalami tsunami. Total 230.000 orang meninggal di 14 negara belum termasuk korban hilang.

“Saat itu kami belum memahami dan sistem pemantauan gempa. Dan kurang sadar ancaman tsunami di masyarakat. Gempa dan tsunami di Aceh itu kerugiannya mencapai US414 miliar,” ungkap Sadly dalam diskusi Iptek Voice edisi-81 bertema Indonesia Tsunami Early Warning System.

Belajar dari peristiwa gempa dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 itu,  Pemerintah meresmikan Indonesia tsunami early warning system (InaTEWS) pada 2008 diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

BMKG melakukan simulasi InaTEWS lima menit setelah gempa, masyarakat harus bagaimana.

“Bagaimana memberikan peringatan dini untuk menyelesaikan dampak becana gempa dan tsunami,” terangnya.

Dijelaskan oleh Sadly bahwa sejarah InaTEWS sejak dimulai gempa di Nias pada 2005, kemudian gempa Yogyakarta 2006, kemudian pada 2007 hingga 2013 tidak ada progres signifikan dalam pengembangan InaTEWS.

Pada 2018 BMKG mengoperasikan 178 sensor seismograf untuk mendeteksi secara cepat saat gempa dan tsunami.

Di saat ada 178 sensor seismograf, terjadilah gempa besar di beberapa wilayah. Mulai dari gempa Lombok 19 Agustus 2018.

Kemudian gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu pada 28 September 2018 dan tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018.

Diakui Sadly bahwa peristiwa bencana gempa yang berurutan dengan jumlah korban cukup besar ini membuat BMKG babak belur mendapat tekanan dari sana sini. “Terus terang kami babak belur menghadapi tekanan dalam peristiwa bencana besar ini,” ungkapnya.

Lahirnya Perpres No 93/2019

Dari situlah akhirnya lahir Perpres No 93/2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.

Lahirnya Perpres No 93/2019 ini kemudian BMKG mendapat dukungan berupa bantuan 194 alat seismograf yang anggarannya dari APBN dan telah disetujui oleh Presiden.

Hingga 2023 total ada 533 seismograf yang dibantu oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dan penyebaran sensor seismograf ke seluruh Indonesia sudah cukup baik.

Adanya Perpres ini mulai tertata pembagian tugas dan kewenangan dalam menangani kebencanaan.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di bawah Kementerian ESDM menangani bencana gunung berapi.

Kemudian BPPT (sebelum terbentuknya BRIN) memasang Ina buoy untuk deteksi tsunami dengan teknologi buoy yang dipasang di dasar laut.

Kemudian Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk data gauges. Sedangkan untuk kultur dalam menghadapi bencana, sejumlah kementerian, Kepolisian, TNI, BNPB, BPBD hingga media.

Aktivitas gempa berdasarkan catatan BMKG sejak 2008 hingga 2022 meningkat terus termasuk gempa Cianjur yang terjadi 21 November 2022.

Gempa Cianjur berkekuatam 5,6 Mw dan kedalaman 10 km ini berdasarkan hasil monitoring INA TEWS BMKG, informasi gempa ini bisa langsung disebar dengan cepat terutama saat terjadi guncangan.

Informasi guncangan cukup cepat langsung diterima BMKG dan Basarnas yang kemudian disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Cianjur, sehingga bupati bisa langsung memutuskan cara terbaik untuk warga terdampak gempa.

“Kami bisa bersinergi secara struktur dan kultur sehingga saat terjadi gempa bisa langsung menginformasikan kepada stakeholder,” terangnya.

Namun untuk peristiwa tsunami di Selat Sunda yang disebabkan bukan non tektonik menyebabkan korban meninggal dunia 437 orang ini cukup mengejutkan karena tsunami tidak harus disertai dengan gempa tektonik.

Inovasi BMKG

Untuk kajian tsunami non tektonik ini, BMKG mendalami sistem monitoring permukaan laut di Selat Sunda bekerja sama dengan lembaga kementerian terkait di antaranya adalah ESDM dan Jepang.

Dari hasil kajian ini melahirkan inovasi mendeteksi tsunami non tektonik.  BMKG telah berhasil kembangkan sistem INA TNT (Tsunamin Non Tectonic) setelah kejadian tsunami di Selat Sunda akhir 2018.

InaTEWS ini akhirnya diakui internasional.  BMKG sebagai institusi pelaksana operasional teknologi deteksi tsunami di Indonesia, kini

Melalui InaTEWS ini, BMKG memberikan peringatan dini tsunami di semua negara ASEAN.

Selain itu BMKG sebagai tsunami service provider untik 28 negara wilayahnya di Lautan Hindia. Bahkan India dan Australia juga mengikuti peringatan tsunami yang dikeluarkan oleh INA TEWS.

BMKG mendapatkan penghargaan Tsunami IOTIC sebagai lembaga tsunami service providers.

Inovasi-inovasi yang dihasilkan BMKG selain InaTEWS, yaitu inovasi peralatan rekayasa invasi BMKG yaitu ALW dan AWS Maritim, AWOS IRMavia dn Intensimeter.

AWOS IRMavia dipasang di bandara Yogyakarta International Airport untuk memberikan informasi pesawat take off dan landing.

Inovasi BMKG seperti infobmkg, MHEWS (Multi Hazard Early Warning System/Sistem Peringatan Dini Multi-Bahaya) teritegrasi dan lainnya sudah dimanfaatkan stakeholder dan masyarakat di tanah air dan luar negeri bahkan jadi acuan di India dan Australia.

BMKG telah inisiasi pembentukan konsorsium nasional gempa bumi dan tsunami.

Sadly menegaskan bahwa saat ini dari segi teknologi sudah banyak kemajuan. Menurutnya yang saat ini harus disiapkan adalah penguatan komponen kultur.

“Penguatan kesiapan masyarakat dalam menghadapi gempa dan tsunami agar saat terjadi bencana zero victim,” harapnya.

Sebab target BMKG yang sampai sekarang terus diupayakan adalah zero victim di setiap peristiwa bencana. Untuk itu pelibatan kultur masyarakat sangat penting .

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Proceeding World Creativity & Innovation Day 2023

LAPORAN KEGIATAN 2023
Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Faktor Manusia Jadi Penentu Bencana Alam, CTIS Bahas Peran Penting Teknologi dan Inovasi Dalam Kebencanaan

Ahli Kebencanaan  dari Center for Environmental Disaster Institute for Sustainable Earth and Resources (I-SER), Universitas Indonesia Profesor Jan Sopaheluwakan  menegaskan bahwa bencana terjadi karena ulah manusia, karena faktor manusia dan karena kebijakan yang dibuat oleh manusia sendiri. 

Demikian dipaparkan oleh Profesor Jan Sopaheluwakan pada pada pertemuan Center For Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu 21 Juni 2023.  

Dia menjelaskan bencana karena faktor alam itu tidak ada.  Bila terjadi erupsi gunung api di wilayah tanpa penduduk bukanlah sebuah bencana, longsor di tengah hutan lebat tanpa penduduk juga bukan bencana, gempa bumi dan tsunami di pulau terpencil tanpa penduduk juga bukan bencana.  

Namun bila banjir menerjang ibukota Jakarta akibat limpahan air sungai kiriman dari Bogor yang disebabkan manusia membangun vila-vila di Puncak, Bogor sehingga volume air hujan yang diserap tanah lebih kecil dibanding air yang mengalir ke sungai maka itu adalah bencana banjir, kata Profesor Jan Sopaheluwakan.

Wanita 55-an asal dengan Baby Face Pakai Ini sebelum Tidur

Cara Menghilangkan -15 Kg Lemak Perut dalam 2 Minggu

Begitu pula, kegiatan  pembalakan kayu di hutan tanpa mengikuti aturan, juga eksploitasi penambangan batubara secara serampangan bisa mengakibatkan bencana tanah longsor dan banjir.  Walaupun ada keuntungan ekonomi disitu.

Penegasan Profesor Jan Sopaheluwakan ditanggapi oleh Sekretaris CTIS, Dr. Andi Eka Sakya, mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yang menggaris-bawahi pernyataan Utusan Khusus Sekjen PBB Mami Mizutori bahwa bencana alam itu tidak ada. 

Yang ada adalah bencana yang berdampak pada manusia, pada sosial-ekonomi masyarakat.  Oleh sebab itu, Program PBB “Decade for Natural Disaster Risk Reduction” telah diubah menjadi “Decade for Disaster Risk Reduction”. 

Profesor Jan Sopaheluwakan juga menyampaikan bahwa Bencana memang bisa membawa “Risiko” namun juga memberikan “Rezeki”.  Ini seperti kutipan Alquran Surat Al Insyirah Ayat 94 (5-6) yang berbunyi “Bersama kesulitan pasti ada kemudahan”.  

Professor Jan Sopaheluwakan (No. 4 dari Kiri) pada FGD Kebencanaan yan digelar Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 21 Juni 2023

Professor Jan Sopaheluwakan (No. 4 dari Kiri) pada FGD Kebencanaan yan digelar Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu, 21 Juni 2023 /CTIS/

Dia menjelaskan Apabila semua kegiatan umat manusia selalu memperhitungkan faktor  “Risiko”,  maka bencana dapat dimitigasi hingga sekecil mungkin, lalu tingkat ketahanan terhadap bencana di masyarakat muncul, bahkan bisa memberikan “rezeki” kepada pelakunya.  

Dicontohkan, bencana akibat jalanan macet menghasilkan jenis pekerjaan baru ojek online. Lalu ada kehadiran pandemi Covid 19 yang justru membuat berkembangnya metoda belajar dari rumah, bekerja dari rumah, serta belanja secara daring.  Dan masih banyak lagi.  

Dia mengingatkan setiap program pembangunan harus memasukan faktor risiko, bagaimana memitigasinya, bila terjadi bencana bagaimana operasi tanggap daruratnya dan antisipasi membangun kembali kondisi yang rusak akibat bencana dengan membangun lebih baik lagi. “Build back better & resilient development”.

Dalam diskusi tersebut juga dibahas tentang peran penting teknologi dan inovasi di sektor kebencanaan. Antara lain penerapan teknologi geospasial, sistem komunikasi darurat, Internet of Things, Big Data & Analysis serta Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence-AI).  

Pada pertemuan tersebut, Dewan Pengarah CTIS, Prof. Indroyono Soesilo memperagakan simulasi Chat Box AI dengan menetapkan lokasi Lintang-Bujur sebuah pusat gempa bumi dengan kekuatan 6,5 Skala Richter di wilayah Jawa Tengah. 

Hanya dalam hitungan detik dapat dianalisis seberapa luas dampak bencananya, dan langkah-langkah darurat apa yang perlu diambil secara cepat oleh pihak otoritas maupun masyarakat.  

Bila metoda Chatbox AI bisa menyebar ke seluruh Nusantara menggunakan sistem komunikasi darurat secara cepat  maka dampak bencana dapat ditekan hingga sekecil mungkin.  

Ketua Komite Kebencanaan CTIS, Dr. Idwan Soehardi,  menanggapi pentingnya Teknologi AI ini didukung sistem komunikasi cepat.  Oleh sebab itu CTIS segera mengundang Direktur Satelit Pasifik Nusantara, Dr. Adi Adiwoso guna membahas implementasi Satelit Jasa Internet SATRIA-1, yang sukses diluncurkan pada 18 Juni 2023 lalu,  untuk penanggulangan bencana. ***

https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/humaniora/pr-1786807202/faktor-manusia-jadi-penentu-bencana-alam-ctis-bahas-peran-penting-teknologi-dan-inovasi-dalam-kebencanaan.

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

CTIS: Teknologi dan Inovasi Bisa Tekan Dampak Bencana

Ahli Kebencanaan  dari Center for Environmental Disaster Institute for Sustainable Earth and Resources (I-SER), Universitas Indonesia Profesor Jan Sopaheluwakan  menegaskan bahwa bencana terjadi karena ulah manusia, karena faktor manusia dan karena kebijakan yang dibuat oleh manusia sendiri.

Demikian dipaparkan oleh Profesor Jan Sopaheluwakan pada pada pertemuan Center For Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu 21 Juni 2023.

Dia menjelaskan bencana karena faktor alam itu tidak ada.  Bila terjadi erupsi gunung api di wilayah tanpa penduduk bukanlah sebuah bencana, longsor di tengah hutan lebat tanpa penduduk juga bukan bencana, gempa bumi dan tsunami di pulau terpencil tanpa penduduk juga bukan bencana.

Namun bila banjir menerjang ibukota Jakarta akibat limpahan air sungai kiriman dari Bogor yang disebabkan manusia membangun vila-vila di Puncak, Bogor sehingga volume air hujan yang diserap tanah lebih kecil dibanding air yang mengalir ke sungai maka itu adalah bencana banjir, kata Profesor Jan Sopaheluwakan

Begitu pula, kegiatan  pembalakan kayu di hutan tanpa mengikuti aturan, juga eksploitasi penambangan batubara secara serampangan bisa mengakibatkan bencana tanah longsor dan banjir.  Walaupun ada keuntungan ekonomi disitu.

Penegasan Profesor Jan Sopaheluwakan ditanggapi oleh Sekretaris CTIS, Dr. Andi Eka Sakya, mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yang menggaris-bawahi pernyataan Utusan Khusus Sekjen PBB Mami Mizutori bahwa bencana alam itu tidak ada.

Yang ada adalah bencana yang berdampak pada manusia, pada sosial-ekonomi masyarakat.  Oleh sebab itu, Program PBB “Decade for Natural Disaster Risk Reduction” telah diubah menjadi “Decade for Disaster Risk Reduction”. 

Profesor Jan Sopaheluwakan juga menyampaikan bahwa Bencana memang bisa membawa “Risiko” namun juga memberikan “Rezeki”.  Ini seperti kutipan Alquran Surat Al Insyirah Ayat 94 (5-6) yang berbunyi “Bersama kesulitan pasti ada kemudahan”.

Dia menjelaskan Apabila semua kegiatan umat manusia selalu memperhitungkan faktor  “Risiko”,  maka bencana dapat dimitigasi hingga sekecil mungkin, lalu tingkat ketahanan terhadap bencana di masyarakat muncul, bahkan bisa memberikan “rezeki” kepada pelakunya.

Dicontohkan, bencana akibat jalanan macet menghasilkan jenis pekerjaan baru ojek online. Lalu ada kehadiran pandemi Covid 19 yang justru membuat berkembangnya metoda belajar dari rumah, bekerja dari rumah, serta belanja secara daring.  Dan masih banyak lagi.

Dia mengingatkan setiap program pembangunan harus memasukan faktor risiko, bagaimana memitigasinya, bila terjadi bencana bagaimana operasi tanggap daruratnya dan antisipasi membangun kembali kondisi yang rusak akibat bencana dengan membangun lebih baik lagi. “Build back better & resilient development”.

Dalam diskusi tersebut juga dibahas tentang peran penting teknologi dan inovasi di sektor kebencanaan. Antara lain penerapan teknologi geospasial, sistem komunikasi darurat, Internet of Things, Big Data & Analysis serta Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence-AI).

Pada pertemuan tersebut, Dewan Pengarah CTIS, Prof. Indroyono Soesilo memperagakan simulasi Chat Box AI dengan menetapkan lokasi Lintang-Bujur sebuah pusat gempa bumi dengan kekuatan 6,5 Skala Richter di wilayah Jawa Tengah.

Hanya dalam hitungan detik dapat dianalisis seberapa luas dampak bencananya, dan langkah-langkah darurat apa yang perlu diambil secara cepat oleh pihak otoritas maupun masyarakat.

Bila metoda Chatbox AI bisa menyebar ke seluruh Nusantara menggunakan sistem komunikasi darurat secara cepat  maka dampak bencana dapat ditekan hingga sekecil mungkin.

Ketua Komite Kebencanaan CTIS, Dr. Idwan Soehardi,  menanggapi pentingnya Teknologi AI ini didukung sistem komunikasi cepat.  Oleh sebab itu CTIS segera mengundang Direktur Satelit Pasifik Nusantara, Dr. Adi Adiwoso guna membahas implementasi Satelit Jasa Internet SATRIA-1, yang sukses diluncurkan pada 18 Juni 2023 lalu,  untuk penanggulangan bencana. ***

https://forestinsights.id/ctis-teknologi-dan-inovasi-bisa-tekan-dampak-bencana/.

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Transisi Energi Menuju Energi Hijau, Indonesia Punya Banyak Potensi

Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) menilai Indonesia memiliki banyak potensi untuk mendukung kebijakan Transisi Energi dari energi fosil menuju energi hijau.

Demikian terungkap saat pertemuan CTIS, di Jakarta, Rabu 7 Juni 2023.

“Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya energi untuk bergerak ke kebijakan transisi dari energi fosil menjadi energi yang lebih hijau guna mencapai target NZE 2060, namun perlu terus didukung dengan perencanaan yang rinci dan berlanjut,” demikian ditegaskan Ketua Komisi Energi, Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Dr. Unggul Priyanto, yang juga Perekayasa Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mengacu pada Perjanjian Paris 2015, Indonesia ditargetkan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal. NZE berarti jumlah karbon yang diemisikan dan yang diserap adalah nol.

Di sini peluang dan tantangan harus dihadapi sektor energi, karena bila tidak maka dampak perubahan iklim di Nusantara akan tak terkendali.

Fenomena perubahan iklim kini sudah terjadi seperti peningkatan suhu di permukaan, kenaikan muka laut yang mengakibatkan 1.800 kilometer garis pantai masuk kategori rentan, ditambah lagi gelombang laut ekstrim yang meningkat hingga diatas 1,5 meter, dan turunnya produksi padi di beberapa wilayah.

Dalam Pertemuan CTIS tersebut dipaparkan potensi energi hijau yang dimiliki Indonesia untuk menggantikan energi fosil, seperti energi surya, energi air, bio energi, angin, panas bumi dan gelombang laut.

Total potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) ini mencapai 3.686 GigaWatt, namun saat ini baru dimanfaatkan sekitar 12 GigaWatt saja.

Penggunaan energi fosil masih tetap tinggi, seperti batubara untuk pembangkit listrik mencapai 73%, belum lagi penggunaan BBM untuk sektor transportasi yang volume impornya terus meningkat dari waktu ke waktu. Indonesia dinilai sebagai penghasil emisi karbon nomor lima terbanyak di Dunia sesudah AS, Tiongkok, India dan Brazil.

Unggul Priyanto menyodorkan berbagai pilihan dalam transisi energi di Indonesia ini, seperti peningkatan efisiensi pembangkit dengan penerapan boiler super-critical dan ultra super-critical .

Juga, pembangunan pembangkit listrik di mulut tambang batubara, seperti yang sudah digagas oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sejak 30 tahun yang lalu.

Di bidang transportasi, komponen bahan bakar minyak (BBM) masih sangat besar dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor sekitar 5% pertahun.

Ini jelas menguras devisa karena Indonesia harus mengimpor BBM sekitar 700 ribu hingga 800 ribu barel minyak bumi per hari. BBM harus dialihkan ke Bahan Bakar Gas (BBG) dan ke Bahan Bakar Nabati (BBN).

Unggul merekomendasikan perlunya dirintis pembangunan kilang minyak nabati sehingga Indonesia semakin mandiri dalam pemanfaatan biofuel.

Di sisi lain, penggunaan kendaraan listrik perlu terus didorong.

Ahli Energi Terbarukan CTIS, Dr. Arya Rezavidi menyodorkan pilihan penggunaan transportasi massal bertenaga listrik, termasuk penggunaan diesel elektrik seefisien mungkin di jalur-jalur kereta api.

Energi listrik untuk memasak juga perlu lebih dipacu untuk mengurangi penggunaan gas LPG yang bersumber dari impor dan terus meningkat. Impor LPG tahun 2016 mencapai 4,48 juta ton dengan nilai Rp20,5 triliun.

Upaya penggunaan energi listrik untuk berbagai sektor kehidupan perlu terus didorong mengingat saat ini PLN kelebihan pasokan listrik.

“Tapi itu sementara, tahun 2028 nanti kita sudah tidak ada kelebihan pasokan dan sudah harus merencanakan pembangunan pembangkit listrik lagi untuk 10 tahun kedepan,” demikian tanggapan M. Fathor Rahman, pakar Markal di CTIS.

Di sini, perencanaan perlu dibuat secara rinci dan dengan tetap berpegang pada perencanaan yang sudah disepakati. Kebijakan energi harus bersifat jangka menengah dan panjang karena investasi yang dibenamkan pada sektor ini cukup besar.

Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menjangkau hingga tahun 2050 harus diimplementasikan dan dievaluasi secara periodik.

Teknologi Market Allocation (MARKAL) untuk perencanaan energi dan bauran energi yang telah diterapkan oleh BPPT sejak 35 tahun lalu dan sekarang terus dipakai, perlu selalu diperbaharui untuk kajian dan evaluasi secara periodik.

Ke depan, Unggul Priyanto menyatakan perlunya terus dikaji tentang penerapan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia mengingat pembangkit energi nuklir mampu menghasilkan pasokan listrik dalam jumlah besar, kontinyu dan ramah lingkungan.

Sebanyak 10% pasokan listrik dunia saat ini menggunakan energi nuklir. ***

https://forestinsights.id/2023/06/08/transisi-energi-menuju-energi-hijau-indonesia-punya-banyak-potensi/

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Potensi Transisi Energi Hijau, CTIS: Perlu Didukung Perencanaan Rinci Berkelanjutan

Indonesia memiliki banyak potensi untuk mendukung kebijakan Transisi Energi untuk beralih dari energi fosil menuju energi hijau.

Demikian terungkap saat pertemuan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu 7 Juni 2023.

“Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya energi untuk bergerak ke kebijakan transisi dari energi fosil menjadi energi yang lebih hijau guna mencapai target NZE 2060, namun perlu terus didukung dengan perencanaan yang rinci dan berlanjut,” demikian ditegaskan Ketua Komisi Energi, Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Dr. Unggul Priyanto, yang juga Perekayasa Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mengacu pada Perjanjian Paris 2015, Indonesia ditargetkan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal. NZE berarti jumlah karbon yang diemisikan dan yang diserap adalah nol.

Di sini peluang dan tantangan harus dihadapi sektor energi, karena bila tidak maka dampak perubahan iklim di Nusantara akan tak terkendali.

Fenomena perubahan iklim kini sudah terjadi seperti peningkatan suhu di permukaan, kenaikan muka laut yang mengakibatkan 1.800 kilometer garis pantai masuk kategori rentan, ditambah lagi gelombang laut ekstrim yang meningkat hingga diatas 1,5 meter, dan turunnya produksi padi di beberapa wilayah.

Dalam Pertemuan CTIS tersebut dipaparkan potensi energi hijau yang dimiliki Indonesia untuk menggantikan energi fosil, seperti energi surya, energi air, bio energi, angin, panas bumi dan gelombang laut.

Total potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) ini mencapai 3.686 GigaWatt, namun saat ini baru dimanfaatkan sekitar 12 GigaWatt saja.

“Tapi itu sementara, tahun 2028 nanti kita sudah tidak ada kelebihan pasokan dan sudah harus merencanakan pembangunan pembangkit listrik lagi untuk 10 tahun kedepan,” demikian tanggapan M. Fathor Rahman, pakar Markal di CTIS.

Di sini, perencanaan perlu dibuat secara rinci dan dengan tetap berpegang pada perencanaan yang sudah disepakati. Kebijakan energi harus bersifat jangka menengah dan panjang karena investasi yang dibenamkan pada sektor ini cukup besar.

Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menjangkau hingga tahun 2050 harus diimplementasikan dan dievaluasi secara periodik.

Teknologi Market Allocation (MARKAL) untuk perencanaan energi dan bauran energi yang telah diterapkan oleh BPPT sejak 35 tahun lalu dan sekarang terus dipakai, perlu selalu diperbaharui untuk kajian dan evaluasi secara periodik.

Ke depan, Unggul Priyanto menyatakan perlunya terus dikaji tentang penerapan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia mengingat pembangkit energi nuklir mampu menghasilkan pasokan listrik dalam jumlah besar, kontinyu dan ramah lingkungan.

Sebanyak 10% pasokan listrik dunia saat ini menggunakan energi nuklir. ***

https://seputarcibubur.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1786755689/potensi-transisi-energi-hijau-ctis-perlu-didukung-perencanaan-rinci-berkelanjutan

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Pengembangan Teknologi Artificial Intelegence (AI) di Indonesia

The Brooking Institute di AS menyatakan: “Who leads Artificial Intelligence (AI) ​by 2030, will lead the world by 2100”, artinya: “Siapa yang memimpin bidang AI atau Kecerdasaan Artifisial (KA) pada tahun 2030, akan memimpin dunia pada tahun 2100”.

Saat Raker Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),  8 Maret 2021, Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa persaingan dalam menguasai AI sudah sama dengan space war di era perang dingin.   “Siapa yang menguasai AI, dia yang akan berpotensi menguasai dunia, menghadapi perang AI saat ini, kita memerlukan Indonesia yang bisa memproduksi teknologinya sendiri”.

Persaingan ketat penguasaan Teknologi Artifical Intelligence (AI) ini nampaknya bakalan dimenangkan Tiongkok karena ekonomi terbesar Nomor Dua Dunia ini berada di posisi Nomor Satu dalam jumlah paten AI,  besaran investasi AI, jumlah rujukan publikasi hasil riset AI, serta posisi nomor dua pada jumlah talenta AI dan juga jumlah perusahaan AI.

Ketua Komite AI, Center for Technology & Inovation Studies (CTIS), Prof. Hammam Riza, yang juga Guru Besar di Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, menyatakan bahwa sebenarnya Indonesia juga sudah bergerak untuk menguasai Teknologi AI.

Namun saat ini Indonesia belum memiliki regulasi tentang  AI yang didukung strategi Nasional dengan kode etik yang jelas, karena bila tidak, maka teknologi AI ini selain bisa muncul menjadi solusi positif, seperti untuk pengendalian perubahan iklim namun bisa pula menjadi ekstrim negatif, seperti munculnya “robot penghancur”.

Dalam Pertemuan CTIS, Rabu, 31 Mei 2023,  Hammam, yang sudah menggeluti teknologi “Machine Learning” sejak tahun 1987 di BPPT, menjelaskan bahwa teknologi AI di Indonesia  sudah mulai berkembang, dilaksanakan oleh Quad- Helix, yaitu pihak akademisi, bisnis, komunitas dan pemerintah.

Tercatat, saat ini ada 11 Lembaga Litbang Pemerintah, 11 Universitas, 6 Komunitas dan 9 Industri yang sudah terjun dalam pengembangan Artificial Intelligence di tanah air.  Hammam juga menjelaskan tentang teknologi AI Chatbot yang bergerak sangat cepat diakhir triwulan IV, Tahun 2022 lalu, dengan munculnya Chat GPT4, LlaMA, LaMDA, dan Megatron Turing.

AI Chatbot merupakan pengembangan dari teknologi Machine Learning, ke Teknologi Deep Learning dan sekarang sudah pada posisi Generative AI.  Generative AI merupakan percakapan yang menghasilkan respons mirip manusia, yang menerima masukan dalam bentuk teks dari manusia dan meresponse balik dalam bentuk teks, suara, gambar dan video.

‘Otak’ Generative AI didukung oleh model bahasa besar yang telah dilatih pada set data teks yang luas dari internet terbuka kemudian ada umpan balik dari manusia. Hanya dalam tempo kurang dari 6 bulan terakhir, teknologi Generative AI, misalnya, sudah mampu menjawab berbagai Test, seperti Test GRE, Test Psikologi, Test LSAT, Test SAT Matematika, dan masih banyak lagi jenis test,  dengan tingkat akurasi antara 80% hingga 100%.

Belum lagi dampak negatif lainnya, misalnya wawancara “live” dengan seorang tokoh yang telah meninggal dunia, ada tayangan pidato dari seorang tokoh dengan muka suara dan mimik yang sangat rinci, yang ternyata itu adalah  hoax, dan masih banyak lagi.

Oleh sebab itu, 20.000 pegiat pengembangan AI meluncurkan petisi agar pengembangan Generative AI dapat dihentikan dahulu selama 6 bulan,  agar pengembangan teknologi AI ini dilakukan dengan mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan, dapat terkelola dengan baik dan memunculkan dampak yang positip.

Para ahli Artificial Intelligence Indonesia, yang bergabungdalam Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasasan Artifisial Indonesia (KORIKA) akan terus membantu pemerintah dan masyarakat untuk menerapkan Generative AI dalam kegiatan pengajaran (tutoring), pembelajaran secara individu dan menyiapkan materi pelajaran secara AI.

Secara bersama-sama, para pegiat AI yang bergabung dalam Quad-Helix, juga akan mendukung Pemerintah untuk mengadopsi dan memanfaatkan teknologi AI di berbagai bidang, mempersiapkan tenaga kerja berkemampuan AI lewat re-skilling,  memperkenalkan keberagaman dan berbagi manfaat AI serta mendukung penyusunan kerangka etis dan regulasi AI di Indonesia.

Ketua CTIS, Wendy Aritenang juga menginformasikan bahwa dalam rangka menyambut Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Haktenas) 2023 maka pada 10-12 Agustus 2023,  KORIKA bersama CTIS akan menggelar Artificial Intelligence Innovation Summit 2023 (AIIS 2023) guna lebih memperkenalkan aplikasi Generative AI, utamanya pada lima sektor pembangunan, yaitu Kesehatan, Riset dan Pendidikan, Reformasi Birokrasi, Ketahanan Pangan dan Mobilitas dan Kota Pintar. ***

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Kegiatan World Creativity and Innovation Day diharapkan Dapat Meningkatkan Pembangunan Umat Manusia

Jakarta, Radar-Barru.com — Tahun 2005, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 21 April setiap tahun sebagai Hari Kreativitas dan Inovasi Sedunia (World Creativity and Innovation Day – WCID).  Melalui WCID diharapkan peran inovasi dan kreativitas dapat meningkatkan  pembangunan umat manusia, Jumat (12/5/2023).

Saat ini, inovasi dan kreativitas menjadi semakin penting menuju tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) 2030. WCID 2023 tahun ini mengambil tema: ”Step Out and Innovate”,  mendorong agar semua keluar dari zona nyaman untuk berkreasi dan berinovasi.

Dalam rangkaian WCID 2023, Asosiasi Daya Riset dan Inovasi Nasional (DRIN) bekerjasama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), didukung Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) akan menggelar Seminar Nasional Hari Kreativitas dan Inovasi Sedunia 2023.

Peringatan WCID 2023 akan diselenggarakan bersamaan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2023, bertempat di Perpustakaan Nasional, Jakarta.

Menurut Ketua DRIN, Bambang Setiadi, selain mengundang Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ketua AIPI serta Perwakilan PBB di Jakarta, Seminar WCID 2023 juga akan menampilan para inovator Bangsa Indonesia yang karya-karyanya telah mendunia.

Mereka adalah: Dr. Yogi Ahmad Erlangga yang inovasi rumusan matematikanya unggul dipakai di industri migas. Lalu ada Muhammad Nurhuda, seorang penemu kompor ramah lingkungan. Juga ada Professor Adi Utarini, pengembang teknologi Wolbachia untuk pemberantasan penyakit demam berdarah.

Ia penerima penghargaan Majalah NATURE 10 (2020) dan Majalah TIME 100 (2021).  Professor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo yangberkarir di Jepang, sebagai penemu Teknologi Radar 3-Dimensi. Lalu ada Professor Mulyowidodo Kartidjo sebagai ahli robotika dan mekatronika untuk industri otomatisasi kendaraan tanpa awak.

Ada pula Fajar Sidik Abdullah Kelana, salah satu dari 20 Insinyur Muda Terbaik Sedunia yang memperoleh Penghargaan James Dyson Award dari Swedia. Sedang Professor Irwandi Yaswir adalah penerima King Faisal  International Prize dari Saudi Arabia, dan pada tahun 2022 lalu hadir bersama para penerima Hadiah Nobel dalam Hegra Conference of  Nobel Laurates and Friends 2022.

Dr.Bambang Setiadi menyampaikan bahwa kegiatan Peringatan WCID akan terus digelar setiap tahunnya, karena melalui kegiatan ini berbagai hasil invesi dan kreativitas karya anak bangsa bisa dikomersilkan untuk kemudian menjadi produk inovasi yang memiliki nilai ekonomi.

https://www.radar-barru.com/2023/05/kegiatan-world-creativity-and.html

Kategori
Berita IPTEK Dalam Negeri

Ekosistem Iptek dan Inovasi Jadi Penghela Menuju Indonesia Maju

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah  mengingatkan bahwa 13 tahun ke depan Indonesia harus bekerja keras,  memanfaatkan bonus demografi yang dimiliki untuk melompat dari Status Negara Berkembang menuju Negara Maju dan lolos dari “Middle Income Trap”.

Bonus Demografi berarti jumlah penduduk usia produktif yang besar, sehat, dan terdidik untuk menggerakkan pembangunan semesta di Indonesia.

“Namun, untuk itu kita harus segera meningkatkan berbagai peringkat pembangunan di Indonesia dibanding dengan negara lain,” demikian disampaikan Dr. Yanuar Nugroho, Koordinator Tim Ahli Sekretariat SDGs-Bappenas, pada Seminar Nasional Hari Kreativitas dan Inovasi Dunia (World Creativity and Innovation Day), sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Nasional di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Minggu, 20 Mei 2023

Dalam seminar yang digelar Asosiasi Daya Riset dan Inovasi Nasional (Asosiasi DRIN) bersama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Yanuar memperlihatkan berbagai peringkat Indonesia saat ini.

Diantaranya Gross Domestic Product (GDP) Indonesia Nomor 16 di dunia dari 193 Negara namun Human Capital Index (HCI) Indonesia masih berada di urutan 96 dari 193 Negara. Kemudian Human Development Index (HDI) di peringkat 114, Global Talent Competitiveness Index (GTCI) di urutan 82, Global Innovation Index (GII) di urutan 75 dan Global Competitiveness Index (GCI) di urutan 40 dari 193 Negara.

Pengalaman Negara-negara yang berhasil melompat dari negara berkembang menjadi negara maju seperti Singapura, Hongkong, Jepang dan Korea Selatan, mereka harus memacu pertumbuhan ekonominya pada rentang 6-8 persen/tahunnya, baru kemudian setelah menjadi negara maju maka laju pertumbuhan ekonominya turun berada di kisaran 3-4 persen/tahunnya.

Hal serupa juga harus dilaksanakan Indonesia pada rentang 13 tahun ke depan dengan penghela utamanya adalah ekosistem ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi yang mumpuni.

(dari kiri) Perwakilan AIPI, Dr.Yanuar Nugroho BAPPENAS, Dr. Bambang Setiadi Ketua Asosiasi DRIN/Wakil Ketua CTIS, Drs. Yasmon MSL Direktur Paten dan Prof. Faiz Syuaib, Direktur Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Pada kesempatan yang sama Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang, Kemenkumham, Yasmon  MLS memaparkan jumlah permohonan patent yang didaftarkan pada kurun 1991-2023 ada 197.231 buah dan yang telah diberikan patennya adalah 93.017 paten.

Memang ini sangat kecil dibandingkan jumlah paten yang harus dihimpun untuk suatu negara yang ingin melompat dari negara berkembang menuju negara maju.

Oleh sebab itu, Direktorat Paten segera bergerak untuk memberikan dukungan regulasi, bimbingan teknis kepada para pemohon paten, serta berkunjung ke kampus kampus untuk menggairahkan para peneliti dan inovator agarsegera mempatenkan hasil temuan mereka.

Ketua Asosiasi DRIN yang juga Wakil Ketua CTIS,  Dr. Bambang Setiadi menegaskan bahwa yang lebih penting lagi adalah kiranya hasil inovasi yang dipatenkan tadi harus diaplikasikan dan digunakan, karena paten juga memiliki jangka waktu terdaftar yang terbatas, yang apabila tidak digunakan maka paten akanmenjadi domain publik.

Direktur Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemendikbudristek, Professor Faiz Syuaib juga menyatakan bahwa pada 4 tahun terakhir publikasi hasil riset telah meningkat sangat tajam menjadi puluhan ribu karya tulis ilmiah.

Namun demikian, karya tulis ilmiah tadi sangat sedikit yang  mengarah kepada paten ataupun menjadi prototipe guna bisa dihilirisasi menjadi produk industri.  Oleh sebab itu, Faiz sepakat bahwa pada Agustus 2023 mendatang Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat, bekerjasama dengan Asosiasi DRIN dan CTIS akan menggelar Focus Group Discussion untuk mempertemukan para  periset, inovator dan inventor guna menginvetarisasi beragam produk riset yang dapat segera dipatenkan dan bisa didorong ke industri melalui proses hilirisasi.

Seminar juga menampilkan para inovator Bangsa Indonesia yang karya-karyanya telah mendunia, seperti Dr. Yogi Ahmad Erlangga yang inovasi rumusan matematikanya dipakai di industri migas,  Muhammad Nurhuda, penemu kompor ramah lingkungan yang sudah diekspor sampai  Norwegia, Professor Adi Utarini, pengembang teknologi Wolbachia untuk pemberantasan penyakit demam berdarah, Professor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, penemu Teknologi Radar 3-Dimensi.

Ada juga Professor Mulyowidodo Kartidjo sebagai ahli robotika dan mekatronika, Fajar Sidik Abdullah Kelana, salah satu dari 20 Insinyur Muda Terbaik Sedunia, Professor Irwandi Yaswir penerima King Faisal  International Prize dari Saudi Arabia, dan Dr.Sena Sopaheluwakan, ahli pemodelan iklim dan pemilik beberapa paten.

Dr. Bambang Setiadi menyerahkan Penghargaan Asosiasi DRIN Award 2023 kepada Keluarga Mendiang Dr. Boenjamin Setiawan yang diterima isteri Dr. Boenjamin Setiawan.

Pada kesempatan ini, Bambang Setiadi juga menyerahkan Penghargaan Asosiasi DRIN Award 2023 kepada mendiang  Dr. Boenjamin Setiawan sebagai inventor, inovator dan pendiri Kalbe Farma yang sekarang telah menjadi salah satu industri farmasi terbesar di Indonesia.

Hadir banyak tokoh iptek Indonesia  dalam Seminar ini, antara lain Ahli Remote Sensing & GIS,  Dr. Indroyono Soesilo yang juga Mantan Menko Kemaritiman RI, pakar Klimatologi Dr. Andi Eka Sakya yang juga mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ahli Teknologi Modifikasi Cuaca Dr.Asep Karsidi yang juga mantan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Prof.Soedarto, Guru Besar  dan Mantan Rektor Universitas Diponegoro, serta Dr. Ashwin Sasongko Ahli Telekomunikasi dan Mantan Dirjen di Kementerian Kominfo. ***

https://forestinsights.id/2023/05/20/ekosistem-iptek-dan-inovasi-jadi-penghela-menuju-indonesia-maju/